Mohon tunggu...
10_Kadek Anggun Damarani
10_Kadek Anggun Damarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami "Keabu-Abuan" Konsep Karma: Penuntun ke Jalan Dharma atau Adharma?

20 Maret 2024   14:04 Diperbarui: 20 Maret 2024   14:13 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum karma yang merupakan bagian dari Panca Sradha adalah salah satu aspek penting yang patut dijadikan pedoman oleh semua umat Hindu dalam berperilaku di muka bumi. 

Umat Hindu meyakini adanya hukum karma pada diri manusia yang lahir ke dunia. Apapun tingkah laku yang kita lakukan saat ini, bisa menjadi karma di masa mendatang ataupun buah hasil perbuatan dari karma masa lalu. “apa yang kau tabur, itulah nantinya yang akan kau tuai”, seperti pepatah inilah jalan karma manusia yang ibarat cermin perilaku. Sederhananya apabila berperilaku baik maka akan menuai karma baik begitupun sebaliknya. 

Di zaman sekarang kita memasuki masa “abu-abu”. Mengapa begitu? Zaman sekarang kita sulit menentukan mana yang baik dan benar, semua abu-abu. Yang baik disangka salah, dan yang salah disangka benar. Begitulah gambaran keadaan umat saat ini. 

Dengan perkembangan zaman, umat secara tidak sadar mulai meninggalkan ajaran tattwa beragama. Tulisan ini bermaksud mengupas secara padat dan singkat mengenai hukum karma dan perilaku umat yang menyimpang dari hukum karma itu sendiri. 

Penekanan utama diletakkan esensi hukum karma yang merupakan bagian dari panca Sraha yang seiring berjalannya waktu terjadi pergeseran pemahaman oleh umat Hindu. 

Diharapkan dengan adanya tulisan ini, dapat berguna bagi umat Hindu untuk menambah pemahaman serta membuka wawasan tentang esensi penting dari karma yang dilakukan semasa hidup serta menjadikan pedoman perilaku lebih baik dengan menaati ajaran-ajaran tattwa.

Karma dalam Panca Sradha

Karmaphala adalah salah satu ketakinan dalam ajaran agama Hindu. Kata ‘Karma’ memiliki arti perbuatan, Tindakan atau perilaku. Kemudian kata ‘phala’ memiliki arti hasil yang didapatkan. Sehingga Karmaphala adalah hasil yang didapatkan dari Tindakan atau perilaku seseorang. Dalam menjalani kehidupan tentu saja kita memiliki tujuan yang akan kita capai. Seperti contoh, kita bersekolah dengan tujuan untuk menerima Pendidikan yang layak dan menciptakan pribadi berkarakter. Selaras dengan konsep karma, kita melakukan tindakan di masa sekarang, pasti akan membuahkan tujuan berupa hasil entah langsung pada saat melakukan tindakan maupun nanti. Berdasarkan waktunya, karma dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, 

  • Sancita karmaphala adalah jenis perbuatan yang didapatkan pada kehidupan sekarang yang merupakan buah dari karma di kehidupan sebelumnya.
  • Prarabda karmaphala adalah jenis perbuatan yang dilakukan pada saat ini, dan buah hasilnya akan diterima saat ini juga.
  • Kryamana karmaphala adalah jenis perbuatan yang dilakukan pada kehidupan saat ini, namun hasilnya akan dinikmati di kehidupan selanjutnya setelah bereinkarnasi.

Ketiga jenis karmapala tersebut, tidak dapat kita tentukan kapan terjadinya. Hanya Ida sang Hyang Widi Wasa lah yang memiliki kuasa akan hal tersebut. Kita sebagai umat Hindu hanya berkewajiban untuk menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran tattwa. Lantas apakah kita bisa menentukan kehidupan kita dimasa depan akan berjalan seperti apa? Tentu saja bisa, manusia bisa merencanakan apapun, namun selebihnya Tuhan yang akan menentukan. 

Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, sangat sederhana seorang manusia tersebut hendaklah selalu berperilaku sesuai dengan ajaran Dharma. Sebuah kemustahilan apabila umat yang ingin hidupnya layak, namun selalu berperilaku semena-mena dan jauh dari ajaran agama yang baik. Apalagi di zaman sekarang, beberapa umat memandang bahwa segala perbuatan yang dilakukan di saat ini akan berbuah hasil yang instan tanpa memahami konsep karmaphala tersebut. Karna individu sudah jauh dari ajaran Sradha dan mengedepankan logika yang instan, sehingga melupakan esensi dari keyakinan akan hukum karmaphala di dunia.

Mengapa individu yang berperilaku di luar ajaran tattwa cenderung diberikan kebahagiaan lebih?

Sebagian besar umat pasti pernah merasakan bagaimana rasanya sudah berperilaku baik, rajin berdoa, berdharma, namun ujian semakin berat dibandingkan dengan individu lain yang jauh dari ajaran Dharma namun hidupnya justru bahagia. Pemikiran ini terkesan sangat egois, namun di masa ini individu cenderung mengedepankan logika berpikir dibanding tattwa agama. Sehingga, apabila direspon dengan logika yang negatif pasti akan menimbulkan sebuah pemikiran yang tidak percaya dengan adanya hukum karma itu sendiri serta akan menjadi manusia yang Adharma dan merasa bahwa diri tidak pernah dianugerahkan kebahagiaan oleh Tuhan. 

Di masa “abu-abu” ini pentingnya umat memperdalam keyakinan melalui ajaran tattwa agar tidak tergerus paham melenceng seperti yang sudah dijelaskan tersebut. Pada dasarnya, karma tidak hanya mendatangkan pahala yang baik kepada umat yang baik. Terkadang, karma juga membuat orang baik menghabiskan pahala buruk yang dimiliki di kehidupan sebelumnya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Anggaplah karma sebagai sistem perbankan dengan pahala baik sebagai simpanan dan pahala buruk sebagai pengerluaran. Ketika umat menjalani hidup dan melakukan perbuatan Adharma, umat akan mengurangi jumlah simpanan berupa pahala baik yang telat ditabung. 

Sebaliknya, apabila umat selalu melaksanakan ajaran Dharma berarti umat sedang mebaung dan menambah jumlah simpanan pahala baik yang dimiliki. Kapan pahala tersebut bisa ditukarkan? Hanya Tuhan yang memiliki kehendak untuk menjawab itu, kita sebagai umatnya hanya mengikuti alur kehidupan yang telah disediakan. Bisa jadi penderitaan yang umat alami sekarang adalah akumulasi dari karma sebelumnya yang belum sempat dibayar dikehidupan lalu. Maka pada kehidupan ini umat perlu melunasinya. Perlu digarisbawahi juga bahwa karma bukan hukuman bagi umat Hindu, melainkan konsekuensi yang didapatkan dari Tindakan yang sudah dilakukan. 

Jadi, umat tidak boleh memukul rata dengan logika bahwa ini adalah suatu hukuman yang harus dibayarkan, tapi ini adalah konsekuensi. Konsekuensi tidak hanya mengarah pada hal yang buruk, apabila umat memiliki karma baik di kehidupan sebelumnya, umat akan mendapatkan konsekuensi yang baik juga di kehidupan sekarang. 

Apabila kita merasa bahwa dalam hidup selalu sulit mendapatkan kebahagiaan, berhentilah membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain yang serba berkecukupan. Manusia lahir membawa takdirnya masing-masing. Kita perlu melihat ke bawah, masih banyak umat yang akan merasa bersyukur apabila ada di posisi kita namun kita malah merasa selalu kekurangan denga napa yang dimiliki saat ini. Apabila hidup masih terasa berat, jalani dengan selalu berbuat baik. Karena pada dasarnya, hidup harus senantiasa didasari ketulusan dan keikhlasan. Jika saat ini kita belum bahagia, kita harus tetap bersikap bijak bahwa mungkin inilah bagian dari proses kehidupan, bagian dari proses mengurangi akumulasi karma dan membayar hutang-hutang yang kita miliki selama hidup. Di masa sekarang, sebagai umat beragama Hindu yang patuh akan ajaran Tattwa, mari kita senantiasa meyakinkan diri dan berlaku baik.

Loka’yam karma bandhanah (Bhagawadgita Adyaya III Sloka 9), yang artinya dunia dan kehidupannya terikat dengan hukum karma. Dari penggalan sloka inilah kita dapat meyakinkan diri untuk selalu bersikap baik. Jangan mengharapkan hasil yang baik juga, kadang ekspektasi manusia yang tidak sesuai dengan kenyataannya juga menyebabkan manusia menjadi egois apabila realita yang terjadi melenceng dari yang diinginkan. Jauhkan segala energi negatif yang ada, selalu tebarkan energi positif dimanapun dan kapanpun guna mencapai kedamaian jiwa yang sejalan dengan ajaran Tattwa beragama Hindu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun