Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bulan Tertib Trotoar Itu Cara Jadul untuk Tertibkan Masyarakat

2 Agustus 2017   14:10 Diperbarui: 7 Agustus 2017   09:38 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya katakan "banyak" karena melihat satu saja itu sudah terekam di otak. Karena ada simbol yang melekat pada mereka. Seperti saya melihat ada polisi yang lewat di busway minggu lalu pasti saya ingat, ketimbang ada orang biasa melintas di busway hari ini.

Seragam yang dikenakan ojek online adalah sebuah simbol yang memiliki kekuatan. Dulu mereka hanyalah ojek pangkalan, tetapi dengan seragam mereka telah memiliki simbol status yang cukup membanggakan. Di jalan mereka bisa saling bertegur sapa dan melepas senyum walau tidak kenal, hanya karena mengenakan seragam yang sama. Mereka mungkin sudah gengsi membeli bensin eceran, maka sudah ikut ngantri di SPBU Shell. Jika ada salah seorang yang meninggal, mereka konvoi mengawal kepergian temannya. 

Jika ada yang terlibat kecelakaan, maka teman-teman sejawat siap membela tanpa tahu siapa yang salah. Kasus terakhir, mereka berani memblokade Jalan Casablanca menuju Kampung Melayu sebagai protes tindakan anggota polisi lalulintas yang melarang mereka melintasi Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu-Tanah Abang atau JLNT Casablanca. Sekarang bayangkan betapa besar (potensi) kekuatan simbol ini bagi para pengendara ojek online.

Potensi ini harus diarahkan kepada yang benar. Rangkul mereka untuk menjadi agen Tertib Trotoar dan duta Bersatu Keselamatan Nomor 1. Jangan pilih agen atau duta dari muda mudi yang ganteng atau cantik saja, tapi merekalah duta sebenarnya karena tiap tarikan napasnya ada di jalanan. Gunakan potensi mereka supaya menggerakkan pengendara lainnya untuk tertib. Jika mereka tertib maka pengendara lain yang "tidak punya simbol" karena "tidak berseragam" akan segan dan mengikuti perilaku mereka. Jika ini terjadi, yakinlah derajat mereka benar-benar naik dan sangat membanggakan.

Supaya berhasil tentu harus ada kontrol. Terapkan sistem reward and punishment. Berikan penghargaan berupa bonus dan beri sanksi berjenjang bagi mereka yang melanggar. Mereka sangat menghormati sistem ini, karena dalam keseharian saja mereka sangat mengharapkan kita memberikan "bintang" setelah kita memakai jasa mereka. Pengalaman saya naik transportasi online, saya akan beri nilai maksimal bagi yang ramah dan tertib dalam berkendara. Sebaliknya bagi yang tidak tertib dan kasar di jalan pasti akan saya beri rating terendah.

Cara ini patut dicoba karena semua sumber dayanya sudah ada, tinggal kemauan dari pengambil kebijakannya saja. Memang cara ini tidak populer karena tidak ada uangnya. Tidak ada anggaranya. Toh kalau ada pasti tidak besar karena hanya buat surat edaran saja ke perusahaan online. Tapi kalau berpikir untuk kepentingan masyarakat luas dan kemajuan budaya Indonesia kenapa harus berpikir untung rugi. Masak kita mau terus disebut sebagai negara dengan masyarakat yang tidak tertib?

*Opini ini juga dimuat di blog pribadi saya di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun