Mohon tunggu...
Adhirajasa Wicaksana
Adhirajasa Wicaksana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Kajian dari perspektif psikologi, filsafat, dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Banyak Politisi Terus Berbuat Korupsi?

20 Desember 2022   06:09 Diperbarui: 20 Desember 2022   06:30 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengenalan moral dan analoginya

Berbeda dengan hewan, manusia dianugerahi dengan moralitas. Moral menjadi alat bagi manusia dalam menentukan keputusannya atas dasar kooperasi dengan lingkungan sekitarnya. Ibarat kompas, manusia menentukan kemana arah ia berjalan berdasarkan panah moral. Lantas mengapa seseorang — meskipun ia paham betul persoalan moral — secara sadar memaklumi perbuatan tidak bermorall?

Dilema moral

Penjelasan yang paling mungkin adalah teori moral Kohlberg. Seorang psikolog bernama Kohlberg mengajukan teori bahwa pada tahap tertentu, seseorang akan dihadapi dengan dilema moral. Dilema moral adalah kondisi dimana seseorang secara kompleks mempertimbangkan ulang keputusan moralnya ketika dihadapkan pada konteks dan situasi tertentu. Ibarat kompas, ketika terdapat situasi dan konteks yang memaksa, kompas moral seseorang akan menunjukkan arah panah yang kebingungan, arah panah yang berputar-putar. Sehingga ia akan kesulitan dalam menentukan arah keputusannya, menentukan mana yang baik dan benar.

Tahap moral kohlberg

Kohlberg membagi tahap moral menjadi 3. Tahap pre-conventional, umumnya terjadi masa anak-anak. Adalah tahap penilaian moral sederhana, yang mana individu akan menilai moral berdasarkan konsekuensi langsungnya. Umumnya berkaitan dengan kepatuhan dan hukuman, juga apa yang menguntungkan buat dirinya. Tahap conventional, umumnya terjadi saat remaja hingga awal dewasa. Adalah tahap perkembangan moral yang lebih luas, karena individu mulai memikirkan pandangan moral dari orang-orang lain. 

Selanjutnya individu juga mulai menilai pihak otoritas dan pemeliharaan aturan sosial sebagai hal yang esensial. Tahap pasca-konvensional, merupakan tahap lanjutan, yang mana individu akan memahami bahwa setiap individu mungkin memiliki pandangan moral yang berbeda — sehingga tidak ada kebenaran absolut. Mungkin juga individu akan melandaskan moralnya pada etika universal. Namun pada kondisi tertentu, individu akan mendahulukan moral miliknya terlebih dahulu — karena tidak ada moral yang paling benar.

Pada tahap inilah yang mungkin menjadi penjelasan mengapa beberapa koruptor memaklumi perbuatan korup. Pada tahap pasca-conventional, koruptor mungkin dihadapkan pada dilema moral yang membuatnya mempertanyakan dasar moral. Dan dengan alasan konteks dan situasi yang kompleks, membuatnya memaklumi keputusan immoral-nya.

Analisis faktor-faktor keputusan moral

Namun mengapa demikian? Saya menganalisis beberapa faktor yang mungkin. Agar lebih mudah, saya telah membaginya menjadi 2, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pembenaran diri, tentang bagaimana koruptor membenarkan perbuatannya. Faktor yang dapat mendukung pembenaran ini juga cukup banyak. Seperti karena maraknya perbuatan korupsi, para koruptor merasa tidak sendirian. Mereka lebih berani membuat keputusan immoral karena ia merasa mereka dalam kapal yang sama. 

Selain itu, faktor lainnya adalah kurang tekanan dari orang sekitarnya. Ketika ia merasa dimaklumi beberapa orang, ia akan menggeneralisasikan penilaian masyarakat juga akan memaklumi perbuatannya. Hal lain yang mungkin menyebabkan adalah rasa berhak atas uang kotor yang ia ambil. Contoh semisal ia merasa dirugikan karena mengemban posisi yang sulit, mudah baginya untuk berpikir ia pantas mendapatkan ‘hadiah’ atau ‘jatah’ lebih.

Pada Faktor eksternal meliputi analisis untung-rugi. Seperti seberapa mudah perbuatan tersebut untuk dilakukan dan seberapa menguntungkan hasil perbuatannya. Didukung dengan seberapa beresiko konsekuensinya. Seberapa berat hukuman yang akan ia dapat ketika ia tertangkap, dan seberapa besar peluang ia tertangkap juga menjadi faktor

Hal-hal tersebut merupakan faktor pendorong perbuatan immoral ketika seseorang dihadapkan dilema tertentu. Namun, faktor lain diluar itu adalah tidak adanya moral dalam diri koruptor sedari awal. Koruptor tidak akan menganggap itu hal yang immoral, dan ketika tertangkap ia tidak akan merasa jera. Karena ia hanya merasa sedang sial saja, ia hanya akan menganggap itu kesalahan teknis tanpa merasa bersalah sama sekali

Kaitan dengan kasus lain atau contoh lainnya

Penjelasan tersebut mungkin memudahkan kita memahami mengapa korupsi sangat sulit diberantas. Dan penjelasan tersebut mungkin juga dapat menjelaskan beberapa perbuatan immoral lainnya. Sekarang mungkin kita tidak lagi bertanya-tanya ketika ada beberapa tokoh religius biadab yang memperkosa anak didiknya.

Dan dalam skala yang lebih dekat, mungkin penjelasan itu juga menjelaskan mengapa ketika di bangku sekolah kita tergiur untuk mencontek jawaban teman kita. Tak bisa dipungkiri beberapa dari kita memaklumi perbuatan mencontek, betul? Lantas apa bedanya kita dengan para koruptor itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun