Teknologi Sistem Akuakultur Resirkulasi sudah dikembangkan selama 20 - 30 tahun di Norwegia dengan membudidayakan beberapa jenis ikan seperti salmon (Salmo salar), sidat (Anguilla anguilla), nila (Oreochromis niloticus), lobster (Homarus gammarus), dsb.
Sementara itu, di Indonesia, teknologi RAS sudah berhasil dijalankan oleh beberapa daerah, salah satunya yaitu UPT Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara. Ikan yang di budidayakan yaitu ikan nila ukuran 2 - 3 cm dengan padat tebar 5.000 ekor/m3. Biaya investasi awal senilai kurang lebih Rp 80 juta dengan biaya penyusutan mencapai 13,3 juta pertahun dan biaya operasional berkisar 1,5 juta per bulan, maka setidaknya akan di raup pendapatan kotor hingga 100 juta/tahun atau lebih dari 8 juta/ bulan.
Hal tersebut membuktikan bahwa budidaya dengan penerapan RAS, produktivitas bisa digenjot hingga 100 kali lipat dibanding dengan sistem konvensional yang padat tebarnya hanya mencapai mencapai 50 ekor/m2.
Selain ikan nila, Indonesia juga sudah berhasil membudidayakan ikan lele, lobster pasir Panulirus homarus, dsb.
Kelebihan dan kekurangan RAS apa aja nih?
Setelah membaca banyak informasi di atas, maka banyak sekali alasan yang melatarbelakangi penerapan Recirculating Aquaculture System diantaranya yaitu :
- Dapat mengatasi permasalahan keterbatasan air karena pergantian air akan jauh lebih hemat sebab terus menerus di daur ulang.
- Dapat mengatasi permasalahan lahan, karena hanya membutuhkan sedikit lahan.
- Mampu menghasilkan produktivitas yang jauh lebih tinggi daripada budidaya secara konvensional.
- Kualitas air lebih terjaga.
- Lebih mudah dalam mengendalikan dan memelihara.
- Ramah lingkungan.
- Dapat  dilaksanakan sepanjang waktu.
Sedangkan kekurangan dari sistem ini yaitu lebih mahal dibandingkan budidaya konvensional, karena mengeluarkan biaya listrik, oksigen dan pembelian pompa.
Maka dari itu, dengan berkembangnya teknologi budidaya perikanan di berbagai negara, negara Indonesia juga perlu melakukan banyak inovasi untuk mengembangkan teknologi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi sistem akuakultur resirkulasi di berbagai daerah, mengingat hingga kini masih sedikit pembudidaya yang telah menerapkan sistem tersebut padahal RAS sangat mendukung peningkatan produksi dan perbaikan teknologi akuakultur baik untuk pasaran lokal, regional, maupun internasional nantinya.
Referensi:Â [1]Â [2]Â [3]Â [4]Â [5]Â [6]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H