Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membongkar Makna Kontradiktif dari People Power dan Menggugat Mantan Aktivis 1998

19 Mei 2019   14:51 Diperbarui: 19 Mei 2019   15:26 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi People Power oleh MOJOK

Belakangan ini, isu people power tengah hangat dibicarakan. Tidak sedikit yang memberikan dukungan. Di sisi lain, tak kalah banyak juga yang mengecam isu yang mengarah pada mobilisasi massa ini. Bahkan, dalam pembicaraan ala warung kopi, beberapa masyarakat menahan diri untuk beraktifitas di luar rumah pada 22 Mei 2019 mendatang.

Masyarakat resah karena ada unsur kontradiktif dari isu people power yang dihembuskan oleh Anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Amien Rais. Setali dua uang, hal senada juga diungkapkan oleh Eggi Sudjana.

"Maka, jika terus semua kecurangan ini diakumulasi, saya dengar tadi, insya Allah sekitar jam 7, jam 8, akan diumumkan resmi apakah betul ada kecurangan serius. Maka analisis yang sudah dilakukan pemimpin kita juga bapak Prof DR Amien Rais, kekuatan people power itu mesti dilakukan. Setuju? Berani? Berani? Kalau people power itu terjadi, kita tidak perlu lagi mengikuti konteks tahapan-tahapan, karena ini udah kedaulatan rakyat. Bahkan mungkin ini cara dari Allah untuk mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power. Insya Allah. Tapi kita berharap, tetep persatuan Indonesia harus dijaga. Tidak boleh kita pecah antar bangsa. Ini yang bikin brengsek elite-elite saja. Terima kasih. Assalamualaikum warahmaatullahi wabarakatuh," kata Eggi seperti dimuat Detikcom.

Terakhir yang turut menyinggung walau tidak ekspisit yakni oleh Prabowo. "Setelah saya keliling, setelah saya lihat mata mereka, saya menjabat tangan mereka, mendengar harapan mereka rakyat Indonesia. Penderitaan rakyat akan suatu negara yang adil itu telah menjadi bagian dari diri saya. Karena itu tidak mungkin saya meninggalkan rakyat Indonesia. Saya akan timbul dan saya akan tenggelam bersama rakyat Indonesia. Saya dan saudara Sandi bukan karena ambisi pribadi kita mau jadi apa-apa, demi Allah. Kalau kau tanya hati saya, sesungguhnya saya ingin istirahat. Kalau proses perampasan dan pemerkosaan ini berjalan terus hanya rakyat lah yang menentukan. Selama rakyat percaya dengan saya, selama itulah saya bersama rakyat Indonesia. Jangan khawatir saya selalu bersama rakyat sampai titik darah penghabisan," kata Prabowo di tengah acara "Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019," di Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2019 sebagaimana diberitakan Tirto.

Dari dikit pernyataan yang saya tampilkan, tampak jelas kontradiksi yang menyesatkan. Satu sisi mengumbar pernyataan ke publik yang mengarahkan gerakan turun ke jalan yang dilatarbelakangi oleh kekecewaan, kemarahan, dan penolakan pada sistem konstitusional yang berlaku di negara ini. Namun di sisi lain, juga menyerukan untuk menjaga persatuan Indonesia. Lagi, satu sisi menarasikan pemerintahan saat ini penuh kecurangan dan tidak berpihak pada dirinya, namun di sisi lain jika para pengikutnya turun ke jalan itu bukan karena kata-katanya. Tetapi mereka berjuangan atas kehendaknya sendiri.

Pernyataan-pernyataan yang sangat bagus didengar, tetapi penuh dengan kontradiksi yang menyesatkan. Tampak benar dan membakar semangat para pendukung Capres 02, tetapi sekali lagi kalimat satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Kenapa saya katakan hal ini sesat? Karena tidak mungkin dua hal yang kontradiktif, berlaku secara bersamaan. Tidak mungkin saya mengatakan pada seseorang "Saya mencintai kamu," tetapi di sisi lain saya menamparnya atas nama cinta. Tidak mungkin saya mengatakan lapar dan kenyang pada saat yang sama. Inilah prinsip kebenaran yang harus dipegang setiap kali mendengar pernyataan-pernyataan orang lain.

Pernyataan lain yang juga perlu kita perhatian adalah "People power Indonesia dulu itu short term, sehari. 21 Mei Pak Harto (Soeharto) turun tanpa ada satu nyawa pun melayang," kata Amien Rais dalam acara diskusi di Seknas Prabowo - Sandiaga, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 4 Mei 2019 di Tempo.Co.

Menyejajarkan people power yang kini diubah Amien sendiri menjadi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (lih. Kompascom) dengan reformasi 1998 yang menggulingkan Soeharto, juga patut dikritisi lebih lanjut. Mereka yang berhak mengkritisinya adalah pelaku sejarah Reformasi 1998, yakni para alumni aktifis 1998.

Para aktifis ini sudah melalang buana. Ayo sekarang saatnya kembali untuk melihat kembali demokrasi Indonesia yang kalian dulu perjuangankan mati-matian. Bagi saya, para alumni yang paling memiliki tanggung jawab moral adalah mereka yang duduk di kursi empuk partai politik. Kebetulan, mereka kini ada yang duduk di barisan pendukung Capres 01 dan lainnya berjuang bersama Capres 02.

Ada nama Pius Lustrilanang, Desmond J Mahesa dan Aan Rusdianto di Partai Gerindra. Ada Andi Arief di Partai Demokrat. Kemudian Fahri Hamzah dan Rama Pratama di Partai Keadilan Sejahtera. Mereka terdaftar sebagai Partai Koalisi pendukung 02.

Di kubu Capres 01 ada Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, Rahardjo Waluyo Jati, Akuat Supriyanto, Beathor Suryadi, Masinton Pasaribu, Sinyo, dan lainnya di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kemudian ada Suci Mayang Sari yang merapat ke Partai Solidaritas Indonesia.

Saatnya para mantan aktifis ini merenungkan bersama, apakah people power yang kalian kenal untuk menggulingkan rezim Soeharto bisa disejajarkan dengan rezim Jokowi? Apakah pendukung kalian di tahun 1998 sama dengan pendukung people power yang diinisasi Amien Rais saat ini? Lihat dengan mata batin kalian, siapa saja yang berada di belakang perjuangan kalian di tahun 1998, dan siapa saja yang siap menumpahkan darahnya demi memperjuangankan kepentingan kekuasaan pihak tertentu pasca pemilu 2019? Lihat pula dengan kejernihan berpikir, bagaimana kondisi ekonomi-sosial-politik tahun 1998 yang kalian perbaiki dengan gerakan reformasi dengan kondisi serupa di tahun 2019 ini?

Kalian dulu begitu galak di podium jalanan. Idealisme kalian membakar jiwa nasionalisme hingga nyawa tidak pernah dipertimbangkan demi mencapai tujuan. Kini, kalian telah tersebar di banyak partai. Masihkan kalian sangar meneriakkan, memperjuangankan, mengambil sikap, dan berpihak pada kebenaran serta akal sehat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun