Mohon tunggu...
lutfi ayu damayanti
lutfi ayu damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya mahasiswa hukum ekonomi syariah uin raden mas said surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Korupsi E-KTP Ditinjau dari Positivisme Hukum yang Ada di Indonesia

25 September 2024   11:44 Diperbarui: 25 September 2024   14:37 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lutfi ayu damayanti 

222111167 

Sosiologi hukum 

Saat ini Indonesia masih menggunakan hukum peninggalan kolonial Belanda, khususnya pada hukum pidana yang mempunyai karakteristik adanya sistem kodifikasi. Hakim menjadikan undang-undang sebagai rujukan hukumnya yang utama dan sistem peradilan bersifat inkuisitoral. Begitu banyak hal yang sebenarnya sudah tidak relevan untuk terus digunakan. Masyarakat sendiri senantiasa bergerak. Oleh sebab itu, ada sebuah kontradiksi didalam konsep hukum negara kita di mana hukum yang memiliki sistem layaknya mesin tetapi mengatur dan berusaha mengubah pola masyarakat yang pada hakikatnya bersifat dinamis. Hal ini menyebabkan sebuah keadaan yang dinamakan kekacauan dalam konsep hukum Indonesia.

Sebagai contoh dalam Kasus Korupsi E-KTP. Kasus e-KTP Setya Novanto merupakan salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia yang melibatkan dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kasus ini mengguncang publik karena melibatkan banyak tokoh politik, termasuk Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Proyek e-KTP ini menggunakan anggaran senilai Rp5,9 triliun. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar dana tersebut diselewengkan melalui praktik korupsi oleh pejabat pemerintah dan anggota DPR, termasuk Setya Novanto. Akibat dari tindak pidana korupsi ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp2,3 triliun.

Setya Novanto didakwa melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001). Ia dituduh menerima suap dan berperan dalam memfasilitasi aliran dana kepada sejumlah pihak melalui manipulasi proyek e-KTP. Pengadilan menyatakan Novanto bersalah, dan ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda, dan kewajiban mengembalikan uang hasil korupsinya. Kasus e-KTP menimbulkan kemarahan publik terhadap sistem politik dan pemerintahan yang dinilai penuh dengan korupsi. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan, khususnya DPR dan sistem penegakan hukum, menurun drastis. Masyarakat beranggapan Setya Nova harus dihukum seumur hidup karena telah merugikan negara.

ANALISIS HUKUM POSITIVISME 

Hukum mazhab positivisme dalam konteks ini adalah hukum yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan diakui, yang berfokus pada kepastian dan kejelasan dalam penegakan hukum. Dalam kasus e-KTP, hukum yang diterapkan adalah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, yang memberikan dasar hukum untuk menuntut para pelaku.

MADZHAB HUKUM POSITIVISME 

Dari perspektif positivisme hukum, kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dianalisis dengan fokus pada penerapan undang-undang yang berlaku tanpa memperhitungkan nilai moral pribadi atau kepentingan sosial di luar aturan hukum tertulis

KESIMPULAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun