Bisakah itu terkumpul ?
Lalu para fans ini membentuk satu komunitas yang dinamakan “TEMAN AHOK” untuk bergerak mengumpulkan KTP dukungan untuk mewujudkan keinginan mereka. Karena menyadari mengumpulkan sejumlah KTP tersebut diatas tidaklah gampang, maka mereka memutuskan bergerak sedini mungkin. Itu terjadi kira2 pada pertengahan tahun lalu (2015), Dengan satu gerakan “Sejuta KTP untuk Ahok”, dan dipublikasikan lewat media2 sosial. Rupanya gerakan ini mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat ibukota. Dan sampai akhir Februari (2016) yang lalu, sudah terkumpul sejumlah hampir 800.000 KTP.
Persoalan baru muncul, formulir dangan fotocopy ktp terlampir, diharuskan juga mencantumkan nama calon wakil gubernur yang akan mendampingi sang calon gubernur.
Aturan ini boleh jadi tidak punya tendensi khusus, hanya sekedar aturan dari KPU, tetapi oleh para AHOK LOVERS menganggap ini adalah konspirasi (?) untuk menggagalkan gerakan mereka.
Lalu apa yang terjadi ?
Setelah berita ini disebarkan lewat media2 sosial, muncullah posko2 Teman Ahok, booth2 di Mall2 seantero Jakarta yang bergerak mengumpulkan ulang ktp2 pendukung dengan formulir2 baru yang sudah mencantumkan nama calon gubernur. Ada juga gerakan door to door; perorangan; yang dengan tenaga dan uang sendiri mencetak dan menyebarkan formulir baru itu diantara teman2 ataupun kenalan.
Dan lihatlah apa yang terjadi di posko2 dan booth2 di mall2 ?
Orang2 membludak sampe harus mengantri untuk sekedar mendptkan formulir dan menyerahkan ktp mereka.
Inilah yang disebut Fenomena Ahok.
Apakah ini menjadi ancaman terhadap eksistensi partai ?
Banyak orang2 partai, melihat fenomena ini, entah iri, entah sirik, melontarkan kritikan, bahkan cemohan terhadap fenomena ini. Tapi apakah mereka sadar bahwa semakin mereka menghujat Ahok dan Gerakan Teman Ahok, maka simpatik pun semakin bermunculan. Bertubi-tubi mereka menyerang Ahok, maka bertubi-tubi pun simpatik akan datang.