Mohon tunggu...
Eko Prasetyo Dharmawan
Eko Prasetyo Dharmawan Mohon Tunggu... -

Staff Peneliti di Pusat Kajian Wayang dan Indonesia (PUSKAWI, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayang dan Seni Mengenali Watak

19 Juni 2011   12:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:22 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Eko Prasetyo Dharmawan
Staf Peneliti di Pusat Kajian Wayang dan Indonesia (PUSKAWI), Jakarta

Bagaimana orang-orang bijaksana di masa lalu mendidik murid-muridnya untuk mencapai tingkat kearifan mereka? Sejarah membuktikan bahwa banyak warisan kebijaksanaan dari masa lalu yang berbentuk cerita-cerita atau kisah-kisah. Hal ini bisa kita buktikan sendiri dalam kitab-kitab suci dari berbagai tradisi agama besar dunia. Sebagian dari isi kitab-kitab tersebut berupa kisah-kisah.

Di mana letak kehebatan dari kisah-kisah tersebut sehingga dijadikan medium untuk menumbuhkan tingkat kearifan orang-orang yang belajar di jalan kebijaksanaan?

Jawabannya terletak pada kekuatan dari kisah untuk menguji intuisi dari pendengarnya. Merupakan sebuah prinsip bahwa untuk mengerti, orang sudah harus mengerti terlebih dulu. Orang yang tak mengerti tak akan pernah bisa mengerti. Mengerti merupakan sesuatu yang tak bisa diberikan oleh orang lain. Mengerti merupakan kekuatan dalam diri yang harus dikembangkan oleh diri seseorang itu sendiri.

Lewat kisah, orang yang mengerti semakin dipertajam sekaligus diarahkan kemengertiannya, dan sebaliknya orang yang tidak mengerti disadarkan akan ketidakmengertiannya.

Di masa lalu, mengerti bukanlah sekedar tahu seperti yang suka dikatakan oleh orang masa sekarang dengan kata-kata, “Ah, kalau begitu aku juga tahu!” Mengerti berhubungan dengan aspek melihat setiap hal yang partikular sebagai manifestasi dari suatu pola universal. Mengerti berarti mampu melihat bagaimana yang universal itu diejawantahkan di dalam setiap yang partikular. Sebagai gambaran, orang yang mengerti melihat matahari bukan sebagai matahari, namun sebagai suatu manifestasi partikular dari energi alam semesta yang maha besar. Bagi orang yang mengerti, bukan bentuk, warna, rasa, dan berbagai ciri partikular dari suatu hal yang dilihatnya, namun yang dilihatnya ialah hal universal apa yang terpancar dari seluruh ciri yang partikular tersebut. Contoh lain, ketika seorang ibu memberikan suapan makan kepada anaknya, seorang yang mengerti akan menyaksikannya sebagai manifestasi dari kasih sayang yang besar dari seorang manusia kepada manusia lain yang masih tak berdaya.

Karena kemengertiannya itulah, manusia yang mengerti bisa belajar dari apapun dan memiliki rasa kekaguman dan keingintahuan yang mendalam terhadap berbagai hal yang bagi orang-orang yang tak mengerti tampak biasa-biasa saja dan remeh-temeh.

Salah satu warisan manusia-manusia bijaksana di masa lalu untuk masyarakat Indonesia ialah kisah wayang. Sebagaimana warisan manusia-manusia bijaksana lainnya, kisah wayang juga bukanlah sekedar kisah untuk menyenangkan telinga dan fantasi. Kisah wayang adalah kitab tentang bagaimana menyaksikan yang partikular sebagai manifestasi dari yang universal.

Apakah yang partikular dan yang universal itu di dalam kisah wayang?
Yang universal ialah bahwa seluruh kejadian di muka bumi tercipta dari interaksi tiada henti dari berbagai watak atau karakter yang berbeda-beda. Sedangkan yang partikular ialah watak atau karakter khas dari setiap individu.

Bagi orang yang mengerti, kisah wayang merupakan kitab yang bercerita tentang watak-watak seperti apakah yang membentuk sebuah realitas sosial yang bernama negeri yang setia pada dharma atau kebaikan, dan tentang watak-watak seperti apakah yang membentuk realitas sosial yang bernama negeri yang ingkar pada dharma atau kebaikan.

