Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar Menghargai Dapur dari Masyarakat Aceh

29 Juli 2020   08:00 Diperbarui: 17 Maret 2022   11:50 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dapur tradisional dari restoran Ekstedt Swedia | foodandwine.ie

Selain daun-daunan yang memiliki sampeuna, unsur lain seperti air, garam, padi dan beras ketan kuning juga memilik memiliki sampeuna. Bagi masyarakat di sana, unsur air memiliki kesejukan yang dapat membawa hawa tentram. Padi memiliki nilai pemberi kehidupan berupa makanan. Garam memiliki nilai sebagai sebuah unsur yang selalu dibutuhkan oleh semua orang dan dalam segala waktu. Beras ketan kuning memiliki nilai kemakmuran serta kehidupan yang guyub dan rukun.

Peusijuek dapu bagi masyarakat Aceh tidak hanya berlaku untuk memberkati dapur rumah tangga saja. Menurut Gardjito (2018), masyarakat Aceh juga mengenal dua macam dapur lain, yakin dapur umum dan dapur usaha.

Dapur umum bagi masyarakat Aceh berfungsi sebagai dapur ‘gotong royong’ untuk membantu warga lain jika sedang menggelar hajatan. Dapur usaha adalah dapur yang digunakan untuk memproduksi pangan untuk keperluan usaha, seperti dapur sira (dapur garam).

Dari pelaksanaan upacara peusijuek dapu, masyarakat Aceh kemudian berusaha mengaplikasikan nilai-nilai tersebut untuk merawat dan menjaga dapurnya.

Masyarakat Aceh memiliki satu pantangan, yakni tidak boleh mematikan api tungku dengan cara menyiramnya secara langsung. Masyarakat Aceh juga biasanya akan mengangkat arang atau kayu yang masih menyala, menempatkannya disebuah pecahan tembikar dan kemudian menyiramnya dengan air diluar dapur.

Kukuran kelapa atau alat parutan kelapa | gpswisataindonesia.info
Kukuran kelapa atau alat parutan kelapa | gpswisataindonesia.info

Tujuan ini dimaksudkan untuk menjaga ketahanan dapur supaya tidak cepat rubuh. Masyarakat Aceh pada waktu itu masih membangun dapur di sebidang tanah merah kecil dan ditopang dengan tiang kayu.

Sehingga, jika menyiram air secara langsung ke dalam tungku api, air akan turun dan kemudian meresap ke lantai dapur. Air yang meresap ke lantai dapur dikhawatirkan dapat menyebabkan dapur bisa cepat rubuh karena adanya proses pembusukan di tiang kayu dapur.

Dalam upacara peusijuek dapu, alat-alat memasak juga ikut diberkati dalam upacara ini. Beberapa macam peralatan memasak di dapur masyarakat Aceh meliputi periuk yang terbuat dari tanah liat untuk memasak nasi. Lalu, ada belanga, sejenis stock pot yang berfungsi untuk memasak sayur dan aneka masakan gulai berbahan dasar daging atau ikan.

Masyarakat Aceh juga memiliki batu giling yang berfungsi untuk menghaluskan aneka bumbu masak seperti lada, cabai dan ketumbar.

Masyarakat Aceh ternyata juga suka dengan masakan yang dikukus dan hal itu dibuktikan dengan adanya kukusan atau dandang dalam dapur mereka. Untuk menyimpan benda cair, masyarakat Aceh menggunakan guci untuk menyimpan air dalam jumlah banyak, lalu ada guro, guci berukuran kecil untuk menaruh garam, cuka dan minyak kelapa atau air dalam jumlah sedikit. Lalu tempat menyimpan benda cair seperti kendi juga ditemukan di dapur masyarakat Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun