Mengapa individu yang berperilaku di luar ajaran tattwa cenderung diberikan kebahagiaan lebih?
Sebagian besar umat pasti pernah merasakan bagaimana rasanya sudah berperilaku baik, rajin berdoa, berdharma, namun ujian semakin berat dibandingkan dengan individu lain yang jauh dari ajaran Dharma namun hidupnya justru bahagia. Pemikiran ini terkesan sangat egois, namun di masa ini individu cenderung mengedepankan logika berpikir dibanding tattwa agama. Sehingga, apabila direspon dengan logika yang negatif pasti akan menimbulkan sebuah pemikiran yang tidak percaya dengan adanya hukum karma itu sendiri serta akan menjadi manusia yang Adharma dan merasa bahwa diri tidak pernah dianugerahkan kebahagiaan oleh Tuhan.
Di masa “abu-abu” ini pentingnya umat memperdalam keyakinan melalui ajaran tattwa agar tidak tergerus paham melenceng seperti yang sudah dijelaskan tersebut. Pada dasarnya, karma tidak hanya mendatangkan pahala yang baik kepada umat yang baik. Terkadang, karma juga membuat orang baik menghabiskan pahala buruk yang dimiliki di kehidupan sebelumnya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Anggaplah karma sebagai sistem perbankan dengan pahala baik sebagai simpanan dan pahala buruk sebagai pengerluaran. Ketika umat menjalani hidup dan melakukan perbuatan Adharma, umat akan mengurangi jumlah simpanan berupa pahala baik yang telat ditabung.
Sebaliknya, apabila umat selalu melaksanakan ajaran Dharma berarti umat sedang mebaung dan menambah jumlah simpanan pahala baik yang dimiliki. Kapan pahala tersebut bisa ditukarkan? Hanya Tuhan yang memiliki kehendak untuk menjawab itu, kita sebagai umatnya hanya mengikuti alur kehidupan yang telah disediakan. Bisa jadi penderitaan yang umat alami sekarang adalah akumulasi dari karma sebelumnya yang belum sempat dibayar dikehidupan lalu. Maka pada kehidupan ini umat perlu melunasinya. Perlu digarisbawahi juga bahwa karma bukan hukuman bagi umat Hindu, melainkan konsekuensi yang didapatkan dari Tindakan yang sudah dilakukan.
Jadi, umat tidak boleh memukul rata dengan logika bahwa ini adalah suatu hukuman yang harus dibayarkan, tapi ini adalah konsekuensi. Konsekuensi tidak hanya mengarah pada hal yang buruk, apabila umat memiliki karma baik di kehidupan sebelumnya, umat akan mendapatkan konsekuensi yang baik juga di kehidupan sekarang.
Apabila kita merasa bahwa dalam hidup selalu sulit mendapatkan kebahagiaan, berhentilah membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain yang serba berkecukupan. Manusia lahir membawa takdirnya masing-masing. Kita perlu melihat ke bawah, masih banyak umat yang akan merasa bersyukur apabila ada di posisi kita namun kita malah merasa selalu kekurangan denga napa yang dimiliki saat ini. Apabila hidup masih terasa berat, jalani dengan selalu berbuat baik. Karena pada dasarnya, hidup harus senantiasa didasari ketulusan dan keikhlasan. Jika saat ini kita belum bahagia, kita harus tetap bersikap bijak bahwa mungkin inilah bagian dari proses kehidupan, bagian dari proses mengurangi akumulasi karma dan membayar hutang-hutang yang kita miliki selama hidup. Di masa sekarang, sebagai umat beragama Hindu yang patuh akan ajaran Tattwa, mari kita senantiasa meyakinkan diri dan berlaku baik.
Loka’yam karma bandhanah (Bhagawadgita Adyaya III Sloka 9), yang artinya dunia dan kehidupannya terikat dengan hukum karma. Dari penggalan sloka inilah kita dapat meyakinkan diri untuk selalu bersikap baik. Jangan mengharapkan hasil yang baik juga, kadang ekspektasi manusia yang tidak sesuai dengan kenyataannya juga menyebabkan manusia menjadi egois apabila realita yang terjadi melenceng dari yang diinginkan. Jauhkan segala energi negatif yang ada, selalu tebarkan energi positif dimanapun dan kapanpun guna mencapai kedamaian jiwa yang sejalan dengan ajaran Tattwa beragama Hindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H