Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Batik Tiga Negeri: Pewarnaan dari 3 Kota, Seharga 2 Sapi, sampai Merah Darah Ayam

30 Juni 2019   07:10 Diperbarui: 7 Maret 2020   16:03 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catatan sejarah tentang Batik Tiga Negeri, termasuk peta perjalanan pewarnaan batik ini, mulai dari memberi warna biru di Pekalongan, coklat di Solo dan merah di Lasem. | Dokumentasi Pribadi

Art Nouveau adalah gerakan seni dekoratif dan arsitektur yang lahir dan berpusat di Eropa Barat. Gerakan ini dimulai pada tahun 1880an sebagai reaksi menentang penekanan sejarah pada karya-karya seni pertengahan abad ke-19. Art Nouveau telah sukses diadaptasi ke berbagai jenis seni dekoratif, termasuk furnitur, perhiasan, desain buku, hingga ilustrasi. 

Lestarikan Batik Tiga Negeri
Sejak ditetapkannya Hari Batik pada 2 Oktober 2009, batik telah menjadi simbol persatuan yang merekatkan bangsa Indonesia yang sangat beragam. Dulu, kita bisa menilai strata sosial orang dari pakaian yang ia kenakan. Namun sekarang, dengan memakain baju batik tidak ada lagi pembedaan tersebut.

Semua orang bisa memakai batik, mulai dari Presiden sampai anak sekolah. Orang kaya maupun sederhana, juga bisa memakai batik dengan rasa bangga. Karena batik telah menjadi identitas bangsa. Oleh karena itu, kita ikut bangga saat dalam forum internasional banyak kelapa negara dan pejabat dari negara lain menggunakan baju batik.

Dalam konteks ini, saya kembali katakan bahwa Batik Tiga Negeri selama ratusan tahun telah membuktikan bahwa dirinya sudah menjadi simbol perpaduan budaya, jejak sejarah peradaban, kerukunan dan persatuan bangsa, toleransi tiada batas yang semuanya mengarah pada jati diri Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Membuat Batik Tiga Negeri tak ubah membangun bangsa ini. Selembar kain batik yang banyak dikagumi orang ini, dibuat dari banyak orang dengan latarbelakang, budaya, agama, strata sosial, dan suku yang berbeda-beda. Mereka masing-masing dipersatukan oleh tujuan yang sama, yakni membuat satu buah kain dengan kualitas prima. 

Untuk itu tidak ada jalan lain, satu sama lain harus saling menghormati dalam perbedaan, rendah hati, tidak menganggap orang lain lebih rendah, memberikan kepercayaan dan harapan bahwa kain yang ingin dihasilkan bersama bisa terwujud.

Ikut mewarisi Batik Tiga Negeri berarti turut mewarisi harga berharga bangsa Indonesia, yakni Bhineka Tungga Ika. Mencintai Batik Tiga Negeri berarti turut menjaga persatuan dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga dan masyarakat. 

Dan membeli Batik Tiga Negeri pada dasarnya turut memelihara nilai-nilai persatuan dan kekayaan bangsa kita, sekaligus keinginan saya yang belum terpenuhi.

*Tulisan ini juga ada di Blog Pribadi, ONEtimes.id

Video perjalanan singkat saya ke Lasem yang berhasil merekam jejak masyur Batik Tiga Negeri dan Motif Batik Lasem yang sangat filosofis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun