Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pesona Jawa Barat, dari Pangalengan ke Panyaweuyan

17 Juni 2020   19:15 Diperbarui: 22 Juni 2020   19:03 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terasering Panyaweuyan, Majalengka. Sumber: dok.pribadi

Indonesia memang surganya wisata alam yang menakjubkan. Bukan hanya pantai, danau, air terjun dan gunung yang tersebar di seantero tanah air tercinta, tapi juga kombinasi alam yang sudah ada dan sentuhan tangan petani Indonesia.

Hasilnya, lihatlah keindahan Perkebunan Teh di Pangalengan dan Perkebunan Bawang di Panyaweuyan. Begitu memukau, bak lukisan indah di atas kanvas karya sang maestro. 

Dalam catatan banyak wisatawan mancanegara ke Indonesia, ada berbagai panorama khas Indonesia yang sering menjadi buah bibir dan kenangan tidak terlupakan. 

Salah satunya adalah areal perkebunan teh yang menghijau di wilayah Provinsi Jawa Barat, misalnya Cukul Pangalengan. Dan ketika pesona perkebunan teh itu masih terus membius, kini ada pesona baru di Terasering Panyaweuyan, yakni perkebunan bawang yang tidak kalah menawan hati.

Jika masih ingat ungkapan M.A.W. Brouwer (1923-1991) bahwa "Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum", maka tanpa ragu, saya pun mengamininya. Brouwer sendiri adalah seorang pastor, dosen, psikolog, budayawan dan kolumnis asal Delft, Belanda yang sangat terkenal di era 70-80an dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Indonesia yang dia cintai.

Dari wilayah Perkebunan Teh di selatan Bandung, kawasan Geopark Cileuteh- Sukabumi yang diberkahi banyak air terjun menakjubkan, Green Canyon dekat Pangandaran yang eksotis dan tentunya Terasering Panyaweuyan di Argapura, Majalengka. Semua keindahan bumi Pasundan itu adalah suatu mahakarya Sang Pencipta yang tidak ada duanya.

Cukul Pangalengan telah menjadi salah satu spot foto yang paling diburu pecinta fotografi lanskap dalam beberapa tahun terakhir. 

Momen matahari terbit dari atas ketinggian 1,600 mdpl adalah saat sensasional yang paling ditunggu para pecinta foto itu - dari yang level serius dengan kamera SLR maupun mirrorless, hingga pemburu foto 'Instagrammable' bermodalkan perangkat gadget saja.

Bahkan untuk menandai area ini, kita sudah bisa gunakan aplikasi google map untuk menuju titik yang disebut 'Cukul Sunrise Point'. 

Dari pusat kota Bandung, Cukul bisa dicapai sekitar 3 jam, melalui tol Soreang-Pasir Koja, lanjut ke jalan arteri menuju arah Banjaran - Cimaung- Pangalengan dan terus ke arah Situ Cileunca. Dari Situ ini tinggal 9 km atau sekitar 15 menit untuk mencapai Cukul Sunrise Point, Pangalengan.

Cukul Pangalengan. Sumber: Koleksi pribadi
Cukul Pangalengan. Sumber: Koleksi pribadi
Untuk memanjakan pengunjungnya, pengelola mulai menata kawasan ini dengan mengatur area parkir dan jalan-jalan setapak berbatu. Meskipun, ada baiknya untuk parkir mobil di sisi bawah saja dan kemudian mendaki sekitar 2 km ke atas bukit Cukul. Jalan kaki juga salah satu aktivitas yang harus dinikmati di alam Pangalengan yang sejuk dan asri ini.

Di beberapa bagian di Cukul Sunrise Point, pengelola juga membuat kursi dari bambu dan juga panggung kecil semacam 'viewing point'. 

Tidak itu saja, kreativitas yang dipengaruhi gaya sosmed, menghasilkan 'frame' dari kawat dan bambu untuk pengunjung yang hendak membuat foto layak tayang di Instagram. Meskipun, bagi saya sendiri, seluruh hamparan perkebunan teh itu sudah merupakan lukisan besar nan indah. Tanpa perlu 'bingkai' apapun.

Setelah sunrise-pun, lingkungan asri nan hijau begitu memanjakan mata pengunjung. Begitu banyak spot keren yang seakan melambai-lambai ke setiap pengunjung untuk segera mengabadikannya, sebelum siang merangkak naik.

Keindahan alam dan atmosfer pagi hari di sini adalah suatu kemewahan tersendiri, khususnya bagi warga kota yang sudah sering berada dalam lingkungan kota yang padat, panas dan rutin diganggu kemacetan yang panjang. Di alam terbuka ini, bahkan sang 'stress' pun ingin rileks.

Perkebunan Teh di Cukul, Pangalengan. Sumber: kol.pribadi
Perkebunan Teh di Cukul, Pangalengan. Sumber: kol.pribadi
Harga tiket masuk yang hanya Rp 5,000 itu sungguh terasa murah dibandingkan dengan 'harga' panorama yang disajikan di sini. Lanskap pemandangan di sini mampu menyihir siapa saja yang mengunjunginya. Dan pagi kita akan kian sempurna dengan secangkir kopi hitam... Hmm, ngelamun lagi, karena kangen Cukul. :)

Penorama perkebunan teh, khususnya di Bandung selatan, telah lama menjadi andalan sektor pariwisata di Jawa Barat. Nama Pangalengan sudah sangat dikenal di kalangan pecinta teh, pecinta alam, wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.

Bagi Indonesia, Perkebunan Teh, yang sebagian besar dikelola PT. Perkebunan Nusantara (BUMN), bukan sekedar soal keindahan alam, tapi juga salah satu sektor perkebunan yang cukup penting. Dari sebuah sumber, Indonesia disebut sebagai Negara Penghasil Teh ke-7 Terbesar di dunia. Dan Jawa Barat menyumbang sekitar 70% dari total produksi nasional.

Kebutuhan Teh dunia juga meningkat dari waktu ke waktu, seiring meningkatnya minat masyarakat global menikmati teh sebagai bagian dari gaya hidup. Situs statista.com merilis data konsumsi teh dunia di 2019 sebesar 281 milyar liter. Teh diklaim sebagai minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air minum.

Potensi wisata alam dan ekonomi ini harus terus dikembangkan dengan menata keaslian alam dan sisi pengembangan produknya. Jangan sampai demi mengejar jumlah pengunjung semata ataupun bergenit dengan status 'instagrammable', maka penataan yang dilakukan justru menghilangkan sebagian pesona orisinil itu.

Kita tinggalkan alam Priangan selatan dan menuju ke arah utara, tepatnya ke Kabupaten Majalengka. Ada yang sudah pernah ke sini? 
Terasering Panyaweuyan persisnya berada di Desa Argamukti, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. Dari Jakarta, destinasi wisata ini bisa dicapai dalam waktu sekitar 3.5 jam via jalan tol Cikopo - Palimanan. Sedangkan dari pusat kota Majalengka hanya sekitar 45 menit.

Fotografer di Panyaweuyan. Sumber: Koleksi pribadi
Fotografer di Panyaweuyan. Sumber: Koleksi pribadi
Apa yang kita temui di sini memang mencengangkan dan tidak terduga. Hamparan bawang merah yang tengah ditanam di lereng gunung ala terasering ternyata begitu sensasional. Sentra perkebunan bawang merah di ketinggian sekitar 900-1000 mdpl di kaki gunung Ciremai ini meliputi luas 400 hektar.

Sebelum viralnya perkebunan bawang terasering di dunia maya maupun di berbagai komunitas fotografi, sejujurnya saya tidak banyak mendengar aktivitas wisata di kabupaten yang juga tidak terlalu jauh dari Cirebon ini.

Bukit Terasering Panyaweuyan sejatinya belum lama muncul di pentas pariwisata tanah air. Dari beberapa sumber, orang pertama yang mulai memotret perkebunan bawang ini adalah Okka Suparlan, seorang fotografer handal yang berasal dari Majalengka.

Foto-fotonya begitu menawan dan siapa pun yang melihatnya akan segera jatuh hati. Begitulah, bak meteor, keindahan Terasering Panyaweuyan pun menyebar cepat di dunia sosial media.

Kini popularitas Terasering Panyaweuyan tidak hanya menarik peminat fotografi, tapi juga menyedot kehadiran kian banyak wisatawan domestik maupun dari negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sebagian dari mereka tidak sekedar mengagumi alam permai di sini, tapi konon kabarnya datang untuk belajar bagaimana membentuk sabuk di pegunungan seperti terasering ini.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi
Petani bawang di Panyaweuyan. Sumber: Koleksi pribadi.
Petani bawang di Panyaweuyan. Sumber: Koleksi pribadi.
Jika melihat model penanaman bawang dengan konsep terasering, memori kita akan segera mengasosiasikannya dengan sawah terasering di Bali, baik yang di Tegalalang- Ubud, maupun yang ada di Jatiuwih- Tabanan. 

Rice-terrace field di Bali sudah sangat terkenal. Bahkan demi menjaga kelestariannya selama mungkin, Pemerintah setempat konon sempat mengajukannya sebagai 'World Heritage' kepada UNESCO. Tapi yang di Panyaweuyan adalah tanaman bawang, bukan sawah. Unik bukan?

Sama dengan di Cukul, dengan hanya membayar Rp 5,000, pengunjung sudah bisa ikut menikmati area perkebunan yang kian nge-hits ini. Kontur tanah berundak dan lanskap menawan adalah 'menu sarapan' yang disajikan Panyaweuyan setiap pagi. Betul, pagi adalah waktu terbaik menikmati sihir dari primadona terkini di Jawa Barat ini.

Perjalanan ke lokasi-lokasi seperti ini, meskipun dengan fasilitas yang terbatas, selalu menyenangkan dan kian menguatkan hasratku untuk terus menjelajahi destinasi alam lainnya di tanah air Indonesia.

Baik di Cukul Pangalengan maupun di Terasering Panyaweuyan, pagi nan sejuk di perbukitan hijau ini hanya menanti hadirnya sarapan idaman untuk menyempurnakan pagiku saat itu, yakni "Indomie dan kopi hitam". Setuju?

Kelapa, Gading, 17 Juni 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: semua foto-foto adalah koleksi pribadi dan sdh pernah di-upload di akun IG @tonnysyiariel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun