Mohon tunggu...
10_Kadek Anggun Damarani
10_Kadek Anggun Damarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Antara Tantangan atau Pantangan? Catur Brata Penyepian di Era Modernisasi

12 Maret 2024   11:33 Diperbarui: 12 Maret 2024   15:12 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kemenparekraf

Makna Hari Raya Nyepi            

Hari raya Nyepi merupakan pergantian tahun Saka bagi umat Hindu. Perayaan pergantian tahun Saka ini tentu memiliki perbedaan yang signifikan dengan perayaan tahun baru Masehi. Pasalnya jika perayaan tahun baru Masehi identik dirayakan dengan kemeriahan pesta, namun sebaliknya dengan perayaan pergantian tahun baru Saka bagi umat Hindu dilaksanakan dengan sunyi dan sepi. Maka dari itu dinamakan "Nyepi" yaitu sepi atau hening. Keheningan yang dimaksud adalah keheningan diri umat Hindu dalam pemusatan pikiran dan realisasi Atman dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.

Sebelum melaksanakan hari raya Nyepi, umat Hindu biasanya melakukan beberapa rentetan acara sebelum perayaan hari raya Nyepi seperti melasti dan tawur kesanga. Upacara melasti biasanya dilaksanakan beberapa hari sebelum hari raya Nyepi yang dilaksanakan sesuai dengan desa, kala, patra masing-masing daerah. 

Upacara Melasti memiliki makna untuk memohon kesucian dan pembersihan kepada para dewata untuk melebur segala kotoran yang ada di Bhuana Agung (Makrocosmos) dan Bhuana Alit (Mikrocosmos). Setelah Melasti, umat hindu melaksanakan upacara Tawur kesanga. Upacara Tawur Kesanga dilaksanakan pada hari raya Tilem Chaitra tepat sehari sebelum hari raya Nyepi. Makna dari upacara Tawur Kesanga adalah mengembalikan ataupun membayar segala sesuatu yang didapatkan dari alam yang diterima oleh manusia dalam pemenuhan hidupnya. 

Dalam upacara Tawur Kesanga biasanya umat Hindu menghaturkan sesajen atau caru. Setelah melaksanakan Tawur Kesanga, dilanjutkan dengan upacara Ngerupuk yaitu mengelilingi rumah dengan menyiratkan tirta suci serta membunyikan bunyi-bunyian yang bermakna untuk menetralisir para Bhuta Kala atau energi jahat yang ada dalam lingkungan sekitar.

Setelah melakukan upacara pembersihan alam semesta beserta isinya kemudian melakukan pengembalian terhadap segala sesuatu yang didapatkan dari alam semesta dan menetralisir segala energi jahat, diharapkan umat Hindu bersih secara sekala dan niskala serta siap menyambut pergantian tahun baru Saka dengan penuh kedamaian pikiran, tingkah laku, serta perkataan masing-masing.

Pada saat hari raya Nyepi berlangsung, umat Hindu diharapkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang selaras dengan ajaran agama Hindu. Dalam pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki pantangan berupa Catur Brata Penyepian sebagai berikut.

  • Amati Geni yaitu tidak menyalakan api, tidak menyalakan lampu, melakukan puasa. Dalam sudut pandang lain, api yang dimaksud bisa berarti api amarah. Sehingga pantangan bagi umat Hindu saat nyepi untuk tidak menghidupkan amarah dalam diri dan berusaha untuk menetralisir hal tersebut.
  • Amati Karya yaitu tidak melakukan kegiatan fisik diluar dari kegiatan untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan seperti mempelajari lontar ataupun kitab suci.
  • Amati Lelanguan yaitu tidak berhura-hura dengan kegiatan lain selain memusatkan pikiran pada sang pencipta.
  • Amati Lelungan yaitu tidak berpergian keluar rumah.

Tantangan hari raya Nyepi di era modernisasi

Nyatanya, di era modernisasi saat ini pantangan-pantangan dalam Catur Brata Penyepian mengalami pergeseran pemahaman oleh umat Hindu. Bagaimana tidak, banyak perilaku masyarakat yang seakan acuh terhadap esensi Nyepi dan Catur Brata Penyepian serta memaknai hari raya Nyepi sama seperti hari-hari biasanya. Misalnya, saat upacara Melasti banyak masyarakat yang hanya diwakili oleh beberapa orang dalam keluarga sehingga anggota keluarga yang lain tidak ikut dan berpikir bahwa sudah ada yang mewakilkan untuk mengikuti upacara Melasti. Apabila umat memang tidak bisa mengikuti karna sebab yang logis maka dapat dimaklumi namun apabila umat tidak mengikuti kegiatan hanya karena sudah diwakilkan dan mengambil kegiatan lain sudah pasti ini merupakan perilaku yang kurang baik. Pasalnya, pada upacara Melasti umat dapat memohon anugerah dan melakukan pembersihan diri sendiri. 

Kemudian saat malam Pengerupukan tepatnya saat pengarakan ogoh-ogoh banyak pemuda-pemuda yang berkumpul dan meminum-minuman keras sebelum mengarak ogoh-ogoh agar kuat dan bersemangat namun nyatanya ini adalah perilaku yang salah. Ogoh-ogoh merupakan simbolisasi sifat buruk manusia ataupun Bhuta Kala yang nantinya akan dilebur sebagai refleksi melebur segala sifat buruk yang ada. Tentunya kebiasaan para pemuda seperti itu, harus ditanggulangi dan dihindari. 

Kemudian pada saat melakukan Catur Brata penyepian, banyak umat yang salah paham. Beberapa masyarakat memilih untuk bermalas-malasan tidak melakukan kegiatan apapun karena memandang pantangan amati karya untuk tidak melakukan kegiatan saat Nyepi. Namun pemahaman tersebut harus diluruskan bahwa kegiatan yang semestinya tidak dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat keduniawian dan tidak memiliki hubungan dengan ajaran agama. Bukan berarti saat Nyepi umat tidak melakukan kegiatan apapun, umat bisa melakukan kegiatan positif sesuai dengan ajaran agar Hindu seperti memperdalam pemahaman keagamaan dengan cara membaca sloka ataupun lontar suci. 

Sangat disayangkan saat hari raya Nyepi beberapa masyarakat sengaja keluar rumah dan berkumpul melakukan kegiatan berhura-hura. Hal ini tentu saja sangat melanggar pantangan Catur Brata penyepian. Padahal keesokan hari setelah Nyepi adalah Ngembak Geni yaitu hari dimana umat berkunjung dan berkumpul dengan sanak saudara untuk memohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan selama ini.

Di era modernisasi, teknologi ibarat menjadi bagian dari hidup manusia. Berbeda halnya saat perayaan Nyepi, pemerintah membatasi penggunaan teknologi handphone dengan mematikan akses data seluler selama satu hari saat Nyepi berlangsung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi masyarakat agar tidak terlalu fokus dengan teknologi dan lebih memfokuskan pikiran pada ajaran-ajaran agama Hindu. Namun pada kenyataannya, masih banyak provider yang tidak mematikan data selulernya sehingga beberapa masyarakat masih banyak yang melakukan kegiatan bersosial media dan parahnya ada yang melakukan live streaming di luar rumah saat Nyepi. Tentu saja perilaku ini sangat tidak patut ditiru bagi umat hindu lain. Di dalam Slokantara, sloka 3, 10, disebutkan bahwa:

Nasti satyat paro dharmo nan rtat pataka param, Triloka ca hi dharmo syt tasmat satyam na lapayet. Kalinganya, tan hana dharma lewiha sangkeng kasatyan, matangnyan haywa lupa ring kasatyan kang wang.

Artinya :

Tidak ada dharma (kewajiban suci) yang lebih tinggi dari kebenaran (satya), tidak ada dosa yang lebih rendah dari dusta. Dharma harus dilaksanakan di ketiga dunia ini, dan kebenaran harus tidak dilanggar. Dikatakan bahwa tidak ada kewajiban suci yang melebihi kebenaran, oleh karena itu jangan lupa bahwa manusia harus melakukan kebenaran.

Sejatinya, walaupun di era sekarang masyarakat sedikit sulit untuk menyesuaikan diri dengan pantangan hari raya Nyepi, masyarakat bisa mengambil langkah bijak dengan cara menghormati pantangan yang ada sesuai dengan kemampuan diri masing-masing contohnya tidak berpergian keluar rumah ataupun tidak memposting apapun di media sosial saat hari raya Nyepi guna menghormati umat Hindu lain yang khusyuk menjalani Catur Brata Penyepian. 

Catur brata Penyepian apabila sekiranya bisa dilaksanakan oleh umat alangkah baiknya dilaksanakan sesuai kemampuan diri tanpa paksaan. Karena pada dasarnya, beryadnya harus dilandaskan dengan keikhlasan umatnya seberapapun kemampuan umatnya asal didasari rasa tulus dan ikhlas, Ida Sang Hyang Widhi sangat menghargai hal tersebut.

Apabila umat telah melaksanakan hari raya Nyepi dengan baik, menaati Catur Brata Penyepian maka akan tercipta keharmonisan dalam hidup yang dapat digunakan untuk mencapai kebahagiaan hidup yaitu Mokshartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun