Mohon tunggu...
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Damang Averroes Al-Khawarizmi Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya penulis biasa yang membiasakan diri belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nanda Dyani Amilla; Janganlah Plagiat Lagi!

24 Agustus 2016   17:03 Diperbarui: 24 Agustus 2016   17:20 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dikecam, dibuli habis-habisan di berbagai media sosial, namun anak yang bernama Nanda Dyani Amilla (Nanda) ini juga belum insaf. Lagi-lagi ia mengulang kebiasaan buruknya, tulisan beliau dimuat di Tribun Bone (Sulawesi Selatan) hari ini “Rasulullah Sebenar-benarnya Idola” yang diplagiat dari blog pribadi Ibnu Hibban “The Real Idol, The Real Uswah.” Buktinya akan saya tunjukan di akhir postingan tulisan ini.

Saya juga termasuk salah satu penulis yang sering mengirim artikel (opini) ke harian tribun Bone. Namun yang menjadi prioritas saya, justru dengan harian yang terkesan gampang memuat artikel/opini dari beberapa penulis, saya amat teliti dalam mengirim tulisan ke harian tersebut.

Jangankan soal tulisan yang plagiat atau bukan, yang paling saya takutkan kalau kebiasaan media cetak, langsung saja memuatnya, biasa ada yang salah ketik, editor dari harian tersebut tidak pernah memperbaikinya. Jadinya apa? Yang disalahkan pasti penulisnya, bukan korannya. Saya tidak mengerti dimana rasional berpikirnya Nanda, anak muda populer, sudah banyak menang lomba menulis, sudah punya karya yang bernama buku, tetapi masih saja hobi mencomot di sana-sini tulisan orang lain, diubah beberapa kata dan kalimatnya, dimodifikasi, jadilah lagi tulisan yang seolah-olah hasil pikirannya sendiri.

Soal amat benci pada perilaku “plagiat” yah…! Saya juga amat risih dan terkadang jengkel dengan mereka yang hobinya mengambil tulisan orang lain, tanpa mencantumkan sumber dan nama tempat ia mengutip. Sudah banyak artikel saya diplagiat, jangankan mereka yang mengatasnamakan individu, lembaga sekelas KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saja sudah pernah memposting artikel saya di webnya, yang dikopas dari web: damang.web.id. Namun bersamaan dengan waktu, saya merasa tidak ada gunanya lagi berkoar-koar, melampiaskan kekesalan di berbagai laman media sosial, orang dan lembaga yang saya marah-marahi juga tidak menindaklanjutinya. Karena itu, kadang saya lebih memilih, diam dan membiarkan perilaku mereka.

Diam tapi tetap saya mengutuknya dalam hati. Siapalah penulis yang tak marah, kalau karyanya yang dengan seenaknya orang lain kutip, padahal ia sudah berdarah-darah dalam menyelesaikan tulisannya? Siapalah yang tidak marah kalau karya milik pribadinya sendiri, dicaplok oleh orang lain, padahal ia sudah menghabiskan banyak waktu dan biaya,  membaca sejumlah refrensi? Bahkan bagi perokok berat, harus habis beberapa bungkus, lalu tulisannya bisa selesai. Bagaimana dengan kasus nanda? Mungkin juga dia harus menghabiskan banyak kuota online, lalu bisa menyelesaikan tulisannya.

Semua penulis senior tidak dapat menimpali, bahwa awalnya untuk menjadi penulis itu bukan hal yang gampang. Jangankan mengisi kertas kosong hingga dapat cukup satu pragraf, bikin satu kalimat aja repotnya minta ampun. Makanya saya secara pribadi, kalau mengajari orang yang pertama kali mau menulis, saya membolehkan melihat gaya setiap orang dalam menulis. Silahkan melihat gaya tulisan orang lain, contoh atau tiru gaya mereka menulis, tapi jangan jiplak. Dan untuk selanjutnya kalau anda memang mau benar-benar jadi penulis, lempar semua buku yang ada dihadapan anda, jauhkan dari meja belajar anda, tutup jaringan internet di laptop anda, dan mulailah menulis. Pasti sulit! Di situlah anda akan merasakan bahwa menulis itu kadang butuh yang namanya “inspirasi.” Ingat! inspirasi itu akan hadir ketika anda peka terhadap situasi yang anda amati, kepekaan akan situasi juga sangat ditentukan  oleh kemampuan anda menganalisis, dan kemampuan anda menganalisis juga lebih banyak ditentukan dari refrensi bacaan anda. Omong kosong mau jadi penulis tetapi malas membaca.

Posisi saya dalam menyikapi kasus plagiat Nanda, tidak mau lagi mengutuknya, sudah cukup celaan yang diberikan oleh berbagai teman-teman di kompasiana, harapan saya: Janganlah Plagiat Lagi! Nanda seharusnya mengubah tujuannya dalam menulis. Kalau dulunya ingin menjadi populer, terpandang di hadapan teman-teman, sekarang harus memulai menulis, memang karena ingin menjadi penulis.

Seorang yang ingin menjadi penulis dia tak pernah buruh ketenaran, tetapi itu soal keresahan, kegelisahan yang mengguncang batin dan pikirannya. Resah dan gelisah itu terus mengaum di pikirannya, sehingga hanya dengan menuliskannya ia lalu menjadi bahagia. Maka tak heran, kalau kadang kita membaca sebuah artikel cukup menarik, kata perkata, kalimat perkalimat ibarat air yang tumpah, sang pembaca merasuk ke dalam batinnya seorang penulis. Anda bisa mengujinya dengan membaca beberapa artikel Yusran Darmawan.

Bukan sombong, bukan pongah, bertahun-tahun saya menekuni dunia menulis, awalnya saya belajar menulis fiksi (cerpen), kemudian saya memutar haluan belajar menulis “opini.” Sampai saat ini, saya tetap mengakuinya kalau menulis itu memang sulit, terkadang saya mengecap diri sendiri, saya ini mustahil bisa menjadi penulis. Di saat belajar menulis “opini” justeru saya tertarik dengan isu-isu politik, jadilah beberapa artikel saya yang bertemakan politik. Namun menulis opini dengan bertemakan politik, kemudian saya sadar diri, itu bukan bidang dan lahan keilmuan saya.  Malu pastinya kalau ada yang mencap saya, pengamat segala ilmu. Karena saya sarjana hukum, saya harus menuliskan opini yang bertemakan isu dan beberapa kasus-kasus hukum, di sinilah saya menemukan diri saya yang sebenarnya.

Jika Nanda consent di jurusan “Sastra Indonesia” mengapa tak memlilih jalan, menulis untuk bidang sastra saja: cerpen, puisi, essai, resensi novel, asal jangan lagi plagiat yah! Bacalah sebanyak-banyaknya buku sastra, di situlah anda belajar membangun kerangka pikir menulis, kalau ada yang tidak sesuai dengan keilmuan yang ditekuni saat ini, bantahlah keadaan itu. Tidak perlu lagi mengurusi isu politik, seperti salah satu tulisan plagiatnya yang pernah mendapatkan juara satu “Menguliti Bakal Capres 2014.”

Bagi saya, kunci utama dalam menulis, anda memliki kemampuan menganalisis, tidak perlu risauh akan tenar atau tidak. biarkan saja ketenaran itu akan datang dengan sendirinya. Tak ada penulis yang sukses dengan cara-cara instan, semua butuh proses, ibarat menaiki tangga anda tidak boleh melangkahi satupun dari tiap tangga kesuksesan itu.

Beranilah menulis dalam keadaan kosong, susunlah kata perkata, kalimat perkalimat yang saling berangkai, pragraf yang saling bertaut satu sama lain, sehingga pembaca tidak akan mengabaikan karyamu. Peringatan keras ini selalu saya utarakan juga kepada perempuan pujaanku (3RN4).

Tulisan Nanda (Hasil Plagiatnya di Tribun Bone, 24 Agustus 2016)

Rasulullah, Sebenar-Benarnya Idola

Salah satu fenomena anak muda yang paling menarik untuk diamati mungkin fenomena “idola”. Remaja-remaja modern pada umumnya mempunyai tokoh-tokoh idola yang mereka kagumi, panuti, cintai, dan mereka gilai. Gambar dan foto-foto mereka mungkin menghiasi dinding kamar sebagian remaja, atribut-atribut mereka ditiru dan dikenakan. Berita-berita soal mereka selalu diburu, bahkan tingkah laku mereka juga kerap diikuti. Biasanya idola para remaja berasal dari kalangan selebritis.

Kalau saja ingin dibuat survey tentang idola, barangkali bisa dipastikan bahwa lebih dari 80% orang yang diidolakan anak muda dari orang-orang yang berprofesi sebagai penghibur, entah itu artis dilm, penyanyi, pemain sepak bola, olahragawan, dan lain sebagainya. Jarang sekali ada yang mengidolakan tokoh-tokoh seperti Albert Einstein, Isaac Newton, Mahatma Gandhi, Lao Tsu, Nelson Mandela, ata pun Luqman Al-Hakim.

Anak muda jaman sekarang ini lebih banyak mengidolakan Avril lavigne, Brad Pitt, Lionel Messi, Justin Bieber, atau tokoh-tokoh dunia hiburan lainnya. Memang ada juga anak muda yang mengagumi tokoh-tokoh agama, politik, dan budaya, tapi jumlahnya tentu tidak sebanding dengan yang telah penulis sebutkan di atas. Jika ditelaah lebih dalam, apa sih yang diidolakan dari orang-orang seperti itu? Dari yang penulis tanyai kepada beberapa remaja, mereka mengidolakan selebritis tersebut karena tampilan fisik yang enak dipandang mata, entah itu ganteng, cantik, keren, dan lain sebagainya.

Sebagian lain mengatakan mereka tertarik dan suka denga artis yang kaya raya dan mempunyai gaya hidup mewah. Ada pula yang mengidolakan penyanyi karena suaranya bagus dan jenis lagunya enak didengarkan. Penulis menarik kesimpulan, bahwa para remaja ini mengidolakan sesuatu karena sebuah popularitas. Di era informasi seperti ini, yang namanya popularitas memang segalanya. Biar jelek, kusut, dan berantakan, tidak menjadi sebuah masalah asalkan populer. Popularitas itu seolah dilihat sebagai bukti keberadaan seseorang.

Jika kita membedah makna dari kata idola itu sendiri, barangkali kita semua tahu bahwa kata idola itu berasal dari bahasa inggris “idol”. Jika dirujuk ke Oxford Advanced Learner’s Dictionary, kata “idol” dalam bahasa Inggris ternyata memiliki dua arti: Pertama, a person or thing that is greatly loved or admirer. Yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah “seseorang atau sesuatu yang sangat dicintai dan dikagumi. “Dalam konteks ini, para remaja mencintai dan memuja seseorang itu karena popularitasnya. Oleh sebab itu, muncul istilah a fallen idol atau berarti seseorang (bintang) yang telah kehilangan popularitasnya. Seperti mantan selebritis yang sudah tidak ngetop lagi.

Kata “idol” yang dalam pengertian kedua lumayan menakutkan; an image of a God, often carved in stone or wood and used as an object of worship. Yang artinya “Suatu citra Tuhan, seringkali dipahat di atas batu atau kayu dan digunakan sebagai objek penyembahan. “Oleh karena itu, seorang pemuja atau dalam bahasa Inggrisnya idolater, didefinisikan sebagai seseorang yang menyembah (mengibadahi) suatu idol (a person who worship an idol).

Menurut hemat penulis, jika sudah sampai sejauh ini bisa dinamakan musyrik atau menyekutukan (menduakan) Allah SWT. Bukankah inti dari ajaran adalah tauhid, yang berarti pengesaan Allah. Rukun Islam yang pertama yaitu syahadat juga terkait dengan persoalan ini, yakni Laa Ilaaha Illallah, tiada Tuhan yang disembah selain Allah. Jadi, kalau para remaja sampai memuja sesuatu seperti Tuhan dan menyembah-nyembahnya, berarti mereka telah syirik atau menyekutukan Allah. Syirik sendiri merupakan salah satu dosa besar yang tiada ampunannya di sisi Allah.

Islam mengajarkan konsep tauhid, pengesaan Allah. Allah itu satu dan kita semua mengakui itu. Akan tetapi, masalahnya ternyata tidak semua dari kita mengesakan Allah dalam ibadah dan sikap hidup kita. Sebagai dosa yang paling besar, seharusnya kita mengetahui bahwa syirik itu mudah dikenali. Boleh jadi ada perbuatan syirik yang kita kerjakan namun kita tidak menyadarinya. Itulah sebabnya diajari sebuah doa oleh Rasulullah SAW.: Allahumma inna na’udzubika min annusyrika bika syaian na’lamuh, wa nastaghfiruka lima laa na’lamuh (Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari amalan yang menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami meminta ampun kepada-Mu atas apa-apa yang tidak kami ketahui).

Perlu ditegaskan bahwa pengertian kata idola yang penulis maksud di sini adalah seseorang yang sangat dicintai dan dihargai. Rasulullah SAW adalah seorang yang sudah seharusnya dicintai dan dipuja karena kemuliaan yang dimilikinya. Namun jangan sampai kita (para remaja) membayangkan bahwa mengidolakan Rasul itu sama seperti mengidolakan para selebritis yang bisa dimintai tanda tangan, foto, atau film dan lagu terbarunya. Rasulullah tidak sama dengan artis atau selebritas.

Oleh karena itu, dalam Islam ada istilah yang lebih pas, yaitu uswatun hasanah atau suri tauladan. Dari survey yang penulis lakukan kepada beberapa teman, mereka mengaku tidak begitu mengenal dalam tentang Rasul. Itulah sebabnya mereka tidak ada perasaan kagum dan cinta kepada Rasulullah. Untuk bisa sayang dan jatuh cinta kepada Rasul, sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam mengetahui jalan kehidupan Rasul.

Jika kita mempelajari perjalanan hidup beliau dengan saksama, kita sebagai remaja pasti akan merasa sangat takjub. Manusia seideal beliau adalah pertama dan terakhir di dunia ini. Tidak ada yang menyamai beliau baik pada masa-masa sebelumnya maupun masa-masa setelahnya, tidak juga pada masa-masa yang akan datang. Jika saja para remaja tahu dan rajin membaca jejak-jejak langkah beliau maka tidak sedikit dari kita yang akan jatuh hati, mata akan berkaca-kaca dan meneteskan air mata, dan bungan-bunga akan bermekaran dalam jiwa.

Rasulullah SAW. Adalah kekuatan cinta Ilahi yang dipancarkan ke relung-relung kemanusiaan yang paling dalam. Begitu besarnya kekuatan cinta itu hingga mampu membalikkan sebagian besar pembencinya menjadi pencintanya yang sangat tulus. Beliau adalah orang buta huruf, miskin, dan yatim piatu. Beliau berasal dari suatu negeri yang gersang, penduduknya adalah manusia-manusia yang sulit di atur, dan konflik antar suku kerap terjadi. Namun, beliau mampu membalikkan sejarah dalam kurun waktu 23 tahun saja. Dua peradaban adidaya pada masa itu, yaitu Persia dan Romawi, porak-poranda dan takluk oleh peradaban baru yang beliau bawa.

Adakah manusia yang seagung beliau? Seluruh dunia, bukan Cuma negeri Arab, sedang berada dalam kegelapan yang sangat pekat pada saat itu. Kemudian beliau muncul dan membawa obor baru peradaban dunia. Kegelapan itu serta merta berbalik menjadi terang oleh cahaya kenabian yang merembet cepat ke segenap penjuru. Berangkat dari kesedihan atas kondisi masyarakat yang begitu buruk, manusia jujur yang tidak pernah dipertimbangkan sebagai pemimpin oleh kaumnya itu mampu membalikkan logika semua orang. Kebatilan yang sudah bertumpuk-tumpuk membusuk di jasad peradaban yang sekarat itu ternyata mampu dipulihkan oleh seorang Muhammad SAW dengan nilai-nilai kebenaran yang diletakkan oleh Allah di pundak beliau.

Untuk itu, kita sebagai remaja perlu kembali mempertimbangkan apa yang telah kita pilih selama ini. Mari gunakan akal sehat. Jangan melakukan sesuatu karena ikut-ikutan teman atau tren semata. Teman dan tren boleh jadi malah menyeret kita ke jurnang kenistaan. Jangan mengagumi sesuatu secara berlebihan dan membabi buta. Jangan mengidolakan sesuatu yang tidak bisa membawa kita ke syurga-Nya. Jangan!

Bukankah Al-Quran sudah bilang kepada kita: “...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “(Q.S.Al-Baqarah;216). Oleh sebab itu, tidak ada alasan lagi untuk tidak mencintai dan mengikuti jejak langkah beliau. Beliau adalah ornag yang sesungguhnya layak dikagumi dan dihargai. Rasulullah adalah sebenar-benarnya idola. Beliau juga adalah orang yang paling layak dicontoh dan diikuti, the real uswah (suri teladan). Semoga kita termasuk orang-orang yang pandai mengikuti teladan-teladan Nabi dan menjadi hamba-Nya yang beruntung. Aamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun