Mohon tunggu...
Puput Fitriani
Puput Fitriani Mohon Tunggu... -

ketika mendung menghujat, maka disitulah hujan kan turun, dan mungkin saja hanya gerimis. Sejatinya, kau selalu menemukan pelangi di tiap senyum Ayah. aku yakin, karena aku juga cinta Ayah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gadis Wayang (Serpih 6, Syair Jawa)

23 September 2012   02:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


Ilir - ilir, Ilir - ilir,

Tandure wus sumilir, Tak ijo royo - royo,

Tak sengguh kemanten anyar, tak sengguh kemanten anyar.

Bocah - bocah angon, bocah angon.

Penekno blimbing kuwi, Lunyu - lunyu penekno,

Kanggo mbasuh dodot iro, kanggo mbasuh dodot iro.

Dodot iro, dodot iro. Kumintir bedah ing pinggir,

Dondomono, jumlatono kanggo seboh mengko sore.

Mumpung padang rembulane, Mumpung jembar kalangane,

Yo surako surak iyo ... ... ... !!! !!!

Syair jawa itu ku lantunkan merdu bersama Semar. Yah, terkadang aku mendengarnya saat Emak menyanyikannya sambil membuat jamu. Dan lama - kelamaan aku pun jadi tertarik juga untuk menyanyikannya. Dan menurutku syair itu bagus serta nikmat untuk didengarkan, diresapi, dihayati, dan mungkin bisa jadi inspirasi.

Tapi, muncul tanda tanya besar dalam benak ku. Jika memang syair itu bagus, mengapa tak ada satu pun produser dapur rekaman yang menjadikan syair itu untuk sebuah debut ? aku heran. Mungkin saja syair itu menjadi fenomenal di kalangan pecinta musik bahkan bisa jadi mendapat penghargaan dari " music award ". Dan mungkin juga setiap minggunya akan naik peringkat tangga nada lagu di acara - acara program musik lainnya, meskipun urutan " runer up " tak apalah, lumayan. Mungkin saja kan ? meskipun peluang kejadiannya sulit sekali terjadi, karena aku tau selera anak muda zaman sekarang. Jingkrak - jingkrak tak karuan dengan gaya berbusana yang menurutku itu adalah pakaian yang belum selesai dijahit, atau kehabisan dana dan mereka tak mau di kejar - kejar oleh tukang jahit gara - gara tagihannya kurang, sehingga mereka nekat mengunakan kostum - kostum itu yang menurutku tak layak pakai. Apakah mereka tak takut masuk angin ataupun digigit nyamuk ?. Emak saja sering mengeluh jika sedang masuk angin, dan pada akhirnya punggung Emak di penuhi dengan tato - tato kerokan. Aneh sekali jika mereka tak takut masuk angin dan digigit serangga terbang penghisap darah.

Tapi aku tak begitu, aku lebih memilih waspada menjaga tubuhku agar tak masuk angin dan tergigit nyamuk. Salah - salah jika " aedes aegypty " yang mengigitku, mungkin suhu tubuhku meningkat tinggi akibat kasus demam berdarah. Urusan bisa semakin rumit, dan Emak jadi kalang kabut. Maka, sejurus perkataan umum ku sadap untuk hal - hal di atas. " mencegah lebih baik dari pada mengobati ". Aku lebih memilih mencegah untuk tak berpakian yang jahitannya belum selesai alias tak rampung dari pada harus masuk angin dan mendapat tato - tato kerokan yang indah. Tapi mengapa anak muda sekarang gemar sekali akan sesuatu itu ?. Aneh sekali. Aku tak habis pikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun