Kita pasti mengenal hewan lucu dan menggemaskan yang bernama bebek. Bebek memiliki kemampuan untuk berenang diatas air. Namun, apakah kalian menyadari bahwa bebek nampak tenang di atas air, tetapi dia mengalami kepanikan luar biasa pada bagian tubuh di bawah air. Nah, fenomena bebek tersebut dapat dianalogikan sebagai duck syndrome. Lantas, bagaimana fenomena duck syndrome pada kehidupan nyata?
Untuk memahami lebih jauh pada kehidupan nyata, kita dapat memulai dari pertanyaan. Pernahkah kamu menerima anggapan dari orang sekitar bahwa kehidupan kamu terlihat tenang, tetapi jauh dalam lubuk hati, kamu mengalami tekanan, tuntutan, dan beban yang luar biasa?. Jika iya, kemungkinan besar kamu mengalami duck syndrome. Namun, tak perlu risau karena sindrom ini belum dikategorikan sebagai penyakit mental.
Duck Syndrome memiliki dampak yang buruk pada kegiatan kita sehari-hari. Umumnya, penderita akan mengalami gejala mirip gangguan mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Selain itu, terdapat gejala lainnya, seperti pikiran sulit tenang, self-esteem yang rendah, gugup, membandingkan diri, dan menganggap hidup orang lain lebih baik. Penderita juga menganggap kehidupan mereka sedang diamati orang lain, sehingga wajib bagi mereka untuk menampilkan kehidupan diri mereka sebaik-baiknya. Di sisi lain, sindrom ini dapat menggangu fisik, seperti mual, otot tegang, dan energi rendah.
Untuk terhindar dari duck syndrome, kita perlu mengetahui terlebih dahulu terkait faktor-faktor pemicu sindrom ini. Berikut adalah beberapa faktor duck syndrome :
* Jejaring sosial
Jejaring sosial memiliki peran penting dalam menampilkan kehidupan orang lain. Hal inilah yang mengakibatkan seseorang membandingkan kehidupannya dan menganggap hidup orang lain lebih baik.
* Ekspektasi orang sekitar yang tinggi
Ketika seseorang menyadari bahwa dia memikul ekspektasi yang tinggi dari orang terdekatnya, secara tidak langsung hal ini memberikan tuntutan untuk memenuhi ekspektasi tersebut dan menyebabkan kekhawatiran jika tak mampu merealisasikannya.
* Transisi ke kehidupan kampus dapat menjadi kondisi sulit
Pada tahap ini sering kali siswa mulai menjalani hidup jauh dari keluarga untuk pertama kalinya dan mengalami tuntutan yang meningkat secara signifikan dari perubahan akademik, ekstrakurikuler, dan sosial
* Mengalami peristiwa traumatik, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dsbnya.