Dengan demikian, motif ini ingin menunjukkan keanekaragaman, baik yang terdapat di Indonesia maupun seluruh dunia. Hal itu tampak dari ragam warna yang ditampilkan. Sungguh cantik, indah, memesona walau dibuat dari warna yang berbeda-beda.
Terakhir adalah Batik Lasem Tiga Negeri. Bisa dikatakan, inilah salah satu masterpiece dalam dunia pembatikan. Bagaimana tidak, konon banyak pembatik percaya, yang disampaikan berdasarkan budaya tutur, tiap warna yang ada di kain batik ini dilakukan di 3 daerah berbeda.Â
Warna biru dibatik di Pekalongan, warna coklat sogan di Solo, dan untuk warna merah di Lasem. Melihat prosesnya yang panjang, teknik yang rumit, nilai historis yang tinggi, maka tidak heran Batik Tiga Negeri dihargai tinggi. Berikutnya akan dibahas khusus terkait Batik Tiga Negeri ini.
Batik Tiga Negeri
Menurut pemandu di Tiongkok Kecil Heritage, Batik Tiga Negeri diambil dari 3 filosofi warna yakni biru, coklat dan merah. Dulu, kalau orang Pekalongan atau Solo mau mewarnai batik mereka dengan warna merah, maka setelah diberi warna biru di Pekalongan atau coklat di Solo baru dibawa ke Lasem. "Jadi, yang bisa memiliki Batik Tiga Negeri itu cuman para bangsawan, karena dulu 1 lembar kain Batik Tiga Negeri setara dengan sapi dua."
Tapi tidak hanya itu, ia melanjutkan, tingginya harga Batik Tiga Negeri karena perjalanan mewarnainya jauh dan proses pembuatannya yang lama. Setidaknya ada 3 kali pencelupan pewarnaan.Â
Sehingga semakin lama dicuci, kain batik ini bukan semakin pudar tetapi akan semakin lemes dan warnanya lebih cerah. "Pembuatan (batik ini) paling cepat 3 bulan. Kita sendiri kalau mau mendapatkan batik tiga negeri, sekarang bulan 5 berarti sudah harus pesan dari Januari."
Berdasarkan keterangan yang dipasang di poster Oemah Batik Lasem, tertulis rute perjalanan kain batik tiga negeri. Untuk rute Pekalongan menuju Solo, diduga menggunakan akses Jalan Raya Pos sampai Semarang, lalu dilanjutkan jalan raya antarkota.Â
Lalu rute Lasem menuju Pekalongan aksesnya adalah menggunakan Jalan Raya Pos dan jalur kereta api. Sedangkan dari Solo menuju Lasem juga menggunakan jalan raya dan kereta api.
Sejak awal mula, batik telah menjadi salah satu entitas bisnis. Tidak mengherankan, perusahaan batik mulai menjamur di Lasem, Pekalongan, dan Solo. Sejarah mencatat, dulu jumlah pengusaha batik di Lasem ada 120 orang yang kesemuanya adalah keturunan Tionghoa. Sedangkan di Pekalongan ada 1.195 orang.Â
Sekitar 90 persen di antaranya adalah orang Jawa, sedangkan lainnya adalah pengusaha batik dari keturunan Tionghoa, Arab dan Eropa. Dan terakhir di Solo, ada 387 orang yang kira-kira 60 persen keturunan Jawa, sekitar 15 persen dari keturunan Tionghoa, 24 persen keturunan Arab, dan 1 persen dari keterunan Eropa.