Bagi orang yang tidak mengerti, kisah wayang tak lebih dari kisah yang menyenangkan untuk ditonton. Tak ada kehidupan nyata di balik kisah wayang. Kisah wayang tak beda dengan kisah fantasi superman atau batman. Hanya memuaskan rasa ingin bersenang-senang di dalam dirinya. Kisah wayang tak berbeda maknanya dengan makan soto ayam atau roti keju. Enak hanya untuk beberapa saat, dan setelah itu selesai.

Bagi orang yang mengerti, kisah wayang adalah bahan kontemplasi yang mendalam baginya untuk semakin mengerti apa dan bagaimana kehidupan manusia dan masyarakat itu. Di antara negeri Pandawa dan negeri Kurawa, tak ada pilihan netral. Dalam berbakti kepada kebaikan, kebenaran dan keadilan, tak ada yang netral. Persaudaraan hanyalah milik manusia-manusia yang sama-sama setia pada kebaikan, kebenaran dan keadilan, bukan antar yang sedarah. Pelajaran Bhagawan Gita mengajarkan pengertian bahwa ada hubungan persaudaraan yang lebih tinggi daripada hubungan persaudaraan darah. Hubungan persaudaraan yang lebih tinggi itu merupakan buah dari pilihan sadar diri kita, dan bukan tinggal diterima begitu saja tanpa memilih seperti halnya hubungan darah. Segala sesuatu yang lebih tinggi selalu merupakan buah dari pilihan, bukan sesuatu yang tinggal diterima.

Kisah wayang merupakan kisah yang universal karena di dalamnya seluruh watak atau karakter manusia digambarkan dalam bentuk kejadian-kejadian seperti apa yang bisa diciptakan oleh pergaulan di antara berbagai watak atau karakter manusia tersebut. Selain bersifat deskriptif, kisah wayang juga bersifat preskriptif karena kisah wayang juga menceritakan bagaimana manusia-manusia yang membentuk sebuah negeri yang setia pada dharma. Mereka yang mengerti akan melihat bahwa inti dari kisah wayang ialah bagaimana beda antara watak-watak atau karakter-karakter yang membentuk suatu masyarakat yang berdharma dan yang tidak. Kisah wayang baginya merupakan babaran tentang bagaimana watak-watak yang membentuk negeri berdharma dan hal ini memberikannya wawasan yang mendalam tentang bagaimana menilai watak atau karakter dari manusia-manusia yang dihadapinya di dalam kehidupan sehari-hari. Ketika daya pengertiannya telah diasah oleh kisah wayang, maka kemampuannya menilai watak atau karakter akan semakin akurat dan mendalam.

Pada akhirnya, dia akan semakin peka pula dalam melihat watak atau karakter dirinya. “Telah menjadi seperti siapakah aku selama ini? Telah menjadi seperti Arjuna, ataukah Karna? Telah menjadi berwatak seperti ksatria negeri Pandawa atau malah menjadi seperti raja-raja negeri Kurawa? Atau malah seperti para raksasa yang sama sekali tak punya orientasi hidup bersama dalam sebuah negeri dan hanya sibuk memuaskan nafsu keserakahannya sendiri dan berbuat begal terhadap siapa saja tanpa pandang bulu?” Kisah wayang menjadi fondasi untuk mengenali watak atau karakter dirinya dalam konteks negeri seperti apa yang turut dibangunnya dengan watak atau karakter seperti itu. Orang yang mengerti akan semakin tajam dalam berefleksi diri. Saat menyaksikan kisah wayang, orang yang mengerti akan semakin mengenali dirinya sendiri, dan dari pengenalan diri itulah, dia semakin bisa mengenali siapa-siapa orang-orang di sekelilingnya dan kejadian-kejadian seperti apa yang bisa diciptakan oleh kolektivitas watak seperti itu. Kewaskitaannya akan tumbuh hebat. Apapun pekerjaan yang dilakukannya akan selalu hebat. Hebat bukan dalam artian berhasil menghimpun harta sebanyak-banyaknya, namun hebat dalam menciptakan kejadian-kejadian yang bernilai dharma bagi negerinya.

Tidakkah menarik andai saja masyarakat kita tumbuh menjadi masyarakat yang waskita lewat medium kisah wayang?

Semoga bangsa Indonesia bisa kembali menemukan cara menikmati kisah wayang yang benar dan mendalam…
(Semoga Pusat Kajian Wayang dan Indonesia Jakarta bisa menjadi kekuatan utama dalam proses penemuan kembali itu. Selamat berdiri!)

Malang, 19 Juni 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun