Mohon tunggu...
109_Eka Putri Anggraeni
109_Eka Putri Anggraeni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

~pagii topping duniaa~

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dewan Pengawas Syariah: Mengapa Kompetensi Mereka Penting untuk Keberlanjutan Keuangan Syariah?

3 Desember 2024   15:25 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:34 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era persaingan yang semakin ketat, lembaga keuangan syariah di Indonesia menghadapi tantangan besar untuk menjaga integritas dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Salah satu elemen kunci keberhasilannya terletak pada kompetensi anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Apakah DPS sudah siap menghadapi tuntutan ini? Dalam artikel ini, kita akan membahas peran strategis DPS, tantangan kompetensi yang mereka hadapi, dan solusi untuk memastikan keberlanjutan keuangan syariah di Indonesia.

Peran dan Tanggung Jawab DPS

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah lembaga independen yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan Dewan Syariah Nasional (DSN). DPS bertugas memastikan seluruh produk, layanan, dan aktivitas operasional lembaga keuangan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Apa yang membuat DPS berbeda?

Tidak seperti pengawasan konvensional, DPS tidak berada di bawah kendali administratif bank atau lembaga keuangan. Anggota DPS dipilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sementara honorarium mereka juga ditentukan di forum yang sama. Sistem ini dirancang untuk menjaga independensi dan objektivitas DPS dalam menjalankan tugasnya.

Saat ini, pengawasan syariah di Indonesia masih bertumpu pada DPS. Hal ini menimbulkan tantangan besar, terutama ketika banyak anggota DPS belum sepenuhnya memiliki kompetensi yang cukup dalam memahami audit syariah, akuntansi syariah, dan aspek hukum Islam lainnya.

Tantangan Kompetensi: Apakah DPS Siap Menghadapi Era Baru?

Audit syariah berbeda secara mendasar dari audit konvensional. Selain kemampuan di bidang akuntansi dan auditing, auditor syariah juga harus memahami prinsip-prinsip syariah, terutama yang terkait dengan fiqh muamalah.

Data menunjukkan bahwa jumlah auditor bersertifikasi di bidang syariah masih jauh dari memadai. Pada tahun 2020, Ikatan Akuntan Indonesia melaporkan hanya terdapat 97 auditor bersertifikasi syariah yang tersedia untuk mendukung operasional 189 bank syariah di Indonesia. Kesenjangan ini tidak hanya membebani DPS, tetapi juga melemahkan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan syariah. Meskipun data tersebut belum diperbarui, kondisi ini masih relevan, mengingat belum ada laporan signifikan yang menunjukkan peningkatan.

Tantangan utama adalah bagaimana "membankirkan ulama" dan "mengulamakan bankir." Artinya, anggota DPS yang berasal dari background ulama perlu diikutkan dalam pelatihan akuntansi dan keuangan, seperti Pendidikan Profesi Lanjutan (PPL) yang ditawarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sebaliknya, anggota DPS berlatar belakang praktisi perlu mengikuti pelatihan syariah agar memiliki pemahaman yang seimbang.

Namun, tidak semua anggota DPS menyadari pentingnya peningkatan kompetensi ini. Masih banyak yang beranggapan bahwa pemahaman syariah sudah cukup tanpa perlu mempelajari disiplin ilmu lainnya. Padahal, seorang auditor syariah atau DPS yang ideal harus memiliki pemahaman tentang akuntansi, keuangan, dan syariah secara bersamaan.

Solusi Strategis untuk Meningkatkan Kompetensi DPS

Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Memperkuat pendidikan dan pelatihan: Mendorong calon anggota DPS untuk menempuh studi yang relevan, seperti ekonomi syariah, akuntansi syariah, atau hukum Islam.
  2. Sertifikasi profesional: Meningkatkan akses ke program sertifikasi auditor syariah yang diakui secara nasional maupun internasional.
  3. Pendekatan multidisipliner: Setiap lembaga keuangan syariah diwajibkan memiliki minimal dua anggota DPS dengan latar belakang berbeda (misalnya, satu dari bidang syariah dan satu dari bidang akuntansi).
  4. Penguasaan bahasa internasional: Anggota DPS harus menguasai bahasa Arab dan Inggris untuk memahami literatur syariah global dan mengikuti perkembangan standar internasional.
  5. Penguatan regulasi: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional perlu memperketat pengawasan terhadap kompetensi dan sertifikasi anggota DPS.

Kualifikasi Ideal Anggota DPS

Untuk menjadi anggota DPS yang kompeten, seseorang harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:

  1. Pemahaman mendalam tentang fiqh muamalah dan hukum Islam.
  2. Keahlian di bidang akuntansi, auditing, atau keuangan syariah.
  3. Pengetahuan tentang standar akuntansi syariah internasional dan nasional.
  4. Kemampuan berbahasa Arab dan Inggris untuk memahami literatur syariah global.
  5. Akhlak yang baik, integritas, dan kemampuan memberikan pendapat yang objektif.
  6. Pemahaman manajemen dan bisnis, terutama dalam konteks lembaga keuangan.

Menuju Sistem Keuangan Syariah yang Lebih Baik

Kompetensi anggota DPS adalah kunci utama untuk menjaga integritas dan keberlanjutan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dengan meningkatkan kualifikasi dan mendukung pendekatan multidisipliner, DPS dapat berperan lebih efektif dalam memastikan kepatuhan syariah sekaligus meningkatkan daya saing lembaga keuangan di tingkat global.

Sebagai masyarakat yang peduli, mari kita dukung upaya ini dengan meningkatkan kesadaran, berbagi informasi, dan ikut serta dalam edukasi keuangan syariah. Sudahkah kita siap untuk perubahan ini?

Masa depan keuangan syariah ada di tangan kita bersama. Mari mulai dari diri sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun