Luar biasa Facebook selalu saja mengingatkan memori memori terdahulu. Tidak peduli apakah itu kenangan indah atau kenangan buruk, semua ditampilkan begitu saja. Kita tinggal memilih apakah kenangan itu mau dibagikan atau diabaikan. Semua tergantung pemilik akun.
Beruntung pemilik akun jika kenangan yang di recall itu kenangan yang memang di butuhkan. Artinya pemilik akun dapat me repost atau menyimpannya sesuai kebutuhan.
Seperti memori Aniversary SMKN 1 Galang tahun 2016. Seingat saya, saya memang sedang mencari cari foto kegiatan itu. Saya perna mendokumentasikannya, tapi hilang entah kemana.
Saat itu saya belum gemar menulis seperti sekarang. Lebih-lebih kesadaran memanfaatkan platform digital seperti Facebook, blogg belum begitu baik. Masih cuek bebek. Umumnya dokumentasi disimpan dalam memori komputer saja. Padahal alat penyimpanan ini relatif rentan terhadap kehilangan. Salah satu buktinya foto dokumentasi kegiatan aniversary itu.
Untunglah facebok menawarkan kembali foto kenangan itu. Itupun yang memposting bukan saya. Tapi orang lain. Hebatnya aplikasi ini, dia sepertinya tau kalau saya punya peran terhadap kenangan itu. Dan yang lebih penting saya perlu.
Facebook menawarkan apakah kenangan itu akan di bagikan atau tidak. Kali ini saya memilih di bagikan. Sebetulnya tujuan saya ada dua. Satu agar memori itu bisa tersimpan. Yang kedua sebagai pesan ke rekan-rekan pengelola pendidikan agar berinovasi dengan kegiatan yang  lebih kreatif. Istilah nya out of the boks.
Jangan monoton mengelola sekolah. Sekolah itu miniatur masyarakat yang membutuhkan perubahan setiap saat. Apalagi diera disrupsi dengan pesatnya kemajuan teknologi. Perubahan itu berlangsung cepat, sehingga adaptasi juga harus segera dilakukan.
Tujuan pendidikan wajib dipatuhi karena itu adalah konsep hidup yang telah dirumuskan dengan pertimbangan yang matang oleh parah ahli bersama pemerintah. Tetapi cara mencapai tujuan itu kita bebas memilih. Jadi tidak boleh kaku, monoton. Kita pasti tidak bisa berkembang.
Nah, salah satu tujuan saya menginisiasi kegiatan anniversary SMK Galang itu adalah memberi ruang inovasi yang seluas-luasnya bagi guru. Saat itu ide utamanya adalah membuat pameran hasil karya siswa.
Selama ini saya merasa pembelajaran di SMK itu stagnan, minim kreativitas. Tidak ada sesuatu yang benar-benar bernilai, baru, serta bermanfaat. Anak belajar di sekolah pencari kerja atau pencipta kerja, tetapi ilmu dan pengalamannya kalah jauh dari kebutuhan dunia kerja. Sehingga wajar jika jurusan TKJ di SMK kemudian kuliah atau bekerja sebagai perawat. Aneh.
Saya biasa bilang begini: masa anak petani diajar menanam padi saja, mana ilmu barunya. Bukankah kalau dia belajar menanam padi saja dan kemudian memeliharanya itu sudah kebiasaan? Untuk apa belajar lagi kalau sehari-hari pekerjaannya sudah itu. Sama saja menggarami air laut, mubazir.
Bagi saya belajar yang seperti itu sia- sia. Alias membuang waktu dan biaya. Rugi negara ini mengeluarkan biaya besar untuk pendidikan. Rugi pula orang tua dan anaknya mengeluarkan biaya sekolah setiap hari.
Jadi mengelola sekolah itu harus out of the boks. Kita harus berani keluar dari kerakeng berpikir konvensional. Jadi kepsek itu harus mampu berinovasi. Eksplor segala kemampuan untuk melahirkan hal-hal yang baru. Belajar dan terus belajar. Jangan bosan, apalagi loyo. Ilmu pengetahuan sudah demikian mudah di peroleh. Informasi terbuka lebar, dan kadang-kadang tidak perlu dicari, malah terus ditawarkan di depan hidung.
Beruntung saat ini sudah ada program guru penggerak. Guru penggerak diharapkan dapat menjadi agen perubahan di sekolah melalui tranformasi pendidikan yang nyata. Bukan hayalan. Tapi harus benar-benar terasa.
Banyak ilmu baru yang dapat menjadi bekal aksi nyata para guru penggerak ini, seperti konsep tentang disiplin positif, konsep kesepakatan kelas, teori kebutuhan dasar, restitusi, hukuman dan konsekwensi dll. Itu semua dapat menjadi kekuatan dasar dalam melakukan perubahan fundamental di sekolah.
Sebetulnya tidak semua ilmu yang diberikan dalam program guru penggerak itu baru. Umumnya sudah ada jauh sebelum abad informasi ini berkembang pesat. Sebut saja misalnya soal kesepakatan kelas. 10 tahun yang lalu. Tahun 2012. Saat melakukan perubahan di SMK Muhammadiyah Tolitoli, konsep itu sudah saya terapkan.
Jujur saya belum tau teori soal kesepakatan kelas itu. Tapi saya meyakini ini adalah cara paling efektif memulai program tranformasi di SMK muhammadiyah Tolitoli saat itu. Bagaimana tidak, saya benar-benar menghadapi sekolah nyaris tanpa panduan. Siswa datang seenaknya. Pulang seenaknya. Kalau di bilang merdeka, inilah sekolah paling merdeka. Siswa datang jam 9 atau jam 10 itu sudah biasa.
Apa yang dilakukan siswa tidak ada bedanya dengan guru. Guru pun datang sesuai keinginan. Mau datang jam 9 atau jam 10 tidak masalah. Belum lagi berbagai kebiasaan buruk lain, seperti meninggalkan buku untuk dicatat, meninggalkan kelas tanpa izin, dll. Pendek kata benar-benar situasi yang buruk untuk sebuah sekolah dengan misi dakwa.
Lalu apa yang saya lakukan? Saya memulainya dengan kesepakatan. Awalnya saya bertanya ke siswa: mengapa kamu datangnya jam 09. Tau jawaban siswa? Karena datang pagi gurunya juga belum ada. Lalu saya bertanya ke guru-guru. Mengapa datangnya jam 09? Tau jawabannya? Sama. Datang cepat juga siswanya belum ada.
Jadi rupanya siswa dan guru lupa janjian datangnya harus jam berapa. Anehkan? Nah, berdasarkan situasi itu, maka saya memulai dengan kesepakatan. Â
Saya memulai dari guru. Saat itu saya buat rapat dewan guru. Kemudian saya mengajak guru-guru membuat kesempakatan jam masuk sekolah. Saya menawarkan jam masuk pukul 08.00 tetapi guru-guru menolak. Alasannya takut sama dinas pendidikan. Saya yakinkan mereka nanti saya bertanggung jawab. Tapi lagi-lagi menolak.
Akhirnya mereka sepakat jam masuk sekolah tetap jam 07.15. Mereka yang sepakat bukan saya. Tugas saya hanya memastikan jika kesepakatan dijaga dengan komitmen yang kuat.
Ketika guru sudah sepakat dengan jam masuk, saya meminta kesepakatan siswa, jam berapa mereka harus datang ke sekolah. Saya sampaikan kesepakatan yang telah di buat oleh para guru itu. Saya tanya bagaimana pendapat mereka. Ternyata mereka setuju. Maka jadilah kesepakatan bersama antara siswa dan guru untuk datang ke sekolah paling lambat jam 07.15.
Alhasil, guru dan siswa bisa hadir lebih pagi sesuai jam belajar. Awalnya memang berat. Perlu penyesuaian. Tapi lama-lama akhirnya berjalan normal. Itulah salah satu penerapan konsep kesepakatan yang saya lakukan, yang kemudian menjadi salah satu konsep penting dalam program guru penggerak untuk melakukan perubahan di sekolah.
Kalau mau jujur, banyak hal yang perlu direformasi dalam manajemen sekolah. Bukan aturannya yang diubah  tapi cara berpikir dan bertindak pemimpin sekolahnya. Contoh paling sederhana dalam perencanaan anggaran. Tapi sudahlah saya bahas itu. Nanti terlalu panjang tulisan ini.UN
Syukurlah ada facebok yang mengembalikan kenangan berharga itu. Foto-foto yang ditampilkan menjadi bukti otentik bahwa perubahan mendasar dan fundamental pernah dilakukan di SMK Negeri 1 Galang. Hal ini juga sekaligus menjadi pesan buat kawan-kawan pemimpin pendidikan.
Tidak perlu menunggu alumni program guru penggerak untuk melakukan tranformasi perubahan di sekolah. Belum tentu juga alumni itu mampu melakukan itu.
Yang penting disini bukan siapa alumni apa. Tetapi mau dan mampu tidak orang tersebut memberikan lebih kepada muridnya. Naluri guru sebagai pemimpin pendidikan memang harus kuat. Fokus utamanya harus murid. Bukan yang lain. Sarana dan fasilitas hanya pendukung.
Jika cara berpikir kita seperti itu, maka yang ada dalam benak kita bukan apa yang bisa saya dapat dari siswa dan orang tuanya. Tetapi sebaliknya apa yang bisa saya berikan kepada siswa dan orang tuanya. Siswa dan orang tuanya bukan obyek pendapatan bagi sekolah apalagi guru. Tetapi siswa dan orang tuanya adalah pelanggan yang membutuhkan pelayanan maksimal.
Wassalam  semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H