Mohon tunggu...
Silla Agustin
Silla Agustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Aku tidak sebaik kamu, pun dengan tulisanku. "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." _Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengukir yang Hilang

19 Mei 2024   22:00 Diperbarui: 19 Mei 2024   23:02 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Astagfirullahalazim. Mbak, kamu tidak apa-apa?" Pria itu berulang kali mengetuk kaca mobil, berharap sosok yang ada di dalam sana mendengarnya. Namun, ketika ia menajamkan penglihatannya, netranya membelalak tak percaya tatkala melihat keadaan gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Segala cara telah ia lakukan supaya bisa mengeluarkannya dari dalam mobil. Qodarullah, setelah setengah jam berada di bawah guyuran air hujan akhirnya ia bisa mengeluarkan Bayyinah. Ia segera memindahkan Bayyinah ke mobilnya dan membawa gadis itu ke rumah sakit.

Setelah tiga puluh menit berlalu, beberapa meter dari kejauhan, pria itu melihat bangunan tua yang menjulang tinggi. Ia merapal hamdalah. Sedikit lagi ia akan sampai pada tujuan. Pria itu kembali melirik keadaan Bayyinah. Kali ini kelopak matanya benar-benar tertutup rapat, bahkan gadis itu tak lagi merintih kesakitan. Ditambah cairan merah itu seolah tak ingin berhenti mengalir. Tidak. Seharusnya ia memperbanyak husnudzon kepada Allah. Serahkan semuanya kepada Allah, biidznillah. Semua akan baik-baik saja.

Kemeja putih yang dipenuhi bercak merah itu menggendong tubuh Bayyinah memasuki ruangan. Dengan sigap beberapa suster yang melihatnya segera membawakan brangkar. Tanpa berpikir panjang, pria itu yang bernama Abil itu membaringkan tubuh Bayyinah di atasnya. Suara derap langkah terdengar ganjil beriringan, saling bersahutan dengan roda brangkar yang bergesekan dengan lantai. Di menit selanjutnya, pria itu hanya mampu berdiri di ambang pintu UGD, menatap Bayyinah yang perlahan menghilang dari penglihatan.

Abil mendudukkan diri di kursi yang telah tersedia. Pria itu mengusap wajahnya frustasi. Namun, jauh di dalam hatinya pria itu merapalkan banyak-banyak istigfar. Tidak sepatutnya ia merasa gusar seperti ini. Yakinlah bahwa setiap kesulitan, selalu ada kemudahan.

"Keluarga pasien?" Beberapa menit menunggu, Abil yang memilih menunduk dalam itu mendongak tatkala suara bariton dari pria paruh baya berjas putih itu menbuyarkan lamunanan singkatnya.

 "Saya--saudaranya, Dokter. Bagaimana kondisi pasien?" ucapnya sedikit gelagapan.

"Terdapat benturan keras di kepala pasien sehingga menyebabkan pendarahan yang cukup hebat. Sampai saat ini pasien belum sadarkan diri."

"Lakukan apa pun demi kesembuhan pasien, Dokter." Pria itu mengucapkannya penuh harap. Bahkan, cairan bening di pelupuknya mengantri untuk menetes. Hanya dengan sekali kedipan mata, bening itu akan luruh.

"Sebelumnya kami akan melakukan beberapa tes laboratorium kepada pasien. Oleh karena itu kami membutuhkan persetujuan dari keluarga pasien." Pria itu mengangguk secepat kilat. Setelahnya, Abil pergi mengikuti dokter di belakang dengan jarak yang lumayan jauh.

Kini, malam telah memasuki lebih dari separuhnya. Hawa dingin berkeliaran membuat Abil kembali mengeratkan jaket yang dikenakannya. Setelah melaksanakan salat isya', seperti biasanya Abil membuka mushafnya untuk melanjutkan muraja'ah dengan menggunakan lagam nahwand. Lagam yang selalu mengingatkannya pada seseorang. Sosok yang begitu ia rindukan.

Suara itu terdengar parau dan tercekat di tenggorokan, tetapi sebisa mungkin Abil berusaha tegar sampai ayatnya habis. Tetesan demi tetes membasahi Qur'an kecil pemberian mendiang adik perempuannya. Tanpa Abil sadari, gadis yang terbaring dengan alat medis yang melekat di sebagian tubuhnya perlahan menggerakkan jemarinya. Netranya sedikit mengerjap, dari ujung matanya cairan bening itu luruh. Setelahnya, Bayyinah membuka kelopak mata. Menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya di ruangan. Mendengar suara itu, Bayyinah kembali memejamkan matanya, menikmati lantunan yang berhasil membuatnya tersadar dari komanya. Selain itu lantunan yang dibacakan Abil mampu membuat dadanya terasa sesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun