Dalam menghadapi krisis seperti ini, diperlukan reformasi hukum yang menyeluruh. Reformasi ini tidak hanya terbatas pada pembaharuan dalam substansi hukum, seperti pembentukan undang-undang baru atau revisi peraturan yang sudah ada, tetapi juga memerlukan perubahan dalam struktur hukum dan budaya hukum secara keseluruhan. Ini berarti mencakup aspek immateriil dalam hukum, seperti budaya hukum, etika/moralitas hukum, aparatur penegak hukum, dan ilmu/pendidikan hukum.
Pembaruan hukum harus melibatkan upaya untuk membangun budaya keadilan yang kokoh. Ini berarti menciptakan lingkungan di mana para penegak hukum memiliki integritas yang tinggi dan berkomitmen pada pelayanan masyarakat, bukan sekadar mencari keuntungan pribadi atau finansial. Selain itu, pembaruan hukum juga harus mengarah pada pembentukan struktur hukum yang responsif terhadap nilai-nilai Pancasila, yang merupakan landasan moral dan filosofis bagi negara Indonesia.
Salah satu teori yang relevan dalam konteks ini adalah teori pemikiran hukum responsif yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick. Menurut teori ini, hukum harus bersifat responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, dan hal ini lebih sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang cenderung mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dengan pendekatan responsif ini, hukum diharapkan dapat lebih efektif dalam menyelesaikan masalah sosial dan menjamin keadilan bagi semua warga negara.
Pancasila memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan hukum di Indonesia. Sebagai panduan utama, Pancasila menjadi sumber nilai dan paradigma utama untuk perubahan hukum. Dalam konteks ini, hukum harus diarahkan untuk mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan sosial. Melalui pendekatan yang responsif terhadap Pancasila, hukum dapat memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah.
Dalam menerapkan prinsip-prinsip ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, lembaga hukum, masyarakat sipil, dan semua pemangku kepentingan terkait. Reformasi hukum yang sukses memerlukan keterlibatan aktif dari semua pihak untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar kosmetik, tetapi benar-benar mengakar dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks Indonesia, di mana keadilan sosial dan keadilan dalam sistem hukum sangat dihargai, upaya untuk mengatasi keterpurukan dalam penegakan hukum adalah sebuah tuntutan moral dan politik yang mendesak. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, Indonesia dapat melangkah menuju sistem hukum yang lebih adil dan berdaya, yang sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H