Mohon tunggu...
Ristianti Putri
Ristianti Putri Mohon Tunggu... Freelancer - No One

We Fall in Love, it's enough for me

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Manakah Hak Pejalan Kaki?

2 Desember 2018   15:34 Diperbarui: 10 Desember 2018   11:15 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Semarang, 2 Desember 2018

Hayo... Siapa yang pernah makan atau lewat di warung pinggir jalan di Jl. K.H Ahmad Dahlan atau disekitaran RS. Telogorejo Semarang? mungkin kalian salah satunya.

Sadarkah kalian kalau warung itu berada tepat di atas trotoar, mungkin untuk masyarakat di Kota Semarang,  berjualan di atas trotoar sudah bukan hal yang asing lagi. Walaupun begitu, sadarkah kalian bahwa hak pejalan kaki terhadap penggunaan trotoar itu, sebagian bahkan seluruh haknya telah hilang karena digunakan tidak semestinya?

Trotar, merupakan fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah sebagai sarana untuk pejalan kaki. Trotoar disediakan agar pejalan kaki aman, nyaman dan agar tidak berjalan di jalan raya, yang bisa membahayakan keselamatan diri. Namun kenyataannya, trotoar digunakan untuk berjualan. Hampir sepanjang trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan digunakan untuk berjalan. Bagi pedagang, trotoar adalah tempat untuk mencari rejeki. Karena ramai orang berlalu lalang dan dekat dengan pusat keramaian Kota Semarang, trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan menjadi pilihan pedagang untuk berjualan.

Maka dari itu saya sebagai penulis beserta tim saya telah mewawancarai 2 pedagang yang berbeda, salah satunya ialah pedagang ayam geprek (Nira/63).  Alasan Ibu Nira berjualan di atas trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan, karena Ibu Nira tidak memiliki tempat berjualan yang resmi, dan memilih untuk berjualan di atas trotoar saja dengan membayar uang retribusi sebesar Rp. 4.000,- setiap kali berjualan. Menurut hasil wawancara kami dengan Ibu Nira ini, Ibu Nira mengatakan bahwa uang tersebut diberikan kepada salah satu orang dari Dinas Pasar yang setiap sore hari berkeliling untuk meminta uang pangkal.

Kemudian kami mewawancarai pedagang nasi rames (Siwi/36), alasan Ibu Siwi berjualan di trotoar sama dengan Ibu Nira, dan menurutnya berjualan di atas trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan lebih menguntungkan dibandingkan dengan berjualan di sekitaran rumah Ibu Siwi. Ibu Siwi mengatakan bahwa mereka diperbolehkan untuk berjualan di atas trotoar sesuai dengan kesepakatan, yang menurutnya, kesepakatan itu dibuat antara pedagang dengan pemerintah Kota Semarang.

Ibu Siwi melanjutkan pembicaraannya dengan mengatakan bahwa para pedagang di Jl. K.H Ahmad Dahlan diberikan waktu berjualan, saat hari Senin sampai Jumat, pedagang hanya diperbolehkan untuk berjualan di atas trotoar diatas jam 12 siang hingga pagi, sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu, para pedagang diperbolehkan untuk berjualan mulai dari pagi hingga pagi lagi alias tidak ada batasan waktu pada weekend.  

Walaupun menurutnya sudah ada kesepakatan dengan pemerintah kota untuk berjualan di atas trotoar, tetapi mereka tetap takut apabila ada Satuan Polisi Pamong Prajayang akan mengusir mereka, dari sini kamu merasa adanya kejanggalan atas pernyataan Ibu Siwi. 

Selanjutnya kami mewawancarai 2 orang pejalan kaki yang kebetulan kami lihat mereka berjalan di jalan raya, bukan di trotoar. Seorang anak SMA (Rico/16) ia mengatakan bahwa sejujurnya merasa terganggu dengan pedagang yang berjualan di atas trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan, karena hal itu ia terpaksa harus berjalan di jalan raya yang bisa dibilang ramai kendaraan. 

Selain itu Mas Rico mengatakan bahwa kali atau tempat air mengalir di depan RS. Telogorejo baunya tidak sedap, dia mengatakan mungkin salah satu penyebabnya ialah para pedagang yang membuang sampah atau sisa-sisa kotoran jualan mereka dan juga jalanan trotoar yang rusak dan kotor karena digunakan untuk berjualan. Mas Rico memberikan saran agar para pedagang diberikan tempat berjualan yang khusus untuk mereka berjualan di sekitar RS. Telogorejo, agar hal seperti ini bisa segera diatasi.

Kemudian, pejalan kaki yang kami wawancarai selanjutnya adalah bekas pedagang di atas trotoar di Jl. K.H Ahmad Dahlan (Siti/37). Ibu Siti mengaku bahwa dia pernah berjualan di atas trotoar di jalan itu 2 tahun yang lalu, dan sudah kapok berjualan karena pernah digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja saat itu.  Namun ia sekarang baru sadar bahwa berjualan di atas trotoar sangat mengganggu para pejalan kaki.

Pada tanggal 5 Desember 2018, saya bersama rekan tim saya melaksanakan wawancara menghaturkan laporan hasil wawancara kami terhadap keluhan pejalan kaki mengenai permasalahan ini kepada Kecamatan Semarang Tengah, dengan Bapak Wahid selaku Seksi Ketentraman dan Ketertiban, menurutnya tidak ada yang salah dari pihak manapun, pedagang berjualan di trotoar juga sudah ada SK Walikota Semarang Nomor 511 mengenai penetapan lokasi berjualan baki pedagang kaki lima di Semarang. Mengenai pejalan kaki yang merasa terganggu dengan pedagang yang berjualan di trotoar, pihak kecamatan bersama-sama dengan Dinas Perdagangan dan dari pihak Dinas Perhubungan akan selalu mengadakan sosialisasi mengenai ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun