Logika ini tampak bagus dan masuk akal. Apalagi embel-embelnya adalah pemerataan ekonomi. Namun jika ditilik lagi, tujuan mulia ini tidak semudah yang dipikirkan. Jika saat ini, penduduk Jakarta punya masalah urbanisasi, yang di antaranya berasal dari Banten dan Sumatera, maka tidak menutup kemungkinan masalah ini tambah parah akibat kemudahan akses JSS.
Belajar dari Jembatan Suramadu dan JSS, cita-cita pemerataan ekonomi yang berkeadilan harus diakui tidak mudah. Untuk kasus 2 jembatan yang telah disinggung, pemerintah pusat dan daerah harus benar-benar intervensi dalam seluruh kebijakan sehingga terbentuk iklim ekonomi yang kondusif untuk tumbuh sampai berkembang di Madura, Banten, dan Lampung.
Pendekatan serupa harus juga dilakukan untuk pemindahan Ibu Kota RI yang direncanakan di 2 Kabupaten, sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Presiden Jokowi beserta jajarannya termasuk pemda terkait harus kuat mengawal, teguh dalam intervensi, dan setia dalam visi-misi yang sama demi terwujudnya ekonomi Indonesia yang merata dan berkeadilan. Kali ini skalanya nasional!
Langkah pertama pemerintah dengan mengunci lahan di Kaltim, sudah menjadi indikasi yang baik. Namun langkah selanjutnya banyak dan panjang, sehingga rentan terhadap penyusup. Baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Mumpung masih dalam tahap menggodok kabinet, kali ini presiden mau tidak mau menggodok tim yang solid, satu suara, dan setia menjalankan visi-misinya. Jangan sampai kejadian Menteri ATR/ BPN mengumumkan pemindahan Ibu Kota mendahului Presiden, terulang.
Akhirnya, perjalanan ibu kota baru telah dimulai. Mari ikuti prosesnya dan menyatukan doa yang terbaik untuk Tanah Air kita yang sangat kita cintai.
*Sumber JSS dari Wikipedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H