Bagaimana dengan kulinernya? Kalau yang ini tidak usah dibahas lagi. Mau makan di Bogor, maka datanglah ke Suryakencana dan Gang Aut. Berbagai kuliner legendaris tersaji di sini, dari yang halal sampai yang non halal. Penggemar makanannya pun terkenal fanatik, khusus datang untuk makan di tempat yang sama bertahun-tahun sekalipun harus mengantri lama. Sebutlah ragam kuliner yang ditawarkan seperti martabak Encek, soto kuning pak salam, soto kuning Pak Yusup, bakmi Aloi, soto mie Ciseeng, Ngo Hiang Gg. Aut, toge goreng Ibu Evon, lumpia basah Pak Alen, asinan Bogor Gedung Dalam, bir kotjok, es cincau hijau, combro, beragam pepes dan es mangga.
Memang saya akui, ada sedikit perubahan seperti pembangunan gapura megah di ujung Jalan Suryakencana yang memberi gambaran kental kawasan Pecinan. Kemudian sudah mulai rajin petugas dinas perhubungan yang berjaga menjewer sopir angkot yang sering ngetem di sekitar gapura sehingga memperlancar arus lalu lintas. Namun demikian, masih ada banyak PR yang harus dilakukan untuk mewujudkan kawasan ini menjadi destinasi kelas nasional bahkan internasional. Ingat, daerah ini hanya sepelempar batu dari Istana Bogor, tempat Presiden Joko Widodo tinggal dan menerima tamu negara, satu di antaranya yang terakhir adalah Barack Obama.
Aksesibilitas masih menjadi momok untuk datang ke sini. "Hanya" untuk makan soto saja harus berjuang menembus kemacetan 30 menit lebih untuk jarak yang hanya 1 km. Kendaraan pribadi harus bertarung dengan jejeran angkot untuk menuju lokasi, belum lagi dalam urusan mencari parkir. Penetapan kawasan parkir khusus, yang artinya tarifnya lebih mahal pun tidak memberikan efek timbal balik yang sepadan bagi pengguna jalan. Kualitas jalan juga menjadi catatan khusus, karena hampir tidak pernah daerah ini bebas lubang. Sekilas diketahui penyebabkan adalah sistem drainase yang buruk sehingga air menggenang di jalan.
Yang berikutnya adalah soal penataan trotoar, tempat berdagang dan kebersihan. Sampai saat ini, lahan pertarungan "hidup mati" di surga kuliner ini adalah trotoar atau pedestrian. Di lahan yang sempit itu, para pedagang menggelar dagangan, para pembeli mengantri, wisatawan berjejal untuk makan, dan di situ pulalah hajat makanan/ dagangan dibuang. JOROK!!! Pola seperti ini tentu berhubungan dengan buruknya drainase, menghambat aliran air membuat air merendam jalan sehingga rusak, dan penataan yang semerawut memicu tindak kejahatan seperti copet.
Yang harus dikembangkan Prasarana Umum, yakni: listrik, air, telekomunikasi, dan pengelolaan limbah. Fasilitas Umum: keamanan, keuangan perbankan, bisnis, kesehatan, sanitasi dan kebersihan, khusus bagi penderita cacat fisik, anak-anak dan lanjut usia, rekreasi, lahan parkir dan ibadah. Fasilitas Pariwisata: akomodasi, rumah makan/restoran, informasi dan pelayan pariwisata, keimigrasian, TIC dan e-tourism kios, polisi pariwisata dan satuan tugas wisata, toko cinderamata, penunjuk arah-papan informasi wisata-rambu lalu lintas wisata, bentuk bentang lahan.
Semoga kawasan wisata di Kota Bogor terus berbenah dengan cepat dan signifikan. Karena percuma banyak tokoh nasional dan dunia yang datang ke Bogor untuk promosi, tetapi mereka yang datang justru kecewa dengan ketidaksiapan Pemkot Bogor dalam menyambut wisatawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H