Pemilu legislatif merupakan proses demokrasi yang krusial dalam menentukan komposisi anggota legislatif. Proses ini, meskipun idealnya berjalan lancar dan demokratis, seringkali diwarnai oleh sengketa. Munculnya sengketa hasil pemilu legislatif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari dugaan kecurangan, pelanggaran prosedur, hingga perbedaan interpretasi peraturan perundang-undangan. Dalam sistem hukum Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) memegang peranan penting dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Artikel ini akan membahas secara yuridis wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu legislatif.
Dasar Hukum Wewenang MK
Wewenang MK dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu legislatif berakar pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut, Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 memberikan wewenang kepada MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat, yaitu sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sengketa hasil Pemilu, dan pembubaran partai politik.
UU Pemilu kemudian merinci lebih lanjut mengenai sengketa hasil pemilu legislatif yang dapat diadili oleh MK. Pasal 1 angka 22 UU Pemilu mendefinisikan sengketa proses Pemilu sebagai perbedaan pendapat mengenai proses penyelenggaraan Pemilu, sedangkan sengketa hasil Pemilu didefinisikan pada Pasal 1 angka 23 UU Pemilu sebagai perbedaan pendapat mengenai hasil Pemilu. Lebih spesifik lagi, Pasal 169 UU Pemilu mengatur mengenai pengajuan permohonan penyelesaian sengketa hasil Pemilu ke MK. Permohonan tersebut diajukan oleh peserta Pemilu yang merasa dirugikan oleh hasil Pemilu.
Jenis Sengketa yang Dapat Diadili MK
MK hanya berwenang mengadili sengketa hasil Pemilu legislatif yang memenuhi persyaratan tertentu. Sengketa tersebut tidak mencakup seluruh permasalahan yang muncul dalam proses Pemilu. MK hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa yang berkaitan dengan:
Perselisihan hasil penghitungan suara: MK berwenang memeriksa perselisihan mengenai penghitungan suara yang berdampak pada perolehan kursi di DPR, DPD, atau DPRD. Perselisihan ini harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan sistematis, bukan hanya sekedar dugaan atau opini.
Pelanggaran administrasi Pemilu yang substansial: MK dapat memeriksa pelanggaran administrasi Pemilu yang berdampak signifikan terhadap hasil Pemilu. Pelanggaran ini harus bersifat substansial, artinya mampu mempengaruhi hasil akhir Pemilu secara material. Pelanggaran administrasi yang bersifat ringan atau tidak berpengaruh terhadap hasil Pemilu tidak akan dikaji oleh MK.
Perselisihan penetapan calon terpilih: MK berwenang memeriksa perselisihan mengenai penetapan calon terpilih sebagai anggota legislatif. Perselisihan ini dapat muncul jika terdapat perbedaan pendapat mengenai keabsahan penetapan tersebut.
Batasan Wewenang MK
Meskipun memiliki wewenang yang cukup luas, MK juga memiliki batasan dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu legislatif. MK tidak berwenang: