Negara ini sepertinya telah dikuasai oleh politikus-politikus busuk yang menyembunyikan kebusukan dengan parfum wewangian ilusi surga. Dan anehnya masih saja banyak dari kita yang hidungnya hanya mampu mencium pancaran wewangian tanpa mampu mencium bau busuk dari politikus semacam itu. Dan  anehnya hidungnya tersebut hanya mampu mencium kebusukan dari golongan lainya.Â
Tentunya sangat baik dan mulia untuk mampu mengatakan apa yang sebenarnya. Bukankah untuk mampu berkata jujur adalah ajaran dari berbagai agama. Dan bukankah kita selalu diajarkan untuk mengatakan kejujuran meski itu pahit.
Rasa jengah kerap hadir melihat prilaku tokoh-tokoh politik yang berhimpun di satu parpol yang memarketingkan partai politiknya sebagai partai politik umat berbasis agama namun tidak mampu mengatakan dengan sebanarnya bahwa partai politiknya juga turut menyatakan setuju atas RUU HIP.
Sulit rasanya mencari dan menemukan negarawan di bangsa Pancasilais ini. Begitu bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur yang terkandung pada pancasila itu sendiri. Kejujuranya tak selantang teriakan takbirnya dan tidak seputih seragam kebesarannya.
Entah mengapa ketika ingin mengakhiri tulisan ini melintas dipikiran lirik lagu slank yang sempat populer pada masanya.
Bang bang tut akar gulang-galing
Siapa yang kentut ditembak raja maling
Musuh dalam selimut sama juga maling
Mulut bau kentut di belakang ngomong miring
Lempar-lempar batu lalu sembunyi tangan
Bikin orang bingung langsung buang badan
Sepandai tupai lompat akhirnya jatuh juga
Lagak jadi sahabat pasti ketahuan belangnya
Bang bang tut akar gulang-galing
Siapa yang kentut ditembak raja maling
Musuh dalam selimut sama juga maling
Mulut bau kentut di belakang ngomong miring
Penulis: Hidayat Syahputra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H