Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Implikasi Filsafat dalam Pernyataan Jokowi Soal Kampanye

25 Januari 2024   14:37 Diperbarui: 26 Januari 2024   18:03 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden saat menyatakan bahwa dirinya boleh memihak dan kampanye di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024. (Foto: presidenri.go.id)

Presiden Joko Widodo telah menyatakan keberpihakkannya. Ia juga serius dengan ucapannya. Legitimasi UU yang ia kutip menjadi tidak berarti.

Mengapa saya bisa berkata seperti itu? Karena manusia adalah individu yang semua unsurnya tidak terbagi. Ketika saya bicara A, tidak mungkin lagi memisahkan diri saya sebagai penulis, sebagai suami, atau sebagai mahasiswa. Saya bicara A saat sebagai suami, itu pasti ada pengaruh diri saya yang adalah penulis dan mahasiswa. Tidak mungkin dipilah-pilah.

Seorang filsuf bernama Ernst Cassirer (1874-1945) pernah menulis, bahwa manusia adalah animal symbolicum. Artinya manusia adalah makhluk simbol. "Manusia hidup, berkembang, dan memaknai eksistensi dirinya di dalam kepungan simbol. Simbol tersebut bisa beragam, mulai dari bahasa, sampai dengan simbol-simbol matematis yang merupakan abstraksi dari realitas. Tidak hanya itu konsep 'manusia' pun sebenarnya suatu simbol yang mengabstraksi entitas bertubuh, berdarah, berdaging, berotot, dan mampu berpikir," tulis Reza A.A Wattimena dalam Rumah Filsafat.

Mari kita perhatikan kalimat Presiden ini, "Presiden tuh boleh lho kampanye, Presiden boleh memihak, boleh,"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa berpolitik nggak boleh, boleh. Menteri juga boleh," ujar Presiden di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.

Presiden didampingi Menhan Prabowo yang juga menjadi calon presiden. Ada Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Juga ada perwakilan dari Parlemen, Ketua Komisi 1 DPR Meutya Hafid yang berasal dari Golkar, pendukung Prabowo-Gibran.

Simbol Dukungan

Pernyataan Presiden dalam forum tersebut mempunyai simbol yang sangat kuat bahwa dia berpihak. Beda cerita jika Presiden mengatakan hal yang sama, tetapi di saat bincang-bincang santai dengan wartawan. Dia sendirian saja. Dan tidak ada Gibran atau anggota keluarga lainnya yang maju sebagai capres atau cawapres.

Walau Presiden belum memutuskan untuk memihak dan kampanye, tetapi di sebelahnya ada Prabowo. Dia minta TNI netral tetapi dia sedang di salah satu markas TNI dan dikelilingi Panglima dan pemimpin tertinggi semua matra TNI. Juga ada perwakilan koalisi Prabowo-Gibran. Bahkan kalimat yang disampaikan oleh Presiden begitu tegas, lugas, dan terkesan membela diri dari kritik masyarakat bahwa Presiden harus netral dalam pemilu ini.

Dari kacamata Cassirer, Presiden sangat menunjukkan sebagai mahluk yang hidup dalam simbol. Dan simbol itulah yang memberikan arti bagi segala sesuatu yang ada di sekitarnya, yakni kita masyrakat. Maka, legitimasi UU bahwa Presiden dan Menteri boleh kampanye menjadi tidak lagi relevan. Jika pun nanti Presiden memutuskan untuk turun gunung berkampanye, itu juga sudah tidak relevan.

Argumentasi Cassirer bahwa manusia adalah simbol diperkuat teori filsuf lain, John Dewey (1859-1952). Dewey mengkritik mazhab sebelumnya yang memisahkan antara pikiran dan tubuh, alam dan budaya, diri dan masyarakat, akal dan emosi. Pemikiran manusia bukanlah sebuah fenomena yang secara radikal berada di luar (atau berada di luar) dunia yang ingin diketahuinya. Pengetahuan manusia adalah salah satu cara bagaimana manusia memaksimalkan kemampuan berpikir dan berbahasanya untuk mengatasi masalah. Maka, pikiran secara aktif beradaptasi, bereksperimen, dan berinovasi berdasarkan situasi dan landasan pragmatis.

Menafsir pemikiran Dewey, apa yang disampaikan Presiden adalah hasil pemikirannya sebagai manusia yang utuh. Yang berkata itu Jokowi yang sekaligus Presiden, "tukang kayu", dekat dengan Prabowo, ayahnya Gibran dan Kaesang, ipar dari Anwar Usman, dan mertuanya Bobby. Pemikiran ini dilecut oleh masalah yang harus dia selesaikan. Apa masalahya? Apakah menjawab tudingan presiden tidak boleh memihak dan kampanye? Apakah menjawab desakan pemilu harus berlangsung satu putaran? Entahlah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun