Mohon tunggu...
Silla Agustin
Silla Agustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Aku tidak sebaik kamu, pun dengan tulisanku. "Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." _Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balutan Cinta Rasulullah

27 Januari 2024   06:43 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:59 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Selain itu, sesuai anjuran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk tidak berlebihan dalam melakukan sesuatu karena itu adalah perbuatan setan," imbuhnya setelah mendapat anggukan dari Bima.

"Afwan, Mas. Jika waktunya menjadi dua hari satu malam, apakah kegiatannya juga akan dikurangi?" Maziyah bertanya sembari mencatat kembali perubahan agenda.

"Tidak. Kegiatan tetap sama. Daurah, mabit, rihlah." Dimas menjawabnya dengan sangat cepat dan tegas.

"Mas Dimas maaf, apakah transportasinya tidak menimbulkan fitnah?" Kini giliran aku yang mengeluarkan unek-unek.

"In syaa Allah tidak. Selain ada murabbi sebagai penanggung jawab, posisi duduk ikhwan di depan dan akhwat di belakang." Keheningan kembali tercipta. Semuanya membisu. Atensiku melirik Maziyah yang masih sibuk dengan pena dan juga selembar putihnya. 

"Baiklah jika dirasa cukup dan waktu sudah memasuki waktu zuhur, pembahasan ini akan didiskusikan kembali nanti bersama panitia lain, Ustaz Arifin, dan Ustazah Maryam. Sebelum mengakhiri rapat kali ini alangkah baiknya jika kita akhiri dengan mengucap hamdalah dan doa kafaratul majelis. Semoga Allah ridho dengan apa yang kita lakukan."

Setelah mengucap salam, kedua pria itu berlalu pergi setelahnya disusul oleh Fathia yang berjalan di belakangnya. Aku menghela napas berat lalu tersenyum singkat. Entah mengapa, segumpal sesak bersarang di dadaku. Aku memejamkan mata, merapalkan istigfar seraya meremas gamisku dengan kuat. Entah mengapa, perasaan ini sulit dijelaskan. Seperti ada virus merah jambu yang berhasil bertahta di hatiku.

Seharusnya aku sadar diri, bukan malah memantaskan diri. Dia yang paham agama tak pantas denganku yang fakir ilmu. 

Terik. Baskara kini berada tepat di atas ubun-ubun. Langkahku kini beralih ke pojok masjid untuk mengambil air wudu. Tidak berselang lama, kini aku duduk dengan memakai kain putih berbordir di tempat khusus wanita. Sembari menunggu azan, aku memilih untuk berzikir dengan beberapa kalimat tasbih, tahmid, dan tahlil. Zikir merupakan obat penenang hati dikala resah dan gundah. Dengan berzikir mengajarkan arti syukur, sabar, dan mendekatkan diri kepada Allah. Ada pun zikir yang apabila kita membacanya akan memperberat timbangan di akhirat kelak, yaitu subhanallah wabihamdihi, subhanallahiladzim.

Sayup-sayup naungan azan terdengar berkumandang. Aku terhanyut, kalam Allah seakan-akan berhasil menghipnotis pendengaranku. Aku mengikuti bait demi bait suci dari bibir manisku. Hatiku tidak berhenti bergetar, mengalirkan sensasi ketenangan dalam jiwa. Sungguh, rasanya seperti memang Allah sedang memeluk hambanya. Aku tersadar ketika suara itu telah menghilang tanda berakhirnya azan. Aku membaca doa sesudah azan dan doa-doa yang lain. Bukankah meminta kepada Sang Pemberi di waktu yang mustajab itu lebih baik?

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh berdoa antara adzan dan iqomah tidak tertolak, maka pergunakanlah untuk berdoa." (HR. Ahmad).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun