Hari-hari menjelang perayaan ulang tahun ke-35, SMA Tomogono dipenuhi dengan semangat dan antusiasme. Mereka akan mengadakan acara megah untuk merayakan Lustrum ke VII SMA Tomogono. Seluruh angkatan diminta untuk menampilkan pentas seni, termasuk kelas Nara. Kelas Nara mendapat tugas besar, mereka bebas menampilkan apapun.
Setelah berembuk bersama, kelas Nara memutuskan untuk menampilkan drama yang mempersembahkan keindahan dan keberagaman daerah di Indonesia, khususnya Kalimantan. Proses casting dan latihan berlangsung dengan lancar dan penuh semangat. Namun, tiba-tiba muncul sebuah gosip tak terduga menghantam kegembiraan mereka. Saat Nara sedang meng scroll TikTok di rumah, seorang teman Nara bernama Teto memberi kabar bahwa ada kelas lain yang mencibir usaha mereka.
Dalam chat Nara dan Teto:
"Sore Nar, ini gue dicurhatin sama temen gue, Salsa namanya dari kelas A. Katanya kelasnya dia pada jelekin kita,"
"Sore juga Teto. Waduh.... Jelekin gimana maksudnya?"
“Jadi, mereka ngomong-ngomong ga ngerti ceritanya atau boring gitu. Kata mereka drama kita kelamaan,"
“Astagaaa… Mulut para netizen kenapa nyengit dah, suka gibahin kelas orang, kurang kerjaan… hadeuhh. Mereka bilang gimana Teto?”
“Ya kayak 'Kelamaan,' 'Ga ngerti ceritanya,' 'Apasih nggak ngedong ceritanya' gitu kata mereka, Nar,”
“Oalahh… Mending mereka ngurusin kelas mereka sendiri aja deh, nggak usah ikut campur urusan kelas lain,”
“Kalau mau detailnya ya tanya sih Salsa aja. Itu dia tadi dengernya gitu,”
“Oke To... I will confirm with Rima and Cici dulu ya. Thanks for the information,”
“Okay Nar, anytime,”
Setelah mendengar kabar tersebut dari Teto, Nara pun segera menghubungi Rima dan Cici.
Dalam grup chat Nara, Rima, dan Cici:
“Ci, Ri, baru aja aku dapet kabar dari Teto. Katanya ada kelas lain yang komen-komen sama kelas kita,” kata Nara.
“Hah!! Komen apa Nar?” balas Rima.
“Jadi kelas lain itu komen kalau penampilan kelas kita tu boring, nggak jelas ceritanya sama kelamaan,” jawab Nara.
“Nggak jelas gimana, padahal alur drama kita mudah ditebak lho,” saut Cici.
“Iya Ci, bener,” jawab Nara.
“Emang mereka ngga mikir apa. Kita udah berusaha untuk nyiapin semuanya biar bisa nampilin yang terbaik, tapi merekanya gitu,” kata Cici.
“Hmm… sabar Nar, sabar. Besok kita rembuk di kelas aja ya,” balas Rima.
“Iya Rim, Ci,” kata Nara.
Kritik negatif itu merayap seperti bayangan gelap, mencoba merampas semangat yang telah dibangun dengan susah payah. Hal itu menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran mewarnai latihan-latihan berikutnya.
Di keesokan harinya saat di sekolah, Nara, Rima, dan Cici mengadakan evaluasi bersama dengan teman-teman sekelasnya.
“Teman-teman, aku mohon pengertian kalian. Buka hati dan pikiran kalian tentang suatu kabar yang akan aku sampaikan,” ucap Cici di depan teman-temannya.
Semua siswa tampak kebingungan. Suasana sunyi senyap membuat ketegangan semakin terasa. Akhirnya Cici menceritakan semuanya kepada teman-temannya. Setelah mendengarkan kabar yang Cici sampaikan, teman-teman kelas mereka pun tampak sedih dan kehilangan semangat mereka. Mereka merasa bahwa usaha mereka selama ini sia-sia, dan tak ada harapan lagi untuk bisa tampil menarik di depan audiens.
Meskipun awalnya terpukul, Nara, penuh semangat dan tekad, muncul sebagai penyemangat. "Kita harus membuktikan bahwa keberagaman Kalimantan adalah keindahan yang tak ternilai. Jangan biarkan kata-kata negatif menghentikan kita. Mungkin kita memang membuat mereka 'nggak ngerti ceritanya' karena cerita kita begitu mendalam," kata Nara sambil tersenyum.
“Guys… aku tahu kalian pasti sedih, kecewa, ataupun patah semangat. Tapi bukan berarti kita tidak bisa menampilkan yang terbaik bukan? Kritik itu seperti angin topan yang seolah ingin menjatuhkan semangat kita, tetapi kita harus tahan sekuat mungkin. Penampilan kita… ya itu ide kita semua. Apa kalian mau nyerah disini? Apa kalian mau membuktikan memang benar yang mereka katakan?” kata Rima.
“Tidak, kita semua tidak mau nyerah sampai disini. Kita mau membuktikan bahwa kita itu adalah kelas yang solid. Yang dinilai terlebih dahulu itu bukan hasil, namun proses yang dilalui. Seperti sayap yang menyatu membentuk keharmonisan burung, kita pun bersatu membentuk harmoni dalam pertunjukan ini. Kita nggak usah dengar gibahan atau perkataan orang yang membuat kita down, oke? Aku yakin kita semua pasti bisa,” ucap Nara.
Cici, yang selalu penuh kepercayaan diri, menambahkan, "Fokus pada persiapan dan percayalah pada kemampuan kita. Kita akan menunjukkan kepada mereka bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dihargai,”
"Ayuk teman-teman, kita bisa! Semangat..!!" seru salah satu teman mereka.
Setelah evaluasi selesai, tibalah waktu mereka untuk latihan. Nara dan teman-temannya memutuskan untuk tidak terpengaruh oleh komentar negatif tersebut. Dengan tekad yang semakin kuat, mereka terus bersatu dalam persiapan drama yang akan menampilkan kekayaan budaya Kalimantan.
Proses persiapan semakin mempererat ikatan di antara mereka. Mereka belajar lebih mendalam tentang tarian tradisional, bahasa, adat istiadat, dan cerita rakyat Kalimantan. Setiap detail dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, mulai dari set dan kostum hingga naskah, menciptakan suatu karya yang mendalam dan bermakna.
Hari gladi bersih pun tiba, di mana mereka mencoba untuk menampilkan dan mematangkan drama mereka serta menguji berbagai elemen pertunjukan di atas panggung untuk memastikan bahwa esok hari semuanya berjalan dengan sempurna.
Keesokan harinya, di atas panggung yang megah dan penuh sorotan, mereka menampilkan drama dan tarian yang memukau. Gerakan tarian, dialog, dan kostum mereka berhasil menggambarkan keberagaman Kalimantan dengan indah. Semua anggota kelas bisa diajak kerja sama dan tetap fokus dalam pertunjukan.
Setelah tampil, guru mereka memberikan apresiasi yang tulus. "Penampilan kalian membuat Ibu merasa terharu hingga membuat Ibu larut dalam ceritanya. Air mata Ibu tak bisa tertahan," kata salah satu guru mereka dengan bangga. "Ini adalah gambaran nyata bahwa keberagaman Indonesia adalah sebuah kekayaan yang harus kita hargai."
Meskipun awalnya dihadapkan pada kritik dan kekhawatiran, perjuangan panjang kelas Nara akhirnya membawa hasil yang memuaskan. Nara dan teman-temannya tidak hanya mengatasi rintangan, tetapi juga mengubah keraguan menjadi motivasi untuk memberikan yang terbaik, tanpa perlu kata-kata yang terlalu banyak.
Setelah pertunjukan selesai, Nara dan teman-temannya merasa bangga dan bersyukur atas segala perjuangan yang telah mereka lalui. Keberagaman Kalimantan, yang mereka persembahkan di atas panggung, menjadi puncak dari perayaan ulang tahun sekolah yang luar biasa. Bersama-sama, mereka berhasil mengukir harmoni di panggung keberagaman dan membuktikan bahwa setiap kritik dapat diatasi dengan semangat, fokus, dan kebersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H