Tanda nama pada kain Batik Tiga Negeri di kota-kota utamanya memiliki kekhasan. Lasem membubuhkan cap tinta bak di pinggir kainnya. Di Solo, Keluarga Tjoa membatik tanda nama sang nyonya dengan nama suami. Di Pekalongan, tanda nama menggunakan nama si empunya batik generasi pertama.
Warna-warna Batik Tiga Negeri merupakan khasanah tiga warna dari tiga daerah yang mengedepankan pewarnaan alami, sekalipun pewarna sintetis sudah muncul di Eropa sejak abad 19. Warna merah dari pembatik Lasem, berasal dari ekstrak akar pohon mengkudu (pace) yang dicampur dengan minyak jarak.Â
Warna merah ini tidak lepas dari representasi warna khas keturunan Tionghoa yang saat itu menjadi penduduk mayoritas di Lasem. Bagi mereka, sebagaimana dikutip dari The World of Chinese, merah antusiasme, semangat, keberuntungan, dan kebahagiaan.
Namun tiap pembatik di Lasem membawa ciri warna merahnya sendiri-sendiri. Bahkan ada yang meyakini warna merah darah ayam. "Ada yang (motif) sinografi, yang pake warna merah darah ayam."Â
Dari pemiliknya hanya beberapa, salah satunya Bapak Sigit. Dia adalah masternya pembatik di Lasem. "Warna merah darahnya tidak ada di tempat lain," tutur sang pemandu.
Kemudian, warna biru dari Pekalongan adalah hasil dari fermentasi tumbuhan indigofera. Biru menjadi tren warna Eropa sejak abad 18. Maka tidak heran, ada sumber yang mengatakan bahwa indigofera dibawa oleh bangsa Eropa ke Indonesia.Â
Dari sisi religius, biru berhubungan erat dengan representasi figur Bunda Maria dalam tradisi Katolik. Makna biru merupakan simbol kepercayaan, kedamaian, ketenangan, dan berasosiasi dengan warna maskulin, walaupun warna biru juga bermakna kesedihan.
Terakhir adalah warna coklat soga dari Solo. Disebut soga karena warna coklat yang dihasilkan berasal dari ekstrak warna pohon soga. Warna ini merupakan representasi warna filosofi budaya Jawa yang menghangatkan, memberikan ketenangan, dan penuh semangat kebersamaan.
Seorang peneliti asal Belanda, Harman C. Veldhuisen dalam bukunya Batik Belanda 1840-1940: Dutch Influence in Batik from Java, History and Stories (1993) menambahkan keistimewaan Batik Tiga Negeri dari sisi motifnya.Â
Batik Tiga Negeri memiliki kombinasi motif pesisir dan pedalaman. Ia banyak menggunakan motif buketan, flora, fauna (ragam khas Cina, Belanda, Jawa) yang populer di pesisir utara Jawa. Bahkan pada akhir tahun 1800an tersebut, Batik Tiga Negeri terpengaruh oleh motif gaya Art Nouveau.