Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila Karaoke Nasionalisme

1 Juni 2017   17:21 Diperbarui: 1 Juni 2017   18:34 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila, kerangka toleransi untuk negara Indonesia, harga mati. Tidak bisa kita tawar lagi untuk mengubahnya atau menghapusnya, apalagi menganggapnya sebagai ''isme'' yang menyesatkan. Ya, isme, sekali lagi saya katakan isme, oleh karena akhir-akhir ini segelintir manusia atau kelompok tertentu mulai goyah untuk mencerna keampuhan Pancasila sebagai alat pemersatu rakyat Indonesia yang terdiri dari aneka suku dan adat istiadat. Bahkan dengan beraninya kelompok ini mencap Pancasila sebagai ''haram'' untuk dipercayai sebagai alat pemersatu bangsa. Prihatin!

Sangat mengejutkan bagi kami warga negara Indonesia yang mengabdi untuk negerinya dan kini berada di negeri asing melihat situasi ini. Menyayat hati dan mencabik-cabik pikiran kami apabila harus memelototi status bebas dengan gaya berani penulisnya pada sosial media seperti Facebook dan tweeter. Penulis status sosial media itu rata-rata generasi penerus bangsa ini, yang notabene belum satu (1) kali pun dalam hidup mereka berbuat sesuatu yang positif untuk kemajuan negerinya, apalagi menjadi pahlawan bangsanya. 

Pancasila sedang kena uji, Pancasila terkikis, Pancasila kena guna-guna pihak ketiga

Silahkan anda baca sendiri buku sejarah Indonesia tentang bangsa dan negara ini. Literaturnya banyak pada perpustakaan.

Lalu pertanyaan kita, mengapa generasi muda kita akhirnya terpancing, dan merasa dirugikan dengan Pancasila? Apa yang hilang? Siapa yang salah? 

Inilah kronologis pertanyaan sederhana kita untuk memahami situasi akhir-akhir ini tentang mengapa ada sekelompok bangsa Indonesia yang menentang Pancasila, bahkan memakinya sebagai alat pencuci otak bangsa yang tidak tepat, haram untuk dibaca apalagi dipahami.

Kalau penulis status pada sosial media itu paham dan tau betapa harga tanah tiap jengkal negeri ini dari Sabang sampai Merauke kita bayar dengan darah sendiri, lewat perlawanan gigih para pahlawan di tiap-tiap daerah nusantara, bahkan ada pahlawan tanpa nama dan tanpa jasa serta penghormatan yang gugur karena membela negeri ini, maka saya jamin penulis status itu atau mereka yang ragu akan Pancasila pasti tidak akan semena-mena menghina apalagi berusaha untuk mematikan Pancasila, atau menggantinya dengan sila-sila lain yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Siapa yang salah, pemerintah? pihak sekolah? rumah ibadah? ormas? orang tua?

Untuk menjawab hal yang tepat maka kita harus kembali pada diri kita sendiri, melihat lingkungan terdekat diri kita. Bagaimana kita melakukan kontak sosial dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Seseorang akan menjadi ekstrem bukan datang dengan sendirinya atau terbentuk dengan begitu saja. Seseorang menjadi ekstrem oleh karena faktor-faktor. Dan faktor ini yang berperan besar mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seseorang. Faktor itu banyak; lingkungan hidup di rumah, keluarga, sekolah, daerah tempat tinggal, rumah ibadah dan organisasi massa dan politik.

Kita jangan secara eksplisit langsung menuduh bahwa ini kesalahan dari kelompok tertentu, oleh karena faktor x ini bisa juga datang dari gerakan bawah tanah untuk kepentingan politik yang hari-harinya banyak bergerak dalam aksi politik praktis. 

Rakyat, tidak seluruhnya cerdas, dan kita jangan melupakan bahwa pendidikan bangsa ini terbagi dalam tiga (3) golongan; rendah, menengah dan atas. Ketiga golongan dapat saling mempengaruhi melaksanakan tugasnya. Mereka yang rendah pendidikan adalah masuk golongan paling mudah untuk dipakai dan dipengaruhi. Golongan pandai dan cerdas bukanlah golongan yang bisa kita masukan sebagai golongan selamat. Oleh karena banyak dalam prakteknya golongan atas memegang peranan paling besar untuk memainkan catur kepentingan-kepentingan. 

Perlukah Pancasila dibela?

Jawaban dengan harga mati adalah, ''harus''

Negeri ini luas dan terkenal kaya akan pulau-pulaunya, terkenal karena sumber kekayaan alam yang dikandungnya, marak dengan adat istiadatnya. Hanya Pancasila lah satu-satunya alat pemersatu perbedaan dan keragaman pada bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila, maka kita jatuh terpuruk, tercerai berai dan kembali menjadi bangsa yang tertindas. Maukah kita?

Sudah saatnya kita memahami, bahwa kita bukan pemuja Pancasila, tetapi kita wajib mempertahankan Pancasila agar kita tidak terpisah dan musnah. 

Sudah saatnya pemikiran para penulis status pada sosial media bukan lagi melihat Pancasila sebagai syirik, sebagai haram dan sebagai pemuja ''burung gepeng.''

Anda lahir pada saat negeri ini telah merdeka. Berlimpah kekayaan negeri dan bebas tak terjajah. Saatnya anda wajib mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan ini, dan bukan menjatuhkannya hanya karena anda pahlawan status yang negatif pada sosial media. (da010617nl)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun