Mohon tunggu...
Boike Liwang
Boike Liwang Mohon Tunggu... -

dibaca syukur, nggak juga nggak pa2.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Fenomena Ahok; Ancaman bagi Eksistensi Partai?

19 Maret 2016   20:33 Diperbarui: 19 Maret 2016   20:41 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula dari hengkangnya Ahok dari partai Gerindra yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur DKI mendampingi Jokowi  waktu itu, membuat seorang Ahok menjadi sosok yang non partai. Dan karena “warisan” dari Jokowi, akhirnya Ahok naik menjadi Gubernur.

Dengan segala kontroversi dari tindakan2 dan ucapan2nya, yang blak2an , dan tanpa kompromi, membuat dirinya “dimusuhi” oleh para legislator di Kebon Sirih sana. Beruntung akhirnya dia masih mendapat dukungan dari partai terbesar di DKI setelah dia memilih seorang kader dari partai tersebut menjadi Wakilnya.

Boleh jadi segala ucapan dan tindakannya membuat para “wakil rakyat” di DPRD DKI sana membencinya, tapi apakah masyarakat ibukota yang sangat melek informasi ini juga membencinya atau tidak menyukainya ? Ya…..ada saja bagian2 dari masyarakat di DKI yang sangat hegemoni ini menyatakan ketidak sukaan mereka terhadap Gubernur mereka, tapi tentu ada juga sebagian lain yang justru terkesima dan memuji tindakan2 sang gubernur yang menurut mereka ‘Gak ada duanya’.

 Menurut mereka, sebelum ini belum pernah ada gubernur yang begitu berani melawan para legislator di dprd sana, begitu berani menantang ormas2 yang menentangnya, termasuk terhadap yang paling memicu kontroversi, yaitu FPI.

Belum pernah ada Gubernur yang begitu berani merombak struktur PNS di lingkup DKI, mengganti Kadis2 yang dianggap tidak atau tidak bisa bekerja. Melelang (dengan sangat transparan) posisi2 Camat, Lurah, dan posisi2 penting di pemda dki. Melaporkan ke KPK mereka2 yang terdapat indikasi korupsi. Menciptakan sistim2 yang pada prinsipnya untuk menyelamatkan anggaran pemda agar tidak jadi jarahan para koruptor. Dan banyak lagi yang dilakukan yang akhirnya membuat dia semakin dibenci oleh mereka yang selama ini menikmati nikmatnya uang DKI.

Singkat cerita, para fans Ahok ini, dengan cara mereka sendiri2 melalui media2 sosial yang ada, mengutarakan pujian dan harapan2 mereka agar Ahok bisa terus memimpin DKI, termasuk untuk periode kedua.

Disinilah persoalannya;

Ahok kan non partai.          

Bukankah untuk dicalonkan jadi Gubernur (lagi) harus ada partai yang mau mengusungnya ? Bahkan dengan syarat minimal memiliki 22 kursi di badan legislatif, baik secara sendiri2 ataupun dengan berkoalisi. Lalu adakah partai2 nanti mau mengusung si Ahok, sedangkan sekarang saja mereka boleh dibilang memusuhinya ?

Tapi entar dulu, bukankah UU membolehkan pencalonan perorangan ? Dengan syarat dukungan (yang dibuktikan dengan

KTP) minimal 6,5 - 10% dari jumlah penduduk (yang terakhir dirubah oleh Mahkamah Konstitusi menjadi 6,5% - 10% jumlah Daftar Pemilih Tetap) ? Dan itu berarti +/- 600.000 ktp.

Bisakah itu terkumpul ?

Lalu para fans ini membentuk satu komunitas yang dinamakan “TEMAN AHOK” untuk bergerak mengumpulkan KTP dukungan untuk mewujudkan keinginan mereka. Karena menyadari mengumpulkan sejumlah KTP tersebut diatas tidaklah gampang, maka mereka memutuskan bergerak sedini mungkin. Itu terjadi kira2 pada pertengahan tahun lalu (2015), Dengan satu gerakan “Sejuta KTP untuk Ahok”, dan dipublikasikan lewat media2 sosial.  Rupanya gerakan ini mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat ibukota. Dan sampai akhir Februari (2016) yang lalu, sudah terkumpul sejumlah hampir 800.000 KTP.

Persoalan baru muncul, formulir dangan fotocopy ktp terlampir, diharuskan juga mencantumkan nama calon wakil gubernur yang akan mendampingi sang calon gubernur.

Aturan ini boleh jadi tidak punya tendensi khusus, hanya sekedar aturan dari KPU, tetapi oleh para AHOK LOVERS menganggap ini adalah konspirasi (?) untuk menggagalkan gerakan mereka.

Lalu apa yang terjadi ?

Setelah berita ini disebarkan lewat media2 sosial, muncullah posko2 Teman Ahok, booth2 di Mall2 seantero Jakarta yang bergerak mengumpulkan ulang ktp2 pendukung dengan formulir2 baru yang sudah mencantumkan nama calon gubernur. Ada juga gerakan door to door; perorangan; yang dengan tenaga dan uang sendiri mencetak dan menyebarkan formulir baru itu diantara teman2 ataupun kenalan.

Dan lihatlah apa yang terjadi di posko2 dan booth2 di mall2 ?

Orang2 membludak sampe harus mengantri untuk sekedar mendptkan formulir dan menyerahkan ktp mereka.

Inilah yang disebut Fenomena Ahok.

Apakah ini menjadi ancaman terhadap eksistensi partai ?

Banyak orang2 partai, melihat fenomena ini, entah iri, entah sirik, melontarkan kritikan, bahkan cemohan terhadap fenomena ini. Tapi apakah mereka sadar bahwa semakin mereka menghujat Ahok dan Gerakan Teman Ahok, maka simpatik pun semakin bermunculan. Bertubi-tubi mereka menyerang Ahok, maka bertubi-tubi pun simpatik akan datang.

Dan ini jelas sangat menguntungkan Ahok sendiri.

Lalu partai2 politik, apa yang kalian lakukan agar juga bisa menarik simpatik yang begitu febnomenal ini ?

Bukankah kalian pada pemilu mendatang, juga membutuhkan suara sebanyak-banyaknya untuk mencapai suatu kemenangan ?

Mungkin sebaiknya kalian mulai berpikir, dari pada memusuhi seorang Ahok, bukankah lebih baik berteman dengannya ? Dengan begitu kalian akan mendapat imbas dari rasa simpati kepada Ahok, kelak berubah menjadi simpati kepada partai kalian .

Bukankah ada adagium seperti ini : Temannya temanku adalah temanku juga.

NASDEM, dan mungkin juga HANURA, termasuk yang cerdas.

Salam Demokrasi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun