"Ah, kamu...sekarang begini saja, tolong aku, bantu aku.." bisik Udin
"Tolong apa, bantu apa maksudmu?"
"Tenaaang, tolong kamu awasi surau itu! Nanti kalau sudah bubar atau ada orang yang akan lewat sini, kamu beri kode. Nanti aku bagi, kamu tinggal makan saja di bawah, gimana?"
"Nggak mau, aku takut, kalau bapakku tahu bisa dihajar nanti."
"Heh, aku yang manjat, kalau ada orang, tinggal beri kode, terus lari. Surau itu kan jauh dari sini lagipula sudah mulai gelap nih...."
"Hah, terserahlah! Kalau sampai ketahuan, jangan bawa-bawa aku." Ahmad akhirnya menyerah.
"Nah itu baru sahabatku," Udin menepuk pundak Ahmad dan segera memanjat pohon rambutan dengan lincah.
Udin sudah tak tampak, tenggelam di antara rimbunnya daun rambutan, juntaian rambutan yang lebat dan keremangan malam.
Di bawah, Ahmad gelisah, matanya tak lepas dari surau. Dari tadi, kulit-kulit rambutan sudah berjatuhan di sekitar tempatnya berdiri. Udin sudah makan rambutan di atas pohon.
"Din, bagi dong! Nanti aku tinggalkan lho..." ancam Ahmad, setengah berbisik.
"Naik saja, ambil sendiri... jangan takut. Halaman surau itu tampak jelas dari sini!"