Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Rawan Bencana, Inilah Arti Penting Profesi Antropolog Ragawi

23 Desember 2018   13:22 Diperbarui: 23 Desember 2018   14:00 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Glinka bukan sekadar cendikiawan dan peneliti hebat. Ia juga adalah seorang pastor, pemimpin umat agama Katolik. Untuk memahami status ganda Glinka, bahkan Rurit tidak segan tinggal di lingkungan biara yang menjadi tempat tinggal Glinka maupun tempat Glinka pernah berkarya. Ia tinggal di Biara Soverdi di Surabaya, Seminari Tinggi St. Petrus di Ritapiret, dan Seminari Tinggi St. Paulus di Ledalero. Bahkan, Rurit yang mantan wartawan Tempo dan Kompas TV itu bersikeras untuk datang ke Pulau Palue walau banyak yang menentang karena ada kemungkinan ombak tinggi.

Berkat pengalamannya menghayati hidup kebiaraan, Rurit semakin yakin status ganda yang dimiliki Glinka menjadikannya istimewa dibanding ilmuwan lainnya. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam penulisannya adalah hubungan antara teologi (ilmu ketuhanan) yang ia hidupi dengan ilmu alam yang ia jalani. Apalagi bidang yang ia geluti adalah evolusi yang tentu bertolak belakang dengan Alkitab, yang salah satunya mengajarkan bahwa Adam adalah manusia pertama.

Evolusi adalah bagian dari ilmu alam yang berpangkal pada fakta dengan pendekatan induktif. Sedangkan Alkitab adalah buku rohani yang berlandas pada wahyu Allah. Pendekatannya pun deduktif. Keduanya adalah hal yang berbeda namun saling melengkapi. Jangan sampai kita membuat analisis di bidang ilmu pengetahuan tetapi kesimpulannya masuk ke agama. Begitu pula sebaliknya. (Bdk. Hal 79-89).

Dalam tradisi Gereja Katolik, Glinka tidak sendirian. Setidaknya ada 2 yang disinggung oleh Rurit yakni Pierre Teilhard de Chardin SJ (1881-1955) dan Gregor Mendel OSA (1822--1884) di halaman 5-6. Keduanya adalah biarawan sekaligus ilmuwan yang membawa perubahan spiritualitas sekaligus ilmu pengetahuan buat umat manusia pada abad ke-19 dan ke-20. Tielhard de Chardin, seorang pastor Jesuit asal Perancis, dikenal sebagai ahli kepurbakalaan (paleontologi). Ia juga menaruh minat besar pada evolusi makhluk hidup.

Sementara itu, Gregor Mendel seorang biarawan Augustian dikenal sebagai pendiri ilmu genetika. Dialah yang menelurkan Hukum Mendel, lantaran menunjukkan warisan biologis gen tertentu dari sifat-sifat dalam tanaman kacang ercis yang mengikuti pola-pola tertentu.

Status ganda Glinka yang juga poliglot ini masih relevan dengan sebagian kondisi Indonesia. Masih ada kelompok di masyarakat kita yang mencampuradukkan antara agama dan ilmu pengetahuan. Apa yang tidak ada di kitab suci dianggap tidak ada atau salah. Lihatlah bagaimana soal perdebatan tentang dasar negara Pancasila dan fenemona bumi datar.

Kini Profesor Bioantropologi, Jurusan Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya itu telah berpulang dengan damai. Selama 53 tahun hidupnya diabdikan untuk Indonesia dan 33 tahun di antaranya secara total menghibahkan ilmunya untuk merintis, menumbuhkan dan mengembangkan ilmu antrolopogi ragawi di Unair. Ada 8 buku, 58 artikel ilmiah, 35 artikel populer dalam bahasa Polandia, Jerman, Indonesia, dan Inggris telah ia hasilkan.

Satu mimpinya, Indonesia akan memiliki banyak antropolog ragawi untuk menjaga, merawat dan memajukan bangsa Indonesia yang bhineka tetapi disatukan dalam dasar negara yang sama, Pancasila. Apalagi di dalam buku ini, telah dijabarkan apa saja implementasi ilmu antropologi ragawi di Indonesia.

Jangan takut dengan judul buku yang terkesan berat serta halaman yang tebal, karena bahasa yang disajikan Rurit sangat mengalir dan mudah dimengerti. Warisan hebat dari Glinka pun dipilah secara cerdas dalam beberapa bab, sehingga memudahkan dalam membaca. Semuanya ini dilakukan demi membuka cakrawala kepada sebanyak-banyaknya orang bahwa antropologi ragawi adalah ilmu yang menarik, menjanjikan untuk masa depan, kekinian, dan memberi kontribusi nyata bagi upaya merawat keberagamaan di Indonesia.

Selamat Jalan Romo Glinka, terima kasih atas dedikasimu yang total untuk Indonesia. Putih merah benderamu, tetapi hati dan hidup matimu ternyata merah putih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun