Konsep Ratu Adil yang disajikan oleh Jayabaya dan Ranggawarsita menjadi semacam jawaban di tengah zaman atau keadaan yang tidak baik. Di tengah kemiskinan, ketidakadilan, ketidakjelasan hidup, kesengsaraan, dan penderitaan dalam tekanan penjajah, masyarakat diberikan harapan bahwa hidup mereka akan berubah saat Sang Ratu Adil datang sebagai penyelamat.
Siapakah Sang Ratu Adil itu? Tidak ada yang tahu. Setiap orang bisa saja mengklaim dirinya sebagai penyelamat. Namun yang perlu diingat, konsep seperti ini tidak menjadi monopoli orang Jawa. Banyak suku lain, baik di Indonesia maupun belahan dunia lain juga meyakini konsep ini. Bahkan, dalam arti tertentu, Ratu Adil juga ada di tradisi Kristen.
Belum lama ini umat kristen merayakan Hari Raya Natal. Bahkan, rangkaian perayaan kelahiran Yesus itu baru berakhir kemarin Minggu, 13 Januari 2018 dalam Peringatan Pembabtisan Yesus. Berdasarkan kajian Alkitab, kelahiran Yesus membuat resah penguasa saat itu yakni Herodes Agung, seorang raja boneka Romawi.
Dalam tradisi Israel, Yesus dianggap sebagai mesias yang akan membebaskan Bangsa Israel dari penjajahan Romawi. Kelahirannya telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya dalam Perjanjian Lama, "Sebab seorang anak telah lahir bagi kita, seorang putra telah diberikan kepada kita. Lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan orang menyebut dia: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besarlah kekuasaannya dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas tahta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkan kerajaannya itu dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan Tuhan semesta alam akan melakukan hal ini," Yesaya 9:6-7.
Hidup Yesus yang cemerlang dalam memberi pangajaran, dekat dengan Tuhan, membuat banyak mujizat, dan memiliki banyak pengikut semakin meyakinkan bangsa Israel bahwa Dialah Mesias yang dijanjikan Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari penderitaan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Itulah mengapa Yesus kerap disebut juga sebagai Raja.
Namun demikian, harapan mesianik mereka sirna. Apa yang mereka harapkan dari Yesus musnah seiring dengan kematiannya yang hina di kayu salib. Bagi pengikut Yesus, yang disebut sebagai Kristen, meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang membawa pembaruan hidup rohani bukan fisik. Ia adalah Raja Rohani bukan raja duniawi. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan jiwa-jiwa supaya kembali ke jalan yang benar menuju cita-cita surgawi.
Saya mengangkat kisah Yesus ini semata ingin menunjukkan bahwa dalam agama besar pun konsep Ratu Adil juga ada. Dengan ciri yang juga serupa dengan yang ada dalam tradisi Kejawen. Memang, ada beberapa prinsip yang sangat berbeda di antaranya, namun selalu ada harapan dan penghiburan bagi kelompok masyarakat yang sedang dalam penderitaan. Semakin lama dan dalam derita itu dirasakan, harapan akan sosok penyelamat juga semakin besar.
Menuju Pemilu 2019
Indonesia saat ini masih jauh dari sejahtera. Apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa dalam rumusan Pancasila dan UUD 1945 memang masih belum diwujudkan secara keseluruhan. Namun demikian, Indonesia bukanlah negara yang hancur, auto pilot, atau benar-benar tidak ada harapan. Apa yang dilakukan para pemimpin negara ini sudah benar untuk mengantar kita pada kemajuan, namun cara dan pendekatannya yang berbeda.
Namun kalau Prabowo sepakat dengan kondisi Indonesia saat ini, dia tidak punya amunisi. Untuk itulah, ia menciptakan opini dan propaganda untuk meyakinkan semua orang bahwa kita saat ini masuk dalam Zaman Kalatidha atau Zaman Edan. Maka dilontarkanlah opini-opini yang saya sebut di atas.
Ia tidak peduli, opininya menimbulkan kontroversi, karena ia membutuhkannya untuk memberikan legitimasi bahwa Indonesia layak menantikan seorang sosok Ratu Adil. Ujung-ujungnya, ia pun mengatakan bahwa "Sayalah Ratu Adil yang kalian nantikan. Sayalah yang akan membawa kalian semua untuk keluar dari Zaman Kalatidha ini menuju Indonesia makmur dan sejahtera."