a. Positivisme hukum adalah aliran yang berpendapat bahwa hukum harus dipahami dan diterapkan sebagaimana tertulis dalam peraturan formal tanpa mempertimbangkan moralitas atau konteks sosial. Menurut positivisme hukum, hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan harus diikuti oleh masyarakat. Dalam konteks pinjol ilegal, aliran ini akan melihat bagaimana aturan hukum terkait pinjaman, ekonomi, dan perlindungan konsumen diterapkan.
b. Fokus pada aturan tertulis
Dalam kasus pinjol ilegal, pendekatan positivisme akan menganalisis apakah tindakan yang dilakukan oleh penyedia pinjol ilegal melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, apakah mereka melanggar Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam MeminjamÂ
Uang Berbasis Teknologi Informasi, serta undang-undang tentang perlindungan konsumen.
c. Penerapan sanksi
Pendekatan positivisme akan fokus pada penerapan sanksi hukum bagi penyedia pinjol ilegal berdasarkan aturan yang berlaku. Hukum yang dilanggar, seperti ketentuan mengenai bunga tinggi (riba), gharar (ketidakpastian), dan metode penagihan yang tidak etis, akan diproses sesuai dengan hukum pidana, perdata, atau hukum ekonomi yang berlaku di Indonesia, tanpa mempertimbangkan dampak sosial atau moral.
d. Terpisah dari moralitas
Positivisme tidak menilai apakah praktik pinjol ilegal secara moral benar atau salah, melainkan hanya melihat apakah tindakan tersebut melanggar aturan hukum yang ada.
2) Pandangan Sociological Jurisprudence
a. Sociological jurisprudence, yang dikembangkan oleh Roscoe Pound, berpendapat bahwa hukum tidak hanya merupakan seperangkat aturan formal, tetapi juga alat untuk mengatur kehidupan sosial dan harus diperhitungkan dalam konteks sosialnya.
b. Pendekatan kontekstual
Dalam kasus pinjol ilegal, pendekatan ini akan menelaah bagaimana kondisi sosial dan ekonomi yang menyebabkan munculnya kasus tersebut. Krisis keuangan yang melanda masyarakat menyebabkan banyak orang kesulitan mencari sumber dana, sehingga mereka terpaksa menggunakan layanan pinjaman online meskipun mengetahui risikonya. Sociological jurisprudence akan menganalisis bagaimana hukum ekonomi syariah (seperti larangan riba dan gharar) dipahami dan diterapkan dalam konteks kebutuhan mendesak masyarakat.
c. Pengaruh sosial dan ekonomi
Pendekatan ini akan menyoroti faktor-faktor sosial, seperti kemiskinan, ketidakstabilan ekonomi, dan rendahnya literasi keuangan, yang membuat banyak orang jatuh ke dalam jeratan pinjol ilegal. Sociological jurisprudence akan mempertanyakan apakah hukum yang ada sudah cukup responsif terhadap realitas sosial ini, dan apakah peraturan yang ada perlu disesuaikan agar lebih melindungi masyarakat dari eksploitasi.
d. Peran hukum sebagai alat rekayasa sosial
Dalam pandangan ini, hukum bukan hanya untuk menghukum pelanggaran tetapi juga sebagai alat untuk memperbaiki kondisi sosial. Oleh karena itu, sociological jurisprudence mungkin akan mendorong pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang lebih inklusif, seperti peningkatan literasi keuangan, regulasi yang lebih ketat terhadap pinjaman online, dan menyediakan alternatif pinjaman berbasis syariah yang lebih mudah diakses oleh masyarakat.