Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengawinkan Makanan, Musik, Lagu, dan Bahasa dalam Pernikahan Lintas Budaya

29 November 2020   15:04 Diperbarui: 30 November 2020   12:36 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang Pengantin Karo sedang "Landek" (Dokumentasi pribadi)

Entah karena sudah hampir 9 bulan saya tidak menari di acara adat, suasana ini membuat saya terharu dan merinding.

Kolaborasi musik lewat gondang dan sarune (Dokumentasi pribadi)
Kolaborasi musik lewat gondang dan sarune (Dokumentasi pribadi)
Meskipun beberapa instrumen sudah dalam bentuk rekaman komposisi digital, bukan lagi tiupan sarune asli, saya merinding setiap kali melihat ada orang tua yang mampu menari menghayati irama musik, yang terkadang mengiris hati, terkadang rancak, seolah itu melagukan kehidupan para leluhur dari masa lalu yang sangat jauh.

Menari bersama (Dokumentasi pribadi)
Menari bersama (Dokumentasi pribadi)
Menari bersama (Dokumentasi pribadi)
Menari bersama (Dokumentasi pribadi)
Sebaik-baik Budaya adalah yang Mampu Memenuhi Kebutuhan Bersama

Setiap orang tetap memiliki hak pribadi yang patut dihormati. Untuk menikmati dan mengonsumsi baik makanan, musik, lagu, maupun bahasa sesuai seleranya, dalam bingkai adat budaya yang tetap saling menghormati.

Dalam artian ini termasuk di dalamnya alasan-alasan pribadi dan komunal, baik alasan religius, kesehatan dan keyakinan-keyakinan ideologis lainnya yang membuatnya memantangkan sesuatu di satu sisi, dan menghalalkan sesuatu yang lain di sisi lainnya. Semuanya mendapatkan tempat, dan tetap mendapat pengakuan terhormat.

Adat dan budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan bersama. Tidak saja kebutuhan fisik atau biologis, tapi juga kebutuhan jiwa.

Adat dan budaya adalah kreasi manusia yang berawal dari imajinasi, meningkat menjadi ideologi, dan oleh karenanya berlaku menjadi nilai-nilai yang menginstitusi (melembaga). Dari sanalah manusia merumuskan pola interaksinya yang berperan mewariskan nilai-nilai itu dari generasi ke generasi, dan dalam perkembangannya membutuhkan improvisasi untuk memenuhi kebutuhannya, yang turut berubah dan berkembang sesuai zamannya.

Adakah yang bisa mengklaim dirinya sebagai yang paling murni dalam hal ini? Kalau manusia terkadang tidak bisa memilih takdirnya untuk mencintai apa dan siapa dalam hidupnya?

Persis seperti petuah cinta, jangan karena cinta maka dirasa harus memiliki, memaksakan nilai diri sendiri sebagai suatu yang harus juga dimiliki pihak lain. Namun, cintailah apa yang patut dan saat ini masih sempat dimiliki.

Bukankah cinta terkadang tidak bisa memilih dan cinta sesekali tidak berarti harus memiliki?

Kalau ungkapan itu dirasa terlalu mengada-ngada dan tak masuk akal, sekali lagi itu hanya menegaskan bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang dimaksud dalam tulisan ini terbukti hanyalah hasil dari imajinasi. Namun, imajinasi yang berhasil kita lihat bersama-sama adalah sesuatu yang menjadi ideologi kita bersama nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun