Akuntansi pajak penghasilan meliputi pajak penghasilan pasal 21/26, 22, 23/26, dan pasal 4 ayat (2).
*PPH pasal 21/26
Ketentuan mengenai saat terutangnya pph pasal 21/26 mengacu pada peraturan direktur jenderal pajak Nomor PER-16/pj/2016:
1. pph 21 dan/atau pph pasal 26 terutang bagi penerima penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
2. pph pasal 21 dan/atau pph pasal 26 terutang bagi pemotong pph pasal 21 dan/atau pph pasal 26 untuk setiap masa pajak.
3. saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukakannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
*pph pasal 22
saat terutang pph pasal 22 (peraturan menteri keuangan Nomor PMK-34/PMK.010/2017):
1. Pajak penghasilan pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk
2. Dalam hal pembayaran bea masuk atas impor barang ditunda atau dibebaskan maka pajak penghasilan pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang (PIB).
3. pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian barang oleh direktorat jenderal anggaran, bendaharawan pemerintah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah daerah, yang melakukan pembayarab atas pembelian barang dan barang usaha milik negara dan badan millik daerah yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
4. pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomatif, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, terutang dan dipungut pada saat penjualan mulai 1 januari 2009 industri rokok tidak ditunjuk sebagai pemungut pph pasal 22, PMK 210/PMK.03/2008).