Mohon tunggu...
Rica Yulianti
Rica Yulianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat menyukai dunia seni maka dari itu hobi saya menari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampung Adat Cireundeu, Warisan Budaya yang Hidup dalam Masyarakat Modern

9 Oktober 2023   23:15 Diperbarui: 9 Oktober 2023   23:20 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kelompok 2 Ananta Abhinaya (Dokpri)

Asal usul kampung cireundeu

Kampung Cireundeu ini diperkirakan. sudah ada sejak abad ke 16 M. Sedangkan nama Cireundeu sendiri berasal dari dua buah kata yaitu Ci dan Reundeu, Ci artinya air dan Reundeu berasal dari tanaman Reundeu. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa dulunya kampung ini memiliki hubungan historis dan budaya yang sangat kuat dengan air dan tanaman Reundeu. Tanaman Reundeu yang memiliki nama latin Staurrogyne elongate oleh masyarakat kampung ini biasa digunakan sebagai bahan obat herbal atau bisa dijadikan lalap makanan.

Pembagian Wilayah

Masyarakat Cireundeu memiliki konsep pembagian wilayah yang selalu diingat sejak zaman dahulu, yakni suatu daerah yang dibagi menjadi tiga bagian: Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan, dan Leuweung Baladahan. Leuweung atau hutan memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Cireundeu.

Sejarah Singkong

Singkong atau cassava yang memiliki nama latin Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan yang dikembangkan di Brasil dan Paraguay pada masa prasejarah. Persebarannya ke Indonesia sendiri diawali oleh Portugis pada abad ke 16 M dan mulai ditanam secara komersil pada tahun 1810 M. Masyarakat cireundeu memiliki kebiasaan memakan rasi singkong. Sebagian penduduk Cireundeu, sejak tahun 1918 M tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai makanan pokok. Jika masyarakat lain makanan pokoknya Sangu (nasi) dari beras, di Kampung Cireundeu juga memakan Sangu (nasi) tetapi dari Sampeu (singkong). 

Masyarakat Kampung Cireundeu menyebutnya Sangu (nasi) sedangkan bahannya disebut Sangueun. Mereka memegang teguh pepatah karuhun Cireundeu, yaitu "Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat”

Kalimat diatasmerangkum sejarah rasi alias beras singkong di Desa Cireundeu. Hal itu berkaitan dengan tradisi nenek moyang mereka yang kerap berpuasa mengonsumsi beras selama waktu tertentu. Tujuan dari puasa tersebut adalah mendapatkan kemerdekaan lahir batin.

Masa Peralihan

Pada masa kolonial Belanda, masyarakat Indonesia mengalami kesulitan disektor pangan disebabkan monopoli yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda terhadap hasil panen masyarakat Indonesia. Pada tahun 1918 M Mama Ali memelopori peralihan makanan pokok dari beras ke makaman lainnya sebagai bentuk upaya perlawanan terhadap monopoli yang dilakukan kolonial Belanda. Proses peralihan ini berlangsung cukup lama untuk menentukan makanan pokok yang cocok. 

Berbagai bahan makanan dicoba seperti hanjeli, jagung, bunut, talas dan sebagainya sampai akhirnya menemukan singkong sebagai makanan pokok yang paling cocok. Sedangkan untuk cara pengolahannya dipelopori oleh menantu Mama Ali yakni Ibu Omah Asnama. 

Akan tetapi pada proses peralihannya, banyak anak kecil yang tidak kuat karena belum terbiasa memakan singkong sebagai makanan pokok. Oleh karena itu diadakan ritual tari Ngayun ketika ada anak-anak kecil yang tidak kuat makan singkong. Tujuan ritual tari Ngayun adalah untuk membuat anak-anak yang memakan singkong, seolah-olah merasa seperti memakan nasi beras sehingga tidak merengek lagi karena tidak kuat. Proses peralihan ini berlangsung kurang lebih enam tahun sampai akhirnya pada tahun 1924 masyarakat Cireundeu mulai memakan nasi singkong.

kampung adat cireundeu juga memiliki kegiatan keagamaan salah satunya yaitu suraan, Ritual ini adalah upacara adat yang dilaksanakan sebagai upacara Nutup Taun (tutup tahun) dan Ngemban Taun (menyambut tahun baru) Saka dalam penanggalan Sunda. Masyarakat kampung adat Cireundeu akan melaksanakan musyawarah untuk memutuskan tanggal satu Sura menurut perhitungan tahun saka sunda. Rangkaian ritual Suraan diawali dengan acara syukuran yang dilaksanakan tepat pada tanggal satu Sura di Bale Sarasehan. Terdapat gunungan sajen yang terdiri dari aneka ragam buah-buahan dan rasi. Selanjutnya acara ini ditutup dengan prosesi saling meminta maaf atau sungkem. Selain itu, tidak jarang warga juga mengajak bersalaman para pengunjung yang datang.

Selanjutnya dilaksanakan puncak acara Suraan pada pertengahan bulan Sura atau saat akan nutup bulan Sura. Penentuan tanggalnya juga dipilih melalui musyawarah masyarakat adat dengan mempertimbangkan banyak hal. Puncak acara Suraan dilaksanakan tiga hari berturut-turut dengan serangkaian acara-acara yang ditampilkan seperti "Damar Sewu" (seribu obor), arak-arakan, kesenian angklung buncis, ritual ngajayak. Setelah itu ada pentas, kesenian seperti rampak kendang, umbul-umbul, diikuti dengan kaulinan barudak yaitu oray-orayan. Puncak acara Suraan ini diakhiri dengan menampilkan hiburan kepada penonton yaitu hiburan wayang golek. Gotong-royong dan kerjasama sangat terlihat dalam rangkaian ritual Suraan, dimulai dari persiapan saat mendekati bulan Sura sampai selesainya puncak masyarakat turut acara Suraan, membantu terselenggaranya acara Suraan.

selain upacara adat atau acara keagamaan kampung adat cireundeu juga memiliki kesenian yang khas yaitu :

1. Kacapi Indung
Kacapi Indung adalah jenis alat musik berdawai yang digunakan pada tembang sunda Cianjuran sebagai pengiring vokal (mamaos dan panambih). Seiring perkembangan waktu, kacapi Indung mengalami perkembangan pada jumlah dawai, bentuk, teknik pembuatan dan tabuhannya. Di Cigugur kabupaten Kuningan, kacapi ini mendapatkan sentuhan kreatif pengrajinnya berupa ukiran pada bagian gelung, wangkis, peureut

2. Karinding
dimainkan oleh mulut disertai pukulan jari tangan, sehingga menghasilkan bunyi yang unik. Karinding diciptkan oleh leluhur petani Sunda untuk bermain musik yang dipercaya dapat mengusir hama dan binatang perusak tanaman. Seiring perkembangan zaman, karinding menjadi alat hiburan, bahkan kini menjadi bentuk kesenian. yang menarik karena dapat dikolaborasikan dengan alat musik lain. Dibalik bentuknya yang sederhana, karinding memuat nilai filosofis yang sangat tinggi. Karinding dibagi menjadi tiga bagian yaitu pancapengan, cecet ucing, paneunggeulan. Setiap bagian ini memiliki folosofi yaitu yakin, sadar, sabar
Karinding adalah satu jenis alat musik tradisional, dibuat dari bambu atau pelepah enau. Karinding.

3. Angklung Buncis
Angklung Buncis merupakan alat musik yang tidak terpisahkan dari upacara Seren Taun dan biasanya dimainkan saat upacara tersebut berlangsung. Angklung Buncis dikembangkan oleh masyarakat adat Paseban, dinamakan Angklung Buncis karena lagu yang dimainkan adalah lagu Buncis, juga karena kata Buncis memiliki arti tersendiri yaitu "Budaya Urang Nurutkeun Ciri Sunda". Angklung i ini dibuat dari bambu hitam yang berumur 3-4 tahun. Bagian bawah sampai tengah bambu digunakan sebagai rangka dan bagian tengah sampa atas bambu digunakan sebagai bahan utama membuat angklung. dan angklung buncis hanyaterdapat ditiga daerah dibandung salah satunya cireundeu.

Belajar bermain angklung buncis (Dokpri)
Belajar bermain angklung buncis (Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun