Siapa tak kenal Patih Gajah Mada? Seorang Panglima Perang yang gagah berani dari Kerajaan Majapahit yang mengumandangkan Sumpah Palapa. Gajah Mada berikrar tak akan makan palapa atau rempah-rempah sebelum menguasai nusantara. Pada abad ke 14 Masehi Majapahit menjadi kerajaan terbesar di nusantara dengan wilayah Sumatra, Singapura, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
Itu sedikit tentang sumpah seseorang yang mencintai Negara serta rakyatnya dan akhirnya berhasil diwujudkan berpuluh-puluh tahun kemudian. Dan banyak kisah-kisah heroik lainnya tentang orang-orang yang betul-betul mencintaih rakyatnya mengesampingkan kepentingan pribadi.
Ternyata dizaman kesekarangan, ada juga yang begitu mencintai rakyat dan negerinya, sehingga berani berjanji tentang sesuatu yang mungkin mustahil dan berat untuk dilakukan. Tatkala seseorang diangkat sebagai pejabat, tentu juga akan diikuti oleh fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Negara dan itu sah. Namun ternyata, masih ada juga segelintir pribadi yang mungkin tenggelam oleh hiruk pikuknya dunia pada saat kesekarangan ini, juga berlaku mengurai sumpah dan janjinya. Mungkin disaat dia berikrar janji tersebut, tanpa rekayasa, namun keluar dari lubuk hati nan dalam, sehingga sumpah janjinya keluar tak sengaja,
Ini sedikit cerita tentang sumpah janji seorang pejabat negeri yang mungkin luput dari publisitas dan kemungkinan beliau juga tidak ingin orang-orang tau, takut akan berujung ria. Namun saya dengan ketulusan jiwa, ingin berbagi dengan saudara-saudara semua, tentang hal-hal kecil yang menggugah jiwa.
Begini ceritanya:
Pada hari itu tanggal 15 Oktober 2016, terlihat kesibukan dari beberapa orang yang memasang tenda dan kursi-kursi untuk sebuah acara penyambutan tamu disebuah gedung baru di kompleks Gubernuran. Gedung berarsitektur Belanda, berwarna putih, anggun. Saya belum tahu itu gedung apa, sampai salah seorang dari pekerja tersebut berucap, bahwa gedung tersebut adalah rumah jabatan Gubernur Sumatera Barat yang baru, yang insyaa Allah akan diresmikan pemakaiannya hari Minggu tanggal 16 Oktober 2016.
Menurut saya, acara peresmiannya sangat sederhana, jauh dari kesan bermewah-mewah. Tamu yang diundangpun menurut pengakuan fihak rumah tangga Gubernuran, terbatas. Anak-anak yatim dan kaum dhuafa, itu prioritas yang diundang.
Esoknya, tanggal 16 Oktober 2016, saya berkesempatan hadir pada acara peresmian rumah jabatan Gubernur Sumatera Barat tersebut. Dalam sambutannya tatkala meresmikan gedung baru tersebut, Irwan Prayitno menyampaikan hal-hal yang selama ini mungkin jadi pertanyaan orang-orang, kenapa selama 5 tahun menjabat Gubernur sebelumnya (2010-2015), beliau tidak pernah berkantor di kantor Gubernur dan ruang kerjanya menumpang di salah satu ruangan kecil di Istana Gubernuran. Kenapa selama periode ke II kepemimpinannya, beliau tinggal di rumah pribadi.
Ini tidak terlepas dari musibah gempa besar yang meluluhlantakkan Sumatera Barat tahun 2009 lalu. Ratusan ribu rumah-rumah rakyat hancur, ratusan perkantoran tumbang dan lain-lain. Padahal pada tahun 2010 lalu, telah dianggarkan dana dalam APBD untuk pembangunan rumah jabatan ini, namun beliau tidak mau, sehingga akhirnya dana tersebut menjadi Silpa tahun 2010.
Semuanya tak terlepas dari komitmen seorang Irwan Prayitno yang lebih mendahulukan membangun/memperbaiki rumah korban gempa dan membangun kantor yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Bila itu sudah selesai, barulah paling terakhir dibangun/diperbaiki kantor gubernur.
Ibarat sebuah sumpah, bisa saya analogikan bahwa Gubernur Sumbar Irwan Prayitno saat itu bersumpah dan berikrar, “tidak akan menyelesaikan rumah jabatannya dan kantor Gubernur, sampai seluruh rumah-rumah rakyat dan perkantoran di luar kantor Gubernur selesai dibangun”.
Sebuah ikrar yang menggambarkan komitmennya terhadap pengabdiannya kepada rakyat yang mungkinh jarang kita temui saat ini. Bapak 10 anak dan 4 orang cucu ini bukannya tak menganggap penting perbaikan kantor dan rumah jabatan gubernur. Namun hati kecilnya tak tega ketika dia bisa duduk di ruangan ber-AC dan berfasilitas lengkap, di sisi lain rakyatnya tinggal di tenda-tenda pengungsian. Atau, kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD)-nya tak berjalan maksimal memberikan pelayanan kepada masyarakat, akibat gedungnya tak representatif. Itulah sebabnya, seorang Irwan Prayitno mengurungkan niatnya membangun rumah jabatan Gubernur yang baru tahun 2010 lalu. Padahal gambar telah siap, dana telah tersedia dalam APBD.
Dari segi kepatutan, rumah jabatan ini sudah tidak layak lagi ditempati, karena dibangun sejak tahun 1950an. Banyak atap yang bocor, plafon yang rapuh, malah toilet yang mampet dan lain-lain, namun tetap dinikmatinya bersama keluarga dengan ikhlas.
“Kalau saya mau, bisa saja yang dibangun duluan itu rumah jabatan gubernur. Tapi, bagi saya, pembangunan rumah masyarakat dan infrastruktur publik jauh lebih urgent dibandingkan membangun rumah jabatan ini. Sehingga, banyak SKPD yang berkantor di bedeng-bedeng, di rumah-rumah, serta bertumpuk-tumpuk pada satu ruangan pascagempa tersebut,” ujar suami Nevi Irwan Prayitno itu.
“Suatu kali, ada teman saya dari DPR RI datang berkunjung ke Sumatera Barat dan berkesempatan mampir ke rumah jabatan saya selaku Gubernur. Semua pada kaget dan mengatakan bahwa ini cocoknya sebagai rumah Camat. Namun, setelah jelaskan kondisi yang sesungguhnya, barulah mereka faham.” aku pria yang sudah menghasilkan 40-an buku dari berbagai bidang itu. Peryataan ini, membuat hadirin yang hadir saat peresmian rumah jabatan tersebut tertawa semua.
“Barulah setelah kondisi memungkinkan, di tahun 2015 rumah jabatan ini dibangun lagi dan itu bukan oleh saya sebagai Gubernur, namun dimulai oleh Plt. Gubernur saat itu, jadi saya hanya melanjutkan saja” imbuh beliau yang juga disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Juga persoalan kantor Gubernur.
Sebetulnya, seorang Irwan Prayitno bukannya tak pernah ditawari kantor baru tepatnya di escape building (samping kantor gubenur). Malahan, waktu itu jajarannya sudah mempersiapkan ruang kantor plus segala perlengkapannya. Namun pas dirinya akan pindah ke ruangan itu, tanpa sengaja dia masuk ke aula di belakang kantor gubernur. Waktu itulah, dia melihat pemandangan tak biasa. Di sana masih banyak biro berkantor. Akibatnya, ruangan itu tak nyaman dijadikan kantor.
“Melihat kejadian itu, saya pun terenyuh dan mengurungkan niat berkantor di escape building. Hari itu juga, saya perintahkan staf untuk merenovasi ulang ruangan yang sejatinya dijadikan ruang kerja tadi, untuk digunakan sebagai tempat biro yang berkantor di aula pindah ke sana” tegas Irwan Prayitno.
Beliau mengaku enjoy-enjoy saja berkantor tidak dikantor Gubernur. Biarpun begitu, dia sempat tertegun pula mendengar pertanyaan anaknya yang mempertanyakan di mana sebenarnya kantor ayahnya. Soalnya, sehari-hari mulai bangun tidur, beraktivitas menjalankan roda pemerintahan, menerima tamu siapa saja, selalu di rumah dinas tersebut.
“Waktu itu, anak saya baru saja bertemu dengan wali kota Padang di ruang kerjanya. Dia melihat, kantor sang wali kota begitu bagus termasuk asesoris di dalamnya. Sedangkan ayahnya hanya berkantor di rumah. Namun setelah saya jelaskan, barulah dia memahami,” aku pria yang sudah menghasilkan ribuan pantun-pantun dalam setiap pidatonya.
Orang-orang di Dinas Prasarana Jalan dan Tata Permukiman (Prasjal Tarkim) mengamini alasan atasannya itu. “Beliaulah minta untuk mendahulukan pembangunan rumah masyarakat dan infrastruktur publik terlebih dahulu.h Sebetulnya bisa saja beliau minta kantor gubernur dibangun lebih dahulu, apalagi anggaran yang digelontorkan pascagempa itu memungkinkan untuk itu. Tapi, beliau tak ingin didahulukan,” sebutnya.
Alhamdulillah, ternyata sumpah, janji dan ikrar seorang Irwan Prayitno sebagai Gubernur Sumatera Barat yang lebih mendahulukan kepentingan masyarakat terbayar tunai. Selama 5 tahun beliau memimpin Sumbar, 2010-2015, infrastruktur, rumah-rumah penduduk telah direhab dan direnovasi. Tak salah rasanya hari ini beliau juga harus tinggal di rumah jabatan yang lebih representative, dan kantor yang lebih baik, karena rumah jabatan Gubernur serta kantor Gubernur juga merupakan kebanggaan milik rakyat Sumatera Barat.
Namun luar biasanya, walau beliau mengendalikan pemerintahan dari rumah dinas, Sumbar tetap cepat keluar dari keterpurukan akibat gempa 2009, bahkan melebihi kecepatan pemulihan paska tsunami aceh 2004 dan Gempa Jogya 2011 (versi BNPB dan Metro TV tahun 2011). Tahun 2011 pertumbuhan ekonomi sumbar tertinggi selama sejarah provinsi iniik lahir yakni 8,1%, rumah-rumah pendudukk diutamakan dibangun dulu, tempat ibadah dicarikan dana untuk direhab, sekolah- sekolah terlihat lebih bagus dan lebihk mewah dibanding sebelum gempa, jalan dan jembatan diperbaiki. Sehinggga selama lima tahun pertama memerintah, Sumbar dibawah kepeminpinan Irwan Prayitno dianugerahi lebih 300 penghargaan dari pemerintah pusat.
Itulah sedikit cerita yang menurut saya pantas kita teladani…
Berikut, seikat pantun-pantun pak Gubernur Irwan Prayitno disaat beliau meresmikan rumah jabatan baru tersebut:
Dari Pariaman ke pantai sunur
Bersepeda pagi udaranya cerah.
Hadir disini Bapak Wakil Gubernur.
Juga lengkap dengan sekretaris daerah.
Salam hormat, bapak Ibu semua
Telah hadir di acara syukuran
Terimakasih kehadiran dan doanya
Semoga kami diberi keselamatan
Menjelang sore main layangan.
Teman bermain sepak raga.
Selamat datang tamu undangan
Para SKPD.dan semua kolega.
Jadi mainan besi berani.
Dibeli di pasar di bayar tunai.
Terasa senang di pagi ini.
Undangan hadir begitu ramai.
Teringat dulu dua ribu sepuluh
Karo Umum Alwis mendatangi
Ijin rumah Gubernur, untuk diruntuh
Rumah gubernur baru, tidak saya setujui
Gempa 2009 tlah menghancurkan
Rumah, Gedung, Jalan beruntuhan
Kita butuh dana pembangunan
Rumah penduduk kita prioritaskan
Rumah Gubernur memang tak layak
Ditinggalli terasa rumah camat
Memang uang APBD taklah banyak
Walau begitu, lima tahun tinggal cukup nikmat
Rusak di setiap tempat
Itu keadaan rumah dulu
Bingung staf untuk merawat
Istri pun jadi sibuk melulu
Tikus pun sering melompat
Rintik hujan tak kerkecuali
Semua menghiasi rumah pejabat
Tapi semua, diterima dengan senang hati
Bukan guru sembarang guru.
Guru pindahan dari sarolangun.
Bukan baru sembarang baru.
Rumah jabatan nan di bangun.
Tinggi melilit akabiluru.
Melilit sampai ke ujung daun.
Kalaupun rumah Gubernur baru.
Saya menghuni cukup lima tahun.
Ikan didapat ikan kulari.
Dibawa ke pasar berjerat-jerat.
Rumahnya representatif halamannya asri.
Jadi kebanggaan sumatera barat.
Pergi ke padang si orang talu.
Membeli baju di akhir tahun.
Bapak Wakil Gubernur sabar dahulu.
Rumah Bapak juga akan di bangun.
Main katapel memakai batu.
Pergi berburu burung barabah.
Rumah sekretaris daerah cukuplah begitu.
Mungkin rehab yang kita tambah.
Ikan tongkol terkena pukat.
Terkena pancing si ikan sepat.
Bukan karena rumah baru kinerja meningkat.
Biar kordinasi terasa lebih cepat.
Habis dicuci kain dijemur.
Habis mencuci Rencana melayat.
Rumah dihuni oleh Gubernur.
Tapi hakikatnya milik rakyat.
Menurun mendaki tikungannya tajam.
Perjalanan jauh tak pernah jemu.
Pintu terbuka dua puluh empat jam.
Kalau ada SKPD pingin bertamu.
Di hari malam terdengar langkah.
Peronda berjalan dalam kegelapan.
Mudah-mudahan rumah juga memberi berkah.
Sukses kepemimpinan Gubernur di masa depan.
Perkataannya lugas tidak menyindir.
Kelakuannya jelas tidak pura-pura.
Do'a diharap dari yang hadir.
IP.NA menjadikan sumbar sejahtera.
Kupas kelapa ambil kukuran.
Kelapa dikukur pakailah tangan.
Hari ini Pemerintah Daerah syukuran.
Silahkan cicipi semua hidangan.
Rumah dinas Gubernur catnya putih.
Silahkan selfi bersama keluarga.
Cukup sekian dan terima kasih.
Sukur Alhamdulillah yang tak terhingga.
Selamat bertugas pak Irwan Prayitno, semoga cita-cita menjadikan Sumatera Barat yang Madani dan sejahtera terwujud..
Aamiinn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H