Menurut Suyanti, cita rasa kopi yang disajikan masih sama seperti sedia kala. Kopi robusta diseduh dengan air mendidih ke cangkir tanah liat yang tampaknya sudah sangat tua. "Dari dulu takaran kopi dan rasanya tetap sama. Yang penting rasanya tetap dijaga. Mungkin karena itulah orang tetap betah datang kemari," jelas Suyanti.
Kafe-kafe di Kota Paris yang populer sejak abad ke-18 diduga turut memengaruhi budaya di Medan. Ditambah, Medan juga menyediakan bahan baku kafe tersebut, di sinilah budaya agraris berperan.
Jan Breman dalam buku "Menjinakkan Sang Kuli" menulis, sebelum abad ke-19 saat investasi dunia pada perkebunan tembakau meledak di Medan, sering satu meja di Medan dikelilingi tujuh orang tamu yang mewakili beragam bangsa, yaitu Belanda, Rusia, Jerman, Denmark, Inggris, Polandia, berkebangsaan Swiss, dan Norwegia.Â
Para pemilik dan profesional perkebunan dari London Sumatra Company atau Harrison Crossfield dari berbagai penjuru dunia menjadi pelanggan kedai kopi di Medan, termasuk Kedai Kopi Apek.
Menurut saya, di titik inilah kita bisa menarik salah satu kesimpulan tentang budaya asli Indonesia. Warga Indonesia menghayati budaya agraris yang satu sama lain guyub, ringan tangan untuk membantu dalam balutan gotong royong, ramah, dan penuh kekeluargaan.Â
Keguyuban itu terasa kental dalam tradisi minum kopi di warung-warung kopi. Di sanalah beragam orang dari latar belakang berbeda dapat melepas tawa, berdiskusi tentang situasi terkini termasuk politik, melepas lelah dan penat, saling mengenal satu sama lain, bahkan di banyak kasus dari bincang-bincang itu terungkaplah ada warga yang butuh pertolongan dan akhirnya dibantu. Melalui tradisi minum kopi di warung kopi inilah budaya kehidupan tumbuh dan berkembang.
Kalau gak ngafe, bukan orang zaman now. Apalagi datang ke cafe yang terkenal, di sana mungkin tujuannya hanya untuk foto kopi dengan cup merk cafe tersebut dan mempostingnya ke medsos. Perubahan ini membuat kehangatan kedai kopi ala kampung asli Indonesia sudah mulai memudar di terjang arus zaman.
Ada baiknya kita kembali disadarkan untuk kembali ke akar budaya kita, yakni budaya agraris yang terbuka dan salah satu perwujudannya adalah dengan kumpul ngopi bareng di kedai atau warung kopi.Â
Kedai Kopi Apek telah memberikan bukti nyata dan kesaksian hampir seabad bagaimana kedai kopi mampu menyatukan keberagaman. Di sanalah budaya kehidupan terpelihara baik. Hal seperti ini menjadi sangat berharga di tengah isu radikalisme dalam agama dan tindak terorisme yang membawa budaya kematian.