Ahad siang, pada tanggal yang sama 21 tahun yang lalu...
Seorang gadis kecil berumur 11 tahun berlari melintasi persawahan yang sepi. Ada bulir-bulir air mata yang mengalir tersapu angin, aroma wangi bunga bersilir-silir, entah dari mana datangnya, mungkin malaikat yang sedang melindungi gadis kecil itu agar tak terjatuh saat melompati parit di tengah sawah, atau saat meniti jembatan bambu yang licin.
Gadis kecil baru memperlahan larinya saat mendekati sebuah rumah berdinding anyaman bambu. Nafasnya tersenggal, wanita separuh baya yang sedang duduk di atas lincak segera berdiri, memeluk berusaha memberi ketenangan.
Beberapa bulan sebelum itu...
Seorang bapak sedang memetik kelapa muda untuk gadis kecilnya,
"Hati-hati Pa..." lengking gadis kecil berulang kali. Si bapak hanya tersenyum di atas sana, ada sinar bahagia tersirat di mata lelaki itu.
Lihatlah cinta itu tumbuh begitu apa adanya, begitu alami, cinta seorang anak pada bapaknya. Ia takut bapaknya terjatuh dari pohon kelapa :)
"Ali minum dulu yang banyak ya!" Pinta bapak
Baru dua, tiga teguk. "Sudah pa..."
"Minum lagi?"
"Ga mau, kenyang..."
"Nanti Bapak habisin loh."
"Iya ga apa-apa."
"Minum sedikit lagi aja ya..." rayu bapak
"Ga mau..."
Si bapak menyerah, ia meminum air degan itu, namun cuma beberapa teguk, lalu disisihkannya ditempat yang teduh. Ia tahu putrinya pasti ingin minum lagi nanti.
Lagi-lagi cinta itu ada...cinta orang tua pada anak-anaknya tak kan pernah bisa terukur. Dan suatu saat kita semua akan tersadar dan belajar dari rasa itu.
Kebahagaian semacam itu sering kali terjadi, meski terasa terlalu singkat. Karena memang pada hakikatnya tak ada yang abadi di dunia ini. begitu juga dengan kebahagiaan masa kecil itu..
Semua orang pernah sakit, begitu juga bapak, ia sakit, sembuh sebentar, sakit lagi, dan...
Ahad, 11 November 1991
Bapak terbaring lemah sekali, seorang tetangga datang membacakan Surat Yassin. Gadis kecil berdiri di sisi dipan tanpa mengetahui apa gerangan yang akan terjadi, hingga lelaki yang membaca Surat Yassin itu menyuruhnya mengambil kain putih. Gadis kecil segera memberinya jilbab putih yang biasa ia pakai untuk mengaji, ia berharap jilbab itu akan memberi sedikit kesembuhan.
"Yang sabar ya, kita semua akan menyusulnya ke syurga." Ucap lelaki itu pelan
Di antara rasa mengerti dan tidak percaya, gadis kecil berlari ke dapur.
"Bapak sudah tidak ada...." Kalimatnya bergetar. Kedua kakak perempuannya termanggu, air mata menggenang. Ibu terisak-isak. Kakak laki-laki berlari keluar, mencari adik kecilnya yang sedang bermain entah dimana.
Gadis kecil berlari, sedih yang tak tertanggungkan, kemana ia akan mengadu bila merasa rindu, benarkah tak ada lagi kesempatan untuk pergi ke kebun bersama, ke pasar bersama, benarkah bapak tak akan pernah lagi duduk di teras menunggunya pulang mengaji, kalau ia sebegini sedihnya lalu apa jadinya dengan adik kecil? Bagaimana adik kecil bisa melewati saat-saat menyedihkan ini?
Ya Rabb... Masih ada satu lagi gadis kecil yang masih sangat belia, belum puas menikmati kasih sayang bapak, mungkin juga akan kesusahan untuk mengingat wajahnya kelak, ia masih teramat mungil Ya Allah.
Berita duka segera tersiar dari corong masjid, menyentak perempuan paruh baya yang selama ini mengurus kelima anak di rumah yang sekarang sedang berkabung itu, memandikan mereka, menyuapi mereka, dan menemani mereka bermain saat ibu bapak mereka sibuk bekerja. Perempuan paruh baya segera bergegas mengunci pintu yang terbuat dari bambu, duduk sebentar di atas lincak untuk menenangkan hati. Ia terbayang kelima anak-anak kecil yang ia asuh, bagaimana jadinya mereka tanpa ayah?
Gadis kecil seperti muncul begitu saja di depannya dengan napas tersenggal, menubruknya dan menangis...
***
Hari ini, ahad 11 November 2012
Malam ini ku untai doa, ku larungkan bersama rindu yang tak pernah pupus. Â Semoga doa kami menjadi amalmu yang tak pernah terputus. Allohuma Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H