Seiring berjalannya rapat, yang paling menarik perhatian adalah akan adanya perubahan jumlah pimpinan MPR dan DPR yang artinya nanti jumah pimpinan MPR dan DPR akan berjumlah genap, bahkan hal ini sudah diingatkan oleh BU Neng Eem Marthamah dari Fraksi PKB, adapun pendapat beliau adalah sebagai berikut :
“…perubahan saya sepakat namun untuk saya mungkin perlu ingatkan asas yurisprudensinya terkait jumlah pimpinan yang kolektif kolegial itu biasanya ganjil tidak genap karena ini penting untuk mengambil keputusan jika kalau misalkan terjadi draw itu yang mungkin yang kita tidak inginkan…”.
Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Ibnu Multazan dari Fraksi PKB
“…melanjutkan mbak eem ini memang saya hanya sekedar mengingatkan kepada bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian tentang kelaziman pimpinan lembaga Negara itu kan ganjil misalnya KPU ganjil, MK ganjil, DPR genap pada akhirnya, MPR genap tetapi MKD ganjil ini hanya mengingatkan saja mungkin tanpa bisa merubah keputusan karena politik itu apa saja bisa terjadi, yang kedua tuhan pun sudah mengingatkan kepada kita innalaha yuhibbul witra kan ini masih akan dibahas dipanja lagi tentunya barangkali ini temen-temen panja bisa berubah pikiran walaupun tidak berubah pikiran setidak-tidaknya kami dari PKB sudah memberi peringatan sudah menginatkan sudah memberi tausiyah kepada kita semua sehingga kalau pun baik ini memang moga-moga menjadi keputusan yang baik walaupun nanti toh kurang baik bisa kita evaluasi dikemudian…”
Bahkan pada rapat paripurna tanggal 24 Januari 2017, Bu EEM juga telah kembali mengingatkan mengenai hal ini dan meminta kepada pimpinan rapat untuk mencermatinya. Melihat dinamika perubahan UU MD3 ini kita dapat melihat hal yang paling mencolok adalah mengenai jumlah pimpinan, patut bdisayangkan memang dalam pelaksanaannya banyak undang-undang yang memiliki urgensi yang dibutuhkan segera masih banyak terbengkalai namun waktu habis dipergunakan untuk membahas UU yang mengatur internal lembaga parlemen itu sendiri.
Tidak ada yang salah memang karena setiap kebijakan yang baik memang harus diawali dengan internal yang baik pula. Namun apakah tidak sebaiknya dilakukan pembahasan terhadap undang-undang yang memiliki dampak kepada masyarakat secara luas, seperti RUU KUHP yang saat ini masih dalam tahap pembahasan buku ke 2, lalu bagaimana nasih KUHAP yang baru? KUHPerdata yang baru? Padahal ini penting manfaatnya untuk masyarakaat luas, lebih lagi sangat bermanfaaat bagi para civitas akademika fakultas hukum yang sampai saat ini hanya disuguhi cita cita KUHP baru, KUHAP baru, dan KUHPerdata baru, namun yang terjadi hal tersebut hanyalah menjadi buah bibir semata.
Patut disesalkan para anggota dewan malah focus membahas aturan yang menjadi aturan internal mereka sendiri padahal usia UU tersebut terbilang masih segar. Memang UU yang memiliki nuansa politis yang besar seperti UU MD3 ini akan sangat hangat diperbincangkan bahkan didiskusikan tak terkecuali oleh para anggota dewan yang terhormat, sehingga terlihat sangat semangat dalam proses pembahasannya terlihat dari jumlah anggota yang hadir pada saat rapat. Untuk sekarang kita masih menunggu tindak lanjut dari pengesahan RUU MD3 menjadi RUU usul inisiatif DPR, sehingga untuk kita memang masih sedikit asyik untuk sekedar memperbincangkannya dan menunggu hasil pengesahan RUU menjadi UU tentang MD3. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H