Dalam kajian hukum dan media massa, moral dan etika tersebut dikaitkan pada kewajiban para jurnalistik antara lain seperti; pelaksanaan kode etik jurnalistik dalam setiap aktivitas jurnalistiknya, tunduk pada institusi dan peraturan hukum untuk melaksanakan dengan etiket baiknya sebagaimana ketentuan-ketentuan di dalam hukum tersebut yang merupakan perangkat prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang pada umumnya sudah diterima dan disetujui oleh masyarakat.Â
Sehubungan dengan hal itu, prinsip etika bagi profesi jurnalistik memberikan dasar hukum bagi pengelolaan pemberitaan di media secara tertib dalam hubungan antar subyek hukum
Akhir-akhir ini fenomena keseragaman pemberitaan di media massa sebagai akibat acuan institusi media dan personil yang terlibat di dalamnya pada konsumsi massa di satu sisi, dan pemaknaan etika jurnalisme pada institusi media dan wartawan sebagai sebuah profesi di sisi lain, yang seharusnya menuntut aktivitas jurnalismenya senantiasa diwarnai oleh kode etik jurnalistik yang mengungkungnya.Â
Kepentingan ekonomi pemasaran institusi dan prinsip idealisme profesi jurnalistik di era konvergensi media akhir-akhir ini menjadi pertaruhan penting. Oleh karena itu, Sebagai objek komunikasi harus bijak dalam menilai dan memilih informasi yang dipaparkan.
PembahasanÂ
Masalah etika banyak dipersoalkan, tidak hanya di negara kita saja. Akan tetapi pembicaraan tentang etika dan permasalahannya ini telah lama dan selalu diusahakan agar etika ini benar-benar dapat berkembang dan melekat pada setiap profesi. Salah satunya Terhadap aktivitas profesi jurnalistik dapat terjadi kemerosotan dalam kegiatan pengembangannya sebagai akibat dilanggarnya etika dan kode etik profesi oleh sebagian pengembannya.
Sektor okupasi di intitusi media, seharusnya memiliki perspektif tentang aktivitas, dimana seharusnya institusi media memiliki idealisme, yaitu memberikan informasi yang benar.Â
Dengan idealisme semacam itu, media ingin berperan sebagai sarana pendidikan. Pemirsa, pembaca dan pendengar akan semakin memiliki sikap kritis, kemandirian dan kedalaman berpikir.Â
Hanya saja, realitas sering mempunyai arah yang berlawanan. Realitas pasar ini menggambarkan betapa media massa berada di bawah tekanan ekonomi persaingan yang keras dan ketat. Hukum persaingan menuntut media massa bisa menampilkan informasi terbaru, tidak didahului oleh media lain. Kecepatan memperoleh berita belum cukup untuk menjamin posisi keberlangsungan suatu media.Â
Agar tidak ditinggal oleh konsumen, maka media harus selalu mampu mempertegas nkekhasannya dan memberi presentasi yang menarik.Â
Tuntutan ini menyeret masuk kepada kecenderungan menampilkan yang spektakuler dan sensasional. Penampilan seperti ini biasanya cenderung superfisial, karena ingin menyentuh banyak orang dan tidak merugikan, maka dicari yang menyenangkan semua pihak, lalu yang ditampilkan mirip dengan acara serba-serbi.