Mohon tunggu...
Fikram Akbar
Fikram Akbar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa D4 Keuangan dan Perbankan Syariah PNJ

Seseorang yang senang melakukan kegiatan bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Duck Syndrome Lebih Dekat

24 Januari 2022   18:40 Diperbarui: 24 Januari 2022   18:53 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita pasti mengenal hewan lucu dan menggemaskan yang bernama bebek. Bebek memiliki kemampuan untuk berenang diatas air. Namun, apakah kalian menyadari bahwa bebek nampak tenang di atas air, tetapi dia mengalami kepanikan luar biasa pada bagian tubuh di bawah air. Nah, fenomena bebek tersebut dapat dianalogikan sebagai duck syndrome. Lantas, bagaimana fenomena duck syndrome pada kehidupan nyata?

Untuk memahami lebih jauh pada kehidupan nyata, kita dapat memulai dari pertanyaan. Pernahkah kamu menerima anggapan dari orang sekitar bahwa kehidupan kamu terlihat tenang, tetapi jauh dalam lubuk hati, kamu mengalami tekanan, tuntutan, dan beban yang luar biasa?. Jika iya, kemungkinan besar kamu mengalami duck syndrome. Namun, tak perlu risau karena sindrom ini belum dikategorikan sebagai penyakit mental.

Duck Syndrome memiliki dampak yang buruk pada kegiatan kita sehari-hari. Umumnya, penderita akan mengalami gejala mirip gangguan mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Selain itu, terdapat gejala lainnya, seperti pikiran sulit tenang, self-esteem yang rendah, gugup, membandingkan diri, dan menganggap hidup orang lain lebih baik. Penderita juga menganggap kehidupan mereka sedang diamati orang lain, sehingga wajib bagi mereka untuk menampilkan kehidupan diri mereka sebaik-baiknya. Di sisi lain, sindrom ini dapat menggangu fisik, seperti mual, otot tegang, dan energi rendah.

Untuk terhindar dari duck syndrome, kita perlu mengetahui terlebih dahulu terkait faktor-faktor pemicu sindrom ini. Berikut adalah beberapa faktor duck syndrome :

* Jejaring sosial

Jejaring sosial memiliki peran penting dalam menampilkan kehidupan orang lain. Hal inilah yang mengakibatkan seseorang membandingkan kehidupannya dan menganggap hidup orang lain lebih baik.

* Ekspektasi orang sekitar yang tinggi

Ketika seseorang menyadari bahwa dia memikul ekspektasi yang tinggi dari orang terdekatnya, secara tidak langsung hal ini memberikan tuntutan untuk memenuhi ekspektasi tersebut dan menyebabkan kekhawatiran jika tak mampu merealisasikannya.

* Transisi ke kehidupan kampus dapat menjadi kondisi sulit

Pada tahap ini sering kali siswa mulai menjalani hidup jauh dari keluarga untuk pertama kalinya dan mengalami tuntutan yang meningkat secara signifikan dari perubahan akademik, ekstrakurikuler, dan sosial

* Mengalami peristiwa traumatik, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dsbnya.

* Lingkungan yang kompetetif dapat memicu kewalahan dan meningkatkan tekanan pada diri sendiri untuk mencapai target tertentu.

Setelah mengetahui faktor-faktornya, berikut adalah cara yang dapat digunakan untuk mengatasi duck syndrome :

* Mencintai diri sendiri

Kamu adalah kamu bukan orang lain !. Oleh karena itu, tidak perlu risau akan tuntutan yang diberikan orang lain. Cukup jalani apa yang ingin dicapai dalam kehidupan dan mulai mencintai diri sendiri

* Hindari gaya hidup tidak sehat, seperti mengonsumsi alkohol

Alkohol dipercaya oleh sebagian orang dapat mengatasi permasalahan yang terjadi. Namun, hal tersebut hanyalah bualan semata. Alkohol dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis kamu, sehingga jangan pernah tergoda untuk mengonsumsi alkohol

* Sediakan waktu untuk relaksasi diri

Kamu berhak mendapatkan penghargaan untuk diri sendiri dengan cara jalan-jalan, olahraga, yoga, dan hobi yang kamu minati

* Jangan keras terhadap diri sendiri

Ketika kamu sudah dalam titik lelah, beristirahatlah dan mulai kembangkan rencana untuk membuat diri lebih baik

* Berhenti untuk membandingkan diri Kamu dengan orang lain

Membandingkan diri dengan orang lain merupakan tindakan sia-sia karena setiap manusia memiliki spesialisasinya tersendiri. Oleh karena itu, ubahlah pola pikir menjadi lebih positif dengan cara berhenti membandingkan diri dengan orang lain.

Apabila kamu mengalami gejala duck syndrome dan sulit untuk mengatasinya, jangan ragu untuk hubungi psikolog terdekat dengan kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun