Desa Gadingsari yang berletak di Kecamatan Binakal, Kabupaten Bondowoso ini banyak menyimpan potensi yang masih tersembunyi dan belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.Â
Mungkin banyak dari kita masih belum tahu apa itu kerupuk pattola. Kerupuk pattola merupakan makanan khas desa Gadingsari yang terbuat dari tepung beras dan tepung tapioka.Â
Kerupuk pattola ini sangat cocok jika disandingkan dengan makanan pokok atau hanya dijadikan sebagai camilan.
Pada satu kesempatan (28/07), kelompok KKN UNEJ 249 yang mengabdi di desa Gadingsari dapat mengikuti proses pembuatan kerupuk pattola dari awal hingga akhir.Â
Salah satu pengusaha kerupuk pattola, Ibu Hat memberi kita kesempatan untuk belajar membuat kerupuk pattola ini. Bu Hat sudah menjalankan usaha ini mulai tahun 2010 dan merupakan warisan dari orang tua Bu Hat.Â
Proses pembuatan kerupuk pattola ini memerlukan waktu kurang lebih 3 jam mulai dari mencampur bahan-bahan dan pencetakannya.Â
Tepung beras dan tepung tapioka dicampurkan menggunakan resep sederhana yaitu bawang putih, garam, dan penyedap rasa. Setelah semua bahan tercampur dan kalis, adonan kemudian dicetak menggunakan cetakan khusus dan unik.
Cetak khusus kerupuk pattola inilah yang menjadi salah satu keunikan dari pembuatan kerupuk pattola. Untukmenghasilkan bentuk dari kerupuk, cetakan ditekan dengan cara diduduki kemudian adonan keluar dari cetakan membentuk panjang.Â
Diperlukan teknik khusus ketika mencetak dan mengambil adonan yg sudah berbentuk agar bentuk dari kerupuk pattola tidak rusak dan hancur. Setelah proses pencetakan, kerupuk pattola harus dikukus kemudian dijemur hingga kering.Â
Lama dari prosss penjemuran bergantung pada cuaca. Jika cuaca panas maka kerupuk pattola dapat kering dengan cepat dan siap untuk digoreng.
Masyarakat Gadingsari biasanya menjual kerupuk pattola mentah dengan berat kurang lebih 2 ons yang dikemas dalam kemasan plastik, menurut Bu Hat.Â
Setiap kemasan dijual dengan harga 5 ribu rupiah. Kerupuk mentah hanya dijual di sekitar desa Gadingsari. Terkadang juga Bu Hat menerima pesanan dari warga sekitar yang akan mengadakan hajatan.
Permasalahan yang yang dialami oleh para produsen kerupuk pattola menurut Bu Hat dan suaminya adalah pada pemasarannya. Karena itulah kerupuk pattola masih belum banyak orang yang tahu.Â
Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh Bu Hat adalah mereka masih belum mempunyai karyawan sehingga masih belum bisa memproduksi dalam jumlah banyak.
Kelompok KKN UNEJ 249 berusaha membantu warga yang memiliki usaha kerupuk pattola untuk mengembangkan usaha mereka.Â
Setelah melakukan itu, kelompok KKN UNEJ 249 berupaya untuk mengedukasi dan memberikan pengarahan pada masyarakat untuk memanfaatkan media sosial sebagai platform untuk memasarkan kerupuk pattola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H