Ingin sekali Tina secepatnya pergi kekantor, agar tenaganya dan isi kepalanya tidak berat kena sumpel emosi Romy.
‘’Ngomong apa lagi dia?’’ pinta Romy.
‘’Romy, stop, keterlaluan kalian!’’
Jam menunjukkan hampir pukul tujuh malam ketika lima orang termasuk diri Tina berkumpul di halaman parkir kantor. Dua kendaraan beriring bersamaan menuju tempat yang mereka tuju, Rotterdam. Salah satu hotel sudah menunggu mereka untuk check-in. Di tengah perjalanan mereka berhenti sejenak untuk mengisi bensin.
‘’Tin, tadi siang aku sengaja lari sebentar dari kantor ke toko untuk cari kaos kaki, siapa yang jalan dengan Romy, pake usap-usap pipi segala. Adikmu si Vera ya,’’ tanya Birgit.
‘’What!’’
‘’Aku lihat Romy sama adikmu Vera lagi keluar dari supermarket, belanja.’’
‘’Hari Selasa aku libur, malah lihat Romy mu di Garden center lagi gotong pot bunga Petunia, besoknya aku tanya bagus banget bunganya, eh kau malah melongo,’’ tambah Carmen.
Terdiam Tina, aneh! Sebab Vera ada di Afrika sama suaminya melakukan tugas sukarelawan sebagai dokter. Juga aneh, di rumah tidak ada bunga Petunia yang Carmen ceritakan. Perut Tina jadi mual dan kepalanya pening. Otaknya cepat mencoba melerai teka teki ini, siapa Vera dan mana bunga Petunia itu? Mengapa Romy tidak pernah cerita soal seperti ini.Â
Dengan berani hati, Tina akhirnya membatalkan niatnya untuk tidak meneruskan perjalanan dan ikut maraton.
‘’Sorry teman-teman, aku langsung jadi gak enak badan dengar cerita seperti ini,’’ sahut Tina.