Begitu juga dengan Rafi, anak keduanya yang berusia enam tahun. Kedua anak itu menginginkan dua, sementara Marlop merebus telur pas-pasan masing-masing satu. Terpaksa dia merebus dua kali.
Di rumah yang berbeda, Tiur memiliki empat anak. Akan tetapi sejak kecil, Jalottup, keponakan suaminya ikut mereka sejak kecil dan selalu tidur di rumah kecil belakang rumah utama, menjaga gudang getah. Suami Tiur adalah pembeli getah yang kemudian dijual ke pabrik.
Tiur bingung, berapa telur yang akan direbusnya. Biasanya Jalottup membawa temannya tidur di rumah kecil itu. Dia tak sampai hati jika hanya mengaja Jalottup saja yang makan telur. Diintipnya tempat tidur  keponakannya. Dia mengurut dada, teman Jalottup ada enam orang.
Dia pun merebus telur sebanyak tiga belas butir. Setelah matang, Tiur membangunkan anak-anaknya juga Jalottup beserta genk-nya. Berbaris lah para pemuda itu beserta keempat anak Tiur. Seperti di asrama saja. Lalu wanita itu membagi masing-masing satu.
Ketuju pemuda itu bingung, mengapa mereka diberi telur.
"Untuk apa telor ini?" tanya Jalottup bingung.
"Obat Corona. Makan sajalah!" jawab Tiur.
"Bah, resep dari mana itu, Nantulang, telur rebus jadi obat corona?" tanya salah satu pemuda.
"Dari Facebook. Ada anak bayi lahir dan mengatakan jika obat pencegah Corona adalah telor rebus."
"Bah, anak siapa pula itu? Entah anak jin-nya," sambung pemuda yang lain.
"Naik daunlah telor ini. Awas kau, Bang!" ujar Jalottup pada pemuda yang bernama Babang.