Bayangkan, kehadiran bayi dalam keluarga bisa mengubah kebiasaan ayahnya yang perokok berat menjadi berkurang atau bahkan tidak merokok lagi demi bayinya. Artinya, kehadiran bayi melecut kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, apalagi ini yang lahir Yesus yang kami yakini sebagai Tuhan.
Kehadiran bayi membuat orang di sekitar kita juga akan bergembira. Contohnya, ada tetangga yang baru saja punya bayi. Maka kita, saudara-saudaranya, teman kantor, atau siapa saja akan datang memberi selamat.Â
Ada yang membawa kado. Ada pula yang mendoakan supaya bayi dan keluarga diberi kebahagiaan. Padahal belum tentu yang mendoakan seagama dengan yang punya bayi. Inilah normalnya menanggapi orang yang sedang Natal, atau sedang merayakan kelahiran bayi.Â
Saya tidak akan membahas teknis teologis, baik itu dari mereka yang "menolak" Natal atau juga melakukan pembelaan melalui pendekatan teologis Gereja. Tidak. Ini akan menjadi urusan menjadi tambah tidak karuan. Perayaan Natal adalah perayaan akan kelahiran seorang bayi. Kehadirannya membawa damai, tenang, ketulusan, senyum, kepolosan, dan tentu membawa harapan.
Maka marilah kita, paling tidak saya mengajak diri saya sendiri untuk meresapi kehadirannya itu. Dengan demikian, saya pun terpanggil untuk membawa damai, ketenangan, ketulusan, senyum, kepolosan, dan berharap kehadiran saya membawa harapan. Saya berharap, nilai-nilai Natal ini yang harusnya menjadi pemberitaan mayoritas di media, baik itu cetak, online, bahkan di media sosial.
Jika demikian, maka tepatlah tema natal yang diangkat dalam perayaan Malam Natal di Kolese Kanisius, "Hendaklah Damai Sejahtera Kristus, Memerintah Dalam Dirimu." Tema ini sekaligus menjadi doa bagi kita semua supaya damai yang dibawa Yesus dalam kelahirannya yang sederhana diteruskan kepada siapa saja.
Selamat Natal, Tuhan Memberkati, Berkah Dalem!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H