Mohon tunggu...
Muliadi Akbar
Muliadi Akbar Mohon Tunggu... Guru - Guru, dosen, Tutor, Pegiat literasi, Bloggers

Guru Matematika yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Flying Fish Somba

4 Agustus 2022   09:47 Diperbarui: 4 Agustus 2022   09:51 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

****
Ikan Tuing-tuing

Azan subuh dari Masjid Malunda membangunkan kami. Masjid darurat. Masjid sebelumnya hancur akibat gempa yang melanda wilayah Majene beberapa bulan yang lalu.

Selesai shalat subuh kami bergegas melanjutkan perjalanan. Lebih pagi lebih baik. Mobil sudah dipanaskan. Namun sekonyong-konyong pemilik penginapan menyapa kami dan menawarkan minuman panas. Sayang kalau di lewatkan. "Maaf Pak, ada minuman dan kue, bapak mau kopi atau teh? " Kata pemilik penginapan.

Saya memilih kopi sedangkan pak Nawir memilih teh panas. Nikmat sekali kopi pagi itu, apalagi disertai diapong panas. Cukuplah untuk mengecas energi  yang sempat terkuras.

Kami mulai bergerak meninggalkan penginapan sekitar pukul 06.15. Suasana jalan masih belum terlalu ramai. Mobil meluncur mulus di jalan aspal menuju kota Majene.

Melewati daerah pinggir pantai, kami melihat banyak penjual ikan terbang berjejer di pinggir jalan. Orang di sana menyebutnya ikan tuing-tuing. Nama tempatnya desa Somba, masuk Kecamatan Sendana Majene. Anda tidak akan menemukan ikan tuing-tuing selain di tempat ini.

Menikmati ikan tuing-tuing  (Dokpri)
Menikmati ikan tuing-tuing  (Dokpri)

Ikan tuing-tuing atau ikan terbang (flying fish) memiliki nama latin exocoetidae. Ikan ini umumnya hidup di perairan trofis dan subtropis perairan atlantik, pasifik, dan hindia. Kemampuan terbangnya berasal dari sirip dadanya yang lebar sehingga memungkinkan meluncur terbang di udara untuk menghindari pemangsa.

Penasaran dengan rasanya, kami berhenti dan mencoba memilih tempat yang cukup anteng. Seporsi flying fish tapa menjadi pilihan kami. Nasinya sudah tersedia. Masih hangat, menggoda selera untuk segera dinikmati. Apalagi ada rica lemon. Terbayang nikmatnya ikan terbang.

Hanya beberapa menit saja seporsi ikan tapa yang disajikan sudah ludes. Antara lapar dan buru-buru untuk segera melanjutkan perjalanan, membuat segalanya terasa berjalan lambat.

Perjalanan kami lanjutkan. Tujuan utama kami adalah kabupaten sidrap. Di sanalah anak-anak prakerin melaksanakan praktek. Setidaknya 3 Kabupaten lagi harus di lewati. Majene. Polman atau Polewali Mandar. Pinrang.

Di kota pinrang, tepatnya lampu merah perempatan pertama, perjalanan kami berbelok ke kiri, masuk sejauh kurang lebih 20 km. Awalnya jalannya mulus. Namun setelah 10 km jalan mulai rusak. Bergelombang. Tumpukan tanah timbunan membuat jalan berdebu.

Indah Masjid

Akhirnya kami memasuki kota Rappang saat azan zuhur berkumandang. Rumah pak Abdullah menjadi tujuan kami. Beliau adalah guru SMK di Rappang yang menjadi perantara sekaligus pendamping anak-anak prakerin dari jurusan ATU atau peternakan. Pak Abdullah pula yang selalu memfasilitasi kami mencari industri pasangan untuk prakerin anak-anak.

Rappang memang terkenal dengan usaha peternakan ayam petelur. Salah satu usaha peternakan yang cukup maju di Rappang adalah PT Cahaya Mario Grup. PT Cahaya Mario bahkan  melakukan ekspansi usaha sampai pada industri pakan ternak yang sempat di resmikan oleh Menteri Pertanian bapak Syahru Yasin Limpo. Mantan Gubernur yang sudah anda kenal itu.

PT Cahaya Mario telah menjadi mitra SMK Negeri 1 Galang sejak tahun 2013. Sampai saat ini kemitraan itu terus terjaga. Boleh dikata dari beberapa industri yang menjadi pasangan kami, PT cahaya Mariolah yang paling ideal. Tidak hanya memiliki industri peternakan terbesar dengan areal mencapai ratusan hektar. Tetapi pemilknya terbilang cukup familiar dengan nilai religiusnya sehingga sangat aman dan nyaman bagi siswa praktek.

Kami tidak langsung menuju rumah pak Ahmad. Rumah makan justru menjadi prioritas. Selain tuntutan lambung yang minta segera diisi, juga bermaksud agar tidak merepotkan tuan rumah.

Setelah makan siang di warung Jawa. Kami bergerak ke arah masjid yang searah dengan jalan menuju rumah pak Abdullah. Sebuah Masjid megah di pinggir jalan poros Rappang-Pinrang menjadi pilihan kami. Menaranya menjulang tinggi. Ciri khas masjid-masjid yang ada di Sulawesi Selatan.

Ada banyak mobil di sana. Diantaranya ada beberapa mobil dari kelas haigh. Sudah pukul 1 lewat, tidak mungkin milik jamaah shalat zuhur. Awalnya agak ragu juga kami masuk, jangan-jangan di sana ada acara pengajian atau apalah. Tentu kehadiran kami akan mengundang perhatian. Kami tidak ingin itu terjadi.

Masjid di Rappang  (Dokpri)
Masjid di Rappang  (Dokpri)

Namun setelah memperhatikan area parkir yang masih cukup luas, kami beranikan diri masuk. Sambil mengamati sekeliling, termasuk ke dalam masjid kami tahu ternyata di dalam benar ada pengajian. Sepertinya pengajian golongan orang-orang dari kelas khusus.

Setelah berwudhu kami masuk ke masjid, subhanallah, luarbiasa. Masjidnya benar-benar megah dan nyaman. Karpet tebal warna merah maron melapisi lantai masjid. Lembut. Suhu ruangan dingin. Ada empat buah AC duduk yang cukup besar berdiri di empat sudut masjid. Belum lagi AC dinding yang tersebar di empat sisi.

Tidak hanya nyaman, interior masjid juga benar-benar indah. Kaligrafi dengan ukiran warna emas hampir memenuhi ruang masjid. Subhanallah, saya sampai sulit mendeskripsikan keelokan ukiran mimbar dan area di sekitarnya.

Kami shalat zuhur jamak ashar berjamah di Masjid indah itu. Kekhusyukan terasa begitu dalam. Lebih tenang rasanya. Sebelum kami selesai shalat, kegiatan pengajian yang tidak mengundang banyak orang itu, sudah bubar. Kesempatan itu tidak kami sia-siakan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati udara segar di ruang Masjid.

Lapor Praktek


Sekitar pukul 02.00 kami sampai di rumah pak Abdullah setelah meninggalkan Masjid. Pak Abdullah sudah menunggu kami. Saya memang sudah menelponnya sejak di daerah Majene. Kami seperti reuni, teringat saat saya dan pak Nawir 6 tahun yang lalu pernah ke rumah pak Ahmad.

Suguhan teh hangat langsung tersaji. Tidak lupa kue khas Bugis. Istri pak Abdullah sebenarnya orang padang. Tetapi karena sudah berbaur lama dengan orang Bugis, sehingga lebih akrab dengan budaya Bugis. Termasuk sajian kue hari itu. Itulah Indonesia.

Pukul 15.00 pak Abdullah sudah siap mengantar kami ke lokasi prakerin. Tempatnya tidak begitu jauh, namun tersebar di beberapa tempat. Untunglah kami membawa mobil sendiri, sehingga dari satu tempat ke tempat lainnya tidak menjadi masalah. Pak Abdullah bercerita bagaimana repotnya mengantar salah satu mitranya dari NTT yang tidak membawa kenderaan sendiri.
*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